HTI

Opini (Al Waie)

Agar Idul Fitri Lebih Bermakna

Setiap usai shaum Ramadhan kaum Muslim merayakan Hari Raya Idul Fitri—orang Indonesia menyebutnya Lebaran. Kata Nabi saw., Idul Fitri ini merupakan hari raya umat Islam. Kaum Mukmin yang memahami Ramadhan sangat ingin agar sepanjang tahun Ramadhan terus, bahkan kalau perlu tidak usah ada hari raya. Tentu saja keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi. Allah SWT telah menetapkan kewajiban Ramadhan hanya sebulan dalam setahun. Seusai shaum Ramadhan, disyariatkan Hari Raya Idul Fitri sebagai hari penuh kegembiraan. Wajarlah kaum Muslim bergembira pada saat hari raya tersebut. Namun, kegembiraannya bukanlah karena pesta dan hiburan; bukan pula karena telah bebas dari kungkungan puasa. Sebab, kebahagiaan yang ada adalah kebahagiaan karena telah berhasil menunaikan salah satu kewajiban dan kesiapan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban berikutnya.

Kebahagiaan tersebut lahir dari: Pertama, harapan akan bertemu dengan Allah SWT, penuh rasa senang, gembira dan bahagia. Kedua, kebahagiaan akan ampunan dari Allah SWT yang diberikan kepadanya. Hari Raya Idul Fitri adalah hari pertama setelah proses puasa selesai. Lantas produk apa yang dihasilkan pada proses puasa tersebut? Allah SWT menjelaskan dalam QS al-Baqarah ayat 183. Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang menunaikan puasa dengan benar sejatinya menjadi orang yang bertakwa, yakni orang yang memelihara dirinya dari kemaksiatan. Sebab, puasa itu dapat mematahkan syahwat sebagai pangkal kemaksiatan (Lihat: Tafsîr Jalalayn).

Berdasarkan hal ini, Idul Fitri atau Lebaran harus dipandang sebagai kelahiran kembali orang-orang yang mendapatkan ampunan dari Allah SWT dan menjelma menjadi orang yang bertakwa. Lebaran bukan akhir dari ketaatan, melainkan awal dari ketaatan baru. Apabila sikap pasca Ramadhan tidak menunjukan meningkatkan ketakwaan maka kita perlu merenungkan sabda Rasulullah saw., “Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apapun kecuali lapar dan dahaga saja.” (HR Ibnu Huzaimah).

Zaman Nabi saw. merupakan contoh terbaik. Idul Fitri pada zaman Rasul merupakan hari raya yang sarat dengan penghambaan diri kepada Allah SWT sesuai menjalankan shaum satu bulan penuh. Pasca Ramadhan, sahabat bukannya santai-santai melainkan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai ketaatan.

Walhasil, tanpa ketakwaaa, Lebaran hanyalah sebuah kehampaan. Ada sebuah penuturan yang menyatakan: Idul Fitri bukan diperuntukan bagi orang yang mengenakan sesuatu yang serba baru, tetapi dipersembahkan bagi orang yang ketaatannya ‘baru’ (bertambah). Wallâhu a‘lam. [Abu Karim, tinggal di Samarinda]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*