HTI

Analisis (Al Waie)

Khilafah: Mercusuar Segala Kebaikan

Sesungguhnya, sistem pemerintahan dalam Islam adalah sistem Khilafah, bukan yang lain. Inilah sistem pemerintahan yang telah dijelaskan oleh Rasululah SAW, yang telah menjadi ijma’ para sahabatnya ridhwanallah ‘alaihim, yang telah dijalankan oleh Khulafaur Rasyidin dan para Khalifah sesudahnya. Khilafah tidak lain adalah Imamah. Khilafah dan Imamah ini maknanya sama.

Khilafah akan menjaga agama, kehormatan, jiwa dan harta benda; menjaga perbatasan; menghilangkan hambatan dan penghalang yang berusaha menghalangi sampainya risalah Islam, sehingga kalimat Allah dijunjung tinggi di muka bumi ini. Khilafah adalah metode praktis yang ditetapkan syariah untuk menegakkan hukum-hukum Islam dan menerapkannya di dalam negeri, serta mengemban dakwah ke seluruh dunia. Namun, semuanya itu tidak akan terwujud kecuali dengan menjadikan hak membuat hukum diserahkan kepada Allah semata, dan kedaulatan hanya di tangan syariah (Lihat: al-Maidah [5]: 49).

Kaum Muslim sejak masa Sahabat ridhwanullâh ‘alayhim telah menyadari betul akan besarnya peran dan fungsi Khilafah. Karena itu, setelah Nabi saw. wafat dan sebelum jenazah beliau dikebumikan, mereka segera memilih seorang khalifah pengganti beliau. Mereka lebih mendahulukan aktivitas memilih khalifah ketimbang mengebumikan jenazah Rasulullah saw.

Kita semua tahu, Rasulullah saw. diutus dengan membawa agama Islam yang agung ini tidak untuk disambut hanya dengan lisan, melainkan juga untuk diterapkan kepada manusia di muka bumi ini. Untuk itu, diperlukan sebuah negara yang akan menegakkan semua ketentuannya, menerapkan semua hukumnya, berjihad dengan sungguh-sunguh demi mewujudkan semuanya, menegakkan keadilan, dan menyebarkan kebaikan ke seluruh penjuru dunia.

Semua ini jelas sekali dalam sirah Rasulullah saw. Beliau tak henti-hentinya meminta dukungan dan pertolongan kepada berbagai kabilah serta orang-orang yang memiliki pengaruh dan kekuatan hingga akhirnya Allah SWT menolongnya dengan dukungan dan pertolongan dari penduduk Madinah al-Munawwarah. Kemudian beliau hijrah dan mendirikan negara. Setelah itu, beliau melakukan pembebasan (futûhât) dan menyebarkan Islam dengan dakwah dan jihad.

Selanjutnya, apa yang beliau ajarkan dan contohkan terus dilaksanakan oleh para Khulafaur Rasyidun sesudahnya. Mereka berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh sampai ajal menjemputnya. Negara Khilafah itu pun terus berlanjut pada masa Bani Umayah, Bani Abbasiyah dan Utsmaniyah hingga akhirnya kaum kafir penjajah yang dipimpin Inggris ketika itu dengan bantuan para pengkhianat bangsa Arab dan Turki berhasil melenyapkan Khilafah. Lalu antek Inggris, sang penjahat, Mustafa Kemal mengumumkan berakhirnya Khilafah, mengisolasi Khalifah dan mengusirnya. Itu semua terjadi 88 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 Rajab 1342 H/3 Maret 1924 M.

Sejarah membuktikan, Khilafah adalah pemelihara dan penjaga. Adakah orang yang tidak tahu akan kondisi bangsa Arab sebelum dan setelah datangnya Islam? Bahkan keadaan komunitas kaum Muslim sebelum dan setelah berdirinya Daulah Islam di Madinah al-Munawwarah? Ataukah memang dia tidak mengetahui perubahan yang begitu menakjubkan itu; tentang penaklukkan dunia di segala penjuru, tegaknya keadilan, dan penyebaran hidayah dan cahaya ke seluruh penjuru dunia? Begitu pula dengan sambutan masyarakat yang berbondong-bondong terhadap agama Islam ini; atau kemuliaan dan keagunggan yang telah diraih oleh umat Islam dalam berbagai bidang, mulai dari perundang-undangan, pemikiran, ilmu pengetahuan, perekonomian, militer, seni dan administrasi!

Khalifah benar-benar menjadi pemelihara bagi kaum Muslim. Khalifah belum merasa tenang hatinya, dan belum merasa sejahtera selama di tengah-tengah kaum Muslim masih ada kezaliman dan kemiskinan. Khalifah adalah penjaga bagi wilayah Islam dan kaum Muslim dari setiap serangan musuh. Khalifah mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad dengan tetap menjaga kemuliaan, keadilan dan kebaikan.

