Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (QS al-Fathir [35]: 28).
Rasulullah saw. juga bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Darda’:
«اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ»
Ulama adalah pewaris para nabi (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Ulama adalah pewaris para nabi. Jika Rasulullah Muhammad saw. menyampaikan risalah Islam kepada umat manusia sehingga menjadi rahmat bagi alam semesta, maka demikian pula inti dari tugas ulama. Intinya, tugas ulama adalah mewujudkan kembali kerahmatan Islam bagi alam semesta itu.
Menyadari vitalnya peran para ulama, bersamaan dengan momentum Isra’ Mikraj 1430 H, sekaligus 88 tahun runtuhnya Khilafah, Hizbut Tahrir Indonesia pada 21 Juli 2009 bertepatan dengan 28 Rajab 1430 H lalu bertempat di Istora Senayan, Jakarta, menyelenggarakan Muktamar Ulama Nasional (MUN) yang diikuti oleh sekitar 7 ribu ulama, kiai dan ustadz dari berbagai daerah dan wilayah. Tujuan utama dari MUN adalah untuk meneguhkan komitmen para ulama dalam perjuangan penegakan syariah dan Khilafah.
Dalam Bayân Khitâmi yang dikeluarkan di penghujung acara, para ulama peserta muktamar menyatakan bahwa Khilafah adalah sebuah kewajiban yang agung, dan berjuang untuk menegakkannya kembali juga merupakan kewajiban yang agung bagi setiap Muslim. Begitu pentingnya kewajiban itu, para Sahabat Nabi saw. bersepakat untuk mendahulukan upaya memilih pemimpin pengganti Rasulullah (khalifah) daripada memakamkan jenazah Rasulullah saw., sekalipun mereka memahami bahwa memakamkan jenazah secara segera menjadi kewajiban mereka pula. Tindakan para Sahabat Nabi saw. ini menunjukkan arti pentingnya perjuangan untuk menegakkan Khilafah sebagai sebuah kewajiban yang harus sesegera mungkin dilaksanakan.
Rasulullah saw. menggambarkan, bahwa kematian seseorang yang tidak memiliki baiat kepada Khalifah saat Khalifah ada, atau tidak berjuang menegakkan Khilafah jika Khilafah tidak ada, laksana mati Jahiliah. Rasul saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Ibnu Umar ra.:
«وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»
Siapa saja yang mati, sedangkan di pundaknya tidak ada baiat, ia mati Jahiliah (HR Imam Muslim).
Selain itu, tugas-tugas penting lain dalam Islam seperti menegakkan hukum-hukum Allah SWT (hudûd); menerapkan syariah guna melindungi harta, jiwa, kehormatan, agama, akal, keturunan dan keamanan manusia; menyebar-luaskan dakwah Islam, membebaskan negeri-negeri Islam dari penjajahan dan sebagainya membutuhkan keberadaan Khalifah/Imam.
Dengan bekal ilmu dan pemahaman terhadap hukum-hukum Islam yang dikaruniakan Allah SWT, sudah semestinya ulama berada pada garda terdepan dalam perjuangan menegakkan Khilafah ini. Dengan kesadaran itu pula, ulama dalam Bayân Khitâmi itu menyatakan penghargaan terhadap kerja keras dan perjuangan tak kenal-lelah yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia selama ini untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menegakkan syariah dan Khilafah. Para ulama bertekad sekuat tenaga untuk mendukung perjuangan ini dengan terus-menerus menyadarkan umat dan berusaha mendekati para pemilik kekuatan (ahlul-quwwah) di negeri-negeri Muslim untuk memberikan dukungan (nushrah) kepada para pejuang Khilafah.
Para ulama juga menyampaikan peringatan dan kabar gembira. Peringatan ditujukan kepada orang-orang kafir yang telah merampas dan menjajah negeri-negeri Muslim serta kepada para agen dari kalangan para penguasa diktator, bahwa umat Islam akan terus mengingat berbagai kejahatan yang telah mereka lakukan terhadap Islam dan kaum Muslim. Mereka diingatkan, bahwa jika Khilafah tegak, mereka akan mendapatkan sanksi tegas sebagaimana yang ditentukan syariah Islam. Adapun kabar gembira ditujukan kepada kaum Muslim, bahwa fajar kebangkitan Khilafah akan segera menyingsing; janji Allah akan segera terwujud. Saat itu menjadi nyata kabar gembira Rasulullah saw. dalam sebuah hadis sahih:
«ثُمَّ تَكُونُ خِلافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»
Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti metode Kenabian (HR Ahmad).
Muktamar Ulama Nasional diakhiri dengan penandatanganan secara simbolis Mitsâq al-‘Ulamâ’ oleh perwakilan ulama dari berbagai daerah dan wilayah. Sebelumnya, ribuan ulama lainnya telah menandatanganinya. Mitsâq itu intinya berisi beberapa poin, yakni:
1. Menyadari bahwa sesungguhnya saat ini umat Islam di seluruh dunia umumnya dan di Indonesia khususnya tengah menghadapi berbagai persoalan baik di lapangan ekonomi, politik, sosial budaya maupun tsaqâfah yang membuat umat Islam tidak lagi mampu menunjukkan dirinya sebagai khayru ummah.
2. Seluruh problem tersebut berpangkal pada tidak adanya kehidupan Islam di yang di dalamnya diterapkan syariah di bawah kepemimpinan Khalifah yang dapat melindungi umat dari berbagai serangan dan gangguan.
3. Oleh karena itu, perjuangan bagi penegakan syariah dan Khilafah adalah mutlak karena merupakan jalan satu-satunya menuju terwujudnya kembali ‘izzul-Islâm wal-muslimîn.
4. Dalam perjuangan ini para ulama sebagai pewaris para nabi (waratsah al-anbiyâ’) yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam meneruskan risalah Nabi Muhammad saw. semestinya mengambil peran aktif dalam membimbing dan mengarahkan umat hingga cita-cita perjuangan tersebut benar-benar dapat diwujudkan.
[FW]