Allahu Akbar!” pekik takbir membahana di Istora Senayan Jakarta, Selasa (21/7) manakala keagungan dan kejayaan Islam diungkapkan.Teriakan itu berubah menjadi: “Khilafah, khilafah, khilafah! Allahu Akbar!” menjelang acara Muktamar Ulama Nasional (MUN) usai. Saat itu sekitar 7.000 ulama dari seluruh Nusantara berkumpul dalam muktamar yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Para ulama ini bukanlah mereka yang suka nongol di televisi. Mereka adalah para ulama yang hidup jauh dari hiruk-pikuk media massa. Mereka sehari-hari hidup bersama umatnya. Mereka datang ke Senayan dengan baju khasnya masing-masing. Ada yang bersarung serta berkopiah dan bersandal. Ada yang berjubah. Ada juga yang bersafari atau berbaju batik.
“Ini momentum yang luar biasa bagi aktivis dakwah. Ini adalah stimulan yang sangat berharga bagi aktivis dakwah bagaimana bergerak mengubah masyarakat secara integral,” kata KH A Rahman Qoharuddin, Ketua MUI Riau.
Ketua DPP HTI M Rahmat Kurnia dalam kata sambutan pengantarnya mengatakan, pertemuan ini sangat penting di tengah kondisi umat yang sedang terpuruk. Rahmat mengingatkan, bulan Rajab adalah bulan yang penuh sejarah. Pada 27 Rajab, Rasulullah Muhammad saw. melaksanakan Isra’ Mi’raj dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian ke Sidratul Muntaha. “Namun, kini Masjidil Aqsha masih dikuasai oleh Zionis Israel,” katanya.
Pada bulan ini pula, tepat 28 Rajab 1342 H (24 Maret 1924) Daulah Khilafah Islamiyah diruntuhkan oleh Mustafa Kemal Attaturk. Akibatnya, umat yang dulunya satu, kini tercerai-berai menjadi kelompok-kelompok kecil. Umat menjadi tak berdaya karena berlepas diri dari syariah Allah SWT.
Ia mengatakan, ulama semestinya berada di garda terdepan dalam perjuangan Islam. Ulama juga harus menjadi penerang umat. “Ulama semestinya menjadi pihak yang paling lantang untuk iqâmatut-dîn dan wihdatul-ummah,” kata Rahmat yang kemudian disambut takbir: “Allahu Akbar!” Ia berharap muktamar ini akan membawa kebangkitan umat Islam dari keterpurukannya.
Muktamar ini cukup istimewa karena juga dihadiri para tamu/ulama dari berbagai negara antara lain India, Turki, Mesir, Yaman, Libanon, Palestina, Syam, Sudan dan Inggris. Mereka pun sempat menyampaikan pandangannya tentang problematika yang dihadapi kaum Muslim baik di negara masing-masing maupun Muslim dunia secara umum.
Pembicara Muktamar Ustad Siddiq al-Jawi mengawalinya dengan mengungkap berbagai intervensi asing di Indonesia di segala bidang kehidupan. Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam ternyata penduduknya banyak yang miskin. Menurutnya, ini terjadi karena Indonesia menerapkan ideologi yang salah sejak merdeka hingga kini. “Solusinya jelas, yakni dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah Islam,” katanya dalam bahasa Arab.
Para ulama tamu pun menegaskan bahwa umat Islam kian terpuruk ketika menjauh dari penerapan Islam secara kâffah dalam naungan Khilafah (sistem pemerintahan Islam). Mereka menyatakan bahwa Khilafah adalah sebuah kewajiban yang agung, dan berjuang untuk menegakkannya kembali adalah kewajiban yang agung pula bagi setiap Muslim.
Banyak dalil yang menegaskan kewajiban menegakkan Khilafah ini, baik dalam al-Quran maupun al-Hadis.
Sebelumnya, Amir Hizbut Tahrir al-‘Alim Atha’ Abu Rasytah melalui audio sambutannya menegaskan, “Sesungguhnya tegaknya Khilafah bukan sekadar persoalan utama yang hanya menjamin kemuliaan kaum Muslim dan rahasia kekuatannya saja, tetapi juga merupakan yang pertama dan terakhir dari berbagai kewajiban yang lain.”
Karenanya, Syaikh Atha’ menyeru, “Sungguh, kami sangat ingin saudara semuanya ikut berpartisipasi bersama kami untuk meraih kemuliaan yang agung ini, dengan berjuang untuk menegakkan Khilafah?”
Ia berharap muktamar ini menjadi pengantar terbitnya fajar Khilafah sehingga seluruh dunia diterangi oleh kemuliaan dan kekuatan kaum Muslim. Umat Islam juga kembali lagi menjadi umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Negara mereka menjadi negara nomor satu lagi di dunia, yang membawa kebaikan dan berkah di seluruh aspek kehidupan.
Syaikh Syahi Mirdan Shari dari Turki mengatakan, runtuhnya Khilafah Utsmaniyah menjadi musibah terbesar bagi kaum Muslim. Musibah itu membuat Dunia Islam yang sebelumnya berada dalam satu geografis terpecah-belah dan berada dalam keterpurukan karena tidak ada pemimpin yang melindungi mereka. “Karena itu, Dunia Islam harus bangkit dari tidurnya,” tegas Syeikh Syahi dalam bahasa Turki.
Di tengah kebangkitan itu, menurut Ahmad Jan, Ketua dan Dosen Bidang Dakwah dan Tsaqafah Islam Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Internasional Islamabad, Pakistan, musuh-musuh Islam terus mencari cara baru untuk menghambat penerapan syariah Islam. Bahkan mereka tidak segan-segan menggunakan berbagai cara, dari yang halus hingga kasar untuk menghancurkan Islam. “Akibatnya, berbagai problem yang amat banyak, baik secara pemikiran, ekonomi, sosial maupun politik, kini mengancam institusi umat Islam,” kata Ahmad Jan.
Untuk menghadapi rekayasa Barat untuk menghancurkan Islam, lanjutnya, satu-satunya cara adalah persatuan umat Islam dalam naungan Khilafah.
Piagam Ulama
Muktamar Ulama Nasional diakhiri dengan penandatanganan secara simbolis Mitsâq al-’Ulamâ’ (Piagam Ulama) oleh perwakilan para ulama dari berbagai daerah dan wilayah. Peserta lain, sebelumnya, telah menandatanganinya. Piagam itu berisi 5 poin, yang intinya adalah: bahwa sesungguhnya saat ini umat Islam di seluruh dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya tengah menghadapi berbagi persoalan yang kompleks; seluruh problem tersebut berpangkal pada tidak adanya kehidupan Islam di bawah kepemimpinan seorang khalifah; perjuangan bagi penegakan syariah dan khilafah adalah mutlak demi terwujudnya kembali ’izzul Islam wal muslimin; para ulama sebagai pewaris para nabi memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam meneruskan risalah Nabi Muhammad saw.; ulama siap menjadi garda terdepan dalam perjuangan menegakkan syariah dan khilafah serta membela para pejuangnya. [Mujiyanto]