Kaum Muslim di bawah naungan Khilafah benar-benar bisa merasakan kehidupan yang mulia dan terhormat. Mereka diselimuti perasaan aman dan nyaman serta diwarnai kewajaran dan keadilan. Semuanya merasa hidup makmur dan sejahtera. Bahkan pernah ada suatu masa saat tidak ada lagi yang mau mengambil zakat, karena semua merasa telah kaya!

Al-Faruq, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., berkata, “Sekiranya ada seekor domba yang terperosok di tepi sungai Dajlah, niscaya saya yakin bahwa Allah pasti akan menghisabku akan hal itu pada Hari Kiamat. Jadi, mengapa kamu belum juga meratakan jalan itu untuknya?”

Beliau berkata pula, “Demi Allah, aku tidak akan merasakan kenyang, sebelum seorang Muslim yang terakhir di Madinah merasa kenyang!”

Khalifah Umar bin Abdul Aziz, menulis surat kepada amilnya (kepala daerah) di Samarkand, Sulaiman bin Abi as-Samri: “Hendaklah kamu membangun beberapa penginapan di wilayahmu. Jika ada di antara kaum Muslim yang melewati wilayahmu maka biarkan mereka tinggal sehari semalam dan uruslah kendaraannya. Jika ia masih punya alasan untuk tinggal maka biarkan ia tinggal sehari dua malam. Jika ada seseorang yang kehabisan bekal maka berilah ia harta yang cukup untuk sampai ke daerah tempat tinggalnya.”

Bukankah ini sebuah bentuk pengurusan yang sesungguhnya? Apakah mungkin itu terjadi tanpa Khalifah yang memiliki kekuasaan untuk menerapkan Islam?

Khilafah senantiasa menjaga wilayah Islam dan kaum Muslim. Apakah kaum Muslim lupa dengan kisah Khalifah al-Mu’tashim Billah, ketika seorang Muslimah yang dizalimi oleh seorang Romawi meminta pertolongannya, “Wahai Mu’tashim, di manakah Engkau!”

Berita itu sampai kepadanya pada malam hari. Beliau tidak menunggu hingga pagi. Beliau segera berangkat memimpin sendiri pasukannya. Sesampainya di Amuria, beliau meminta agar orang Romawi pelaku kezaliman itu diserahkan untuk di-qishash. Saat penguasa Romawi menolaknya, beliau pun menyerang kota, menghancurkan benteng pertahanannya, dan menerobos pintu-pintunya dan tampil sebagai pemenangnya.

Apakah kaum Muslim lupa dengan sikap Harun ar-Rasyid terhadap Nakfur Raja Romawi yang telah merusak perjanjian yang diadakan dengan kaum Muslim dan sikap permusuhannya terhadap kaum Muslim. Ar-Rasyid mengirim surat kepada Nakfur, yang isinya: “Dari Harun, Amirul Mukminin kepada Nakfur, anjing Romawi. Jawaban atas sikap permusuhanmu adalah apa yang akan kamu lihat, bukan apa yang akan kamu dengar.”

Nakfur pun benar-benar bisa melihat tentara kaum Muslim, ketika mereka masih di perbatasan Romawi, sebelum surat ar-Rasyid sampai kepadanya.

Khilafah juga mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad demi kemuliaan, keadilan dan kebaikan. Lihatlah berbagai pembebasan yang telah menyebarluaskan Islam dan membersihkan semua bentuk kezaliman yang terjadi di berbagai penjuru dunia sejak masa Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin sesudah beliau dan para Khalifah sesudahnya. Semuanya itu merupakan mencusuar kebaikan di dunia. Hanya dalam satu abad saja Islam telah tersebar luas dan kekuasaan Islam meliputi negeri-negeri Arab, Syam, Irak, Mesir, Afrika Utara, Andalusia, Bukhara dan Samarkand, Sind, India, dan wilayah barat laut India (Pakistan bagian Barat). Islam terus menyebar hingga sampai di Asia Tenggara dan menyinari Indonesia. Selanjutnya, berbagai penaklukkan meluas hingga ke Asia Kecil, menaklukkan Konstantinopel dan Balkan; serta banyak lagi wilayah di muka bumi ini. Kumandang azan pun membelah di seluruh penjuru bumi dan bumi pun disinari cahaya Khilafah.

Khilafah benar-benar menyandang kebesaran dan keagungan. Di antara contohnya, salah seorang Raja Prancis berada dalam kekuasaan musuhnya sebagai tawanan. Rakyat Prancis lalu meminta bantuan kepada Sultan. Sultan mengabulkan permintaan itu dan membebaskan Raja Prancis itu.

Amerika pernah mengadakan perjanjian pada tanggal 21 Shafar 1210 H/5 September 1785 M dengan Daulah Khilafah untuk mendapatkan jaminan keamanan di Laut Mediterania. Untuk itu, Amerika harus membayar 642 dolar emas dan setiap tahunnya membayar 12.000 lira emas Utsmani. Bahkan perjanjian ini dianggap sebagai satu-satunya perjanjian sepanjang sejarah Amerika, yang dilakukan bukan dengan bahasanya. Ini merupakan bukti kebesaran dan kewibawaan yang dinikmati kaum Muslim selama mereka berada di bawah naungan Khilafah.

Khilafah juga menjadi mercusuar ilmu pengetahuan dan gudang para ulama dan ilmuwan. Ketika itu kaum Muslim menjadi umat yang pertama dan pendahulu dalam bidang fisika, kimia, matematika, dan astronomi. Negeri-negeri kaum Muslim menjadi pusat ilmu pengetahuan sehingga banyak pelajar berdatangan dari negar-negara Barat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan di lembaga-lembaga pendidikan di Baghdad dan Andalusia.

George II, Raja Inggris, Swedia dan Norwegia, pernah menulis surat kepada Amirul Mukminin, Khalifah Hisyam III, di Andalusia Spanyol agar menerima utusan anak-anak bangsawan Inggris yang dipimpin oleh putri saudaranya guna menuntut ilmu di lembaga-lembaga pendidikan yang ada di negeri-negeri Islam. Surat itu diabadikan di dalam buku, Bangsa Arab: Faktor Hegemonik pada Abad Pertengahan, karya John Danport.

Semua keagungan itu tetap ada dan terpelihara eksistensinya hingga lenyapnya Khilafah pada hari yang menyakitkan, yaitu 28 Rajab 1342 H/3 Maret 1924 M, sebagaimana yang kita peringati. Sejak saat itulah, umat Islam yang dulunya hebat dan kuat, kini menjadi santapan lezat yang menjadi rebutan berbagai umat, persis yang digambarkan di dalam sabda Rasul saw.

Begitu jelas perbedaan kondisi kita ketika pada masa Khilafah dan ketika lenyapnya Khilafah. Tidakkah semua itu bisa mendorong kita untuk bersungguh-sungguh dan tetap bersungguh-sungguh dalam perjuangan untuk mengembalikan Khilafah, yang tidak lain adalah kewajiban di atas kewajiban yang manapun. Kemudian dengan kembalinya Khilafah akan membangkitkan kembali kebesaran demi kebesaran Islam dan kaum Muslim?

Sungguh Hizbut Tahrir menyadari betul bahwa Khilafah merupakan perkara utama kaum Muslim dan sesungguhnya menegakkannya adalah kewajiban di atas kewajiban yang lain. Karena itu, Hizbut Tahrir benar-benar telah dan masih berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendirikan Khilafah sejak setengah abad yang lalu.

Dalam perjuangannya menegakkan Khilafah, Hizbut Tahrir menghadapi berbagai pelecehan, penangkapan dan penyiksaan yang terjadi di sebagian negeri Islam hingga tidak sedikit di antara aktivis Hizbut Tahrir yang meraih kehormatan sebagai syahid. Meskipun demikian, Hizbut Tahrir tetap kokoh dan tegar dalam melangkah demi memperjuangkan kebenaran. Tidak pernah merasa takut sedikit pun, semata karena Allah, terhadap celaan orang-orang yang suka mencela. Semua dijalankan dengan keimanan dan keyakinan yang murni kepada Allah dan Rasul-Nya; dengan penuh kesabaran, bertawakal hanya kepada-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya; dengan kepercayaan yang kuat terhadap indahnya janji dan pertolongan-Nya. Sesungguhnya kekuatan, makar, dan mimpi-mimpi kaum Kafir akan lenyap, musnah dan berakhir.

Sesungguhnya dakwah kepada Khilafah, mengembalikan kehidupan berdasarkan Islam, berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah, dan menghilangkan dominasi serta pengaruh kaum kafir penjajah di negeri-negeri kaum Muslim, telah marak dan tersebar luas di seluruh penjuru dunia. Hizbut Tahrir berjalan tanpa memiliki senjata apapun selain senjata keimanan dan keteguhan dalam mengikuti jalan dan metode Rasulullah saw. Hizbut Tahrir terus maju dan berkembang hingga menjadikan terhibur orang-orang yang ingin menegakkan kekuasaan Islam dan meninggikan kalimah Allah. Sebaliknya, semua itu menjadikan hilangnya kekuatan setan dari kalangan jin dan manusia, sehingga menjadi hal yang sangat menyakitkan bagi kehidupan mereka.

Kaum kafir—mulai dari Amerika, Inggris, Perancis, Rusia, bahkan negara-negara Eropa lain, juga Cina—sangat takut dan gelisah dengan kembalinya lagi negara Khilafah. Mereka merasakan adanya tekad yang kuat dari kaum Muslim demi tegaknya Khilafah. Sesungguhnya janji kembalinya Khilafah sudah sangat dekat sehingga ini sangat mengganggu pikiran musuh-musuh Islam hingga menjelang berdirinya Khilafah.

Surat kabar Turki, Miliyat (13/12/2005) mengutip dari koran The New York Times bahwa, “Para pejabat tinggi pemerintahan Amerika sudah biasa mengucapkan kata khilafah akhir-akhir ini seperti mengunyah permen karet. Pemerintahan Bush sudah biasa menggunakan sebutan khilafah, maksudnya adalah imperium Islam yang pada abad ke-7 kekuasaannya terbentang dari Timur Tengah hingga Asia Selatan, dan dari Afrika Utara hingga Spanyol”.

Pada tanggal 14/01/2006 seorang komentator Amerika, Karl Vick, menulis di koran Washington Post sebuah laporan panjang yang di antara isinya adalah, “Usaha menghidupkan kembali Khilafah Islam yang diserang oleh Presiden Amerika George W. Bush sedang bergaung di tengah-tengah mayoritas kaum Muslim.”

Dia juga menulis, “Hizbut Tahrir yang beraktivitas di sejumlah negeri di dunia menjelaskan bahwa tujuannya adalah mengembalikan Khilafah ke masa kejayaannya.”

Selain itu, ada berbagai pernyataan dari Perdana Menteri Rusia yang sekarang dan mantan Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang mengingatkan akan bahaya Khilafah Islam. Begitu juga peringatan yang disampaikan oleh Presiden Prancis Nicolas Sarkozy pada pembukaan pidatonya tanggal 27/8/2008 tentang bahaya Khilafah; bahwa Khilafah yang direncanakan itu kekuasaannya terbentang mulai dari Indonesia hingga Nigeria. Hal yang sama disampaikan juga oleh Zalmay Khalilzad yang menduduki beberapa jabatan di Departemen Luar Negeri Amerika kepada majalah Austria De Prest pada tanggal 27/8/2008.

Masih banyak lagi komentar para politisi dan kritikus yang tersebar luas di sejumlah negara-negara Kafir. Begitu juga berbagai penelitian, kajian, dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh sejumlah pemikir Barat melalui pusat-pusat kajian dan penelitian yang mengingatkan akan bahaya Khilafah dan pengusungnya, Hizbut Tahrir; seperti Nixon Center serta berbagai lembaga dan institut seperti Ronald, Heritage, Carnegie, Hudson, dan lainnya.

Karena itu, kita semua, khususnya para ulama, hendaklah bersegera dalam melakukan perjuangan yang serius dan sungguh-sungguh untuk menegakkan Khilafah; dan hendaklah bekerjasama dengan Hizbut Tahrir dalam mewujudkan perkara yang besar ini. Perkara besar ini adalah jalan menuju kemuliaan umat dan kebesarannya di dunia, juga jalan menuju Surga Firdaus yang tertinggi dan jalan meraih ridha Allah terbesar di akhirat. Itulah kemenangan yang besar. Untuk itu, bergembiralah, wahai orang-orang yang beriman!

Kabar gembira itu juga datang melalui nash-nash al-Quran dan as-Sunnah. Allah SWT menjanjikan hal itu dalam firman-Nya:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal salih di antara kalian bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka; dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku (QS an-Nur [24]: 55).

Rasulullah saw. juga bersabda:

«تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ»

Fase kenabian ada di tengah-tengah kalian. Dengan kehendak Allah ia akan tetap ada, lalu Dia akan mengakhirinya jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada fase Khilafah berdasarkan metode kenabian. Dengan kehendak Allah ia akan tetap ada, lalu Dia akan mengakhirinya jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudia akan ada fase penguasa yang zalim. Dengan kehendak Allah ia akan tetap ada, lalu Dia akan mengakhirinya jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada fase penguasa diktator. Dengan kehendak Allah ia akan tetap ada, lalu Dia akan mengakhirinya jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Selanjutnya akan datang kembali Khilafah berdasarkan metode kenabian.” Kemudian beliau diam. (HR Ahmad)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*