Dari catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di Tanah Papua, sesungguhnya sudah sangat lama. Islam datang ke Papua melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana di kawasan lain di Nusantara. Sayangny,a hingga saat ini belum ada catatan secara persis kapan hal itu terjadi. Sejumlah seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota propinsi Kabupaten Fak-Fak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu. Namun, yang pasti, Islam datang jauh sebelum para misionaris menginjakkan kakinya di Bumi Papua.
Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara; diawali dari wilayah Sulawesi Utara, mulai dari Mandar sampai Manado, pada pertengahan abad ke-16 yang menjadi bawahan Kerajaan Ternate, yang rajanya adalah seorang Muslim. Atas ajakan Raja Ternate, Raja Bolaang Mongondow memeluk Islam. Penyebaran Islam terus ke timur hingga ke Kepulauan Maluku pada awal abad ke-16. Pada masa itu Maluku telah memiliki kerajaan Islam, yakni Kerajaan Bacan. Mubalig dari kerajaan inilah yang kemudian giat menyebarkan Islam hingga ke kawasan tetangganya, Papua, melalui jalur perdagangan.1
Melalui jalur damai perdagangan inilah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.
Pada awalnya, Papua masuk dalam pengaruh Hindu di bawah Kerajaan Majapahit. Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama sebagai wilayah yurisdiksinya. Keterangan mengenai hal itu antara lain disebutkan sebagai berikut:
Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok, Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul. Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur.2
Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa, yang dimaksud “Ewanin” adalah nama lain untuk daerah “Onin” dan “Sran” adalah nama lain untuk “Kowiai”. Semua tempat itu berada di Kaimana dan Fak-fak. Dari data tersebut jelas bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.3
Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh Kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, terjadi penyebaran Islam secara besar-besaran ke Papua melalui Kerajaan Islam Demak, baik langsung maupun tidak.
Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan, bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama dan Salawati tunduk pada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.4 Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Inc. Berkeley, California 1991, sebuah wadah sosial milik misionaris, yang menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam.
Dalam kitab Negarakertagama, pada abad ke-14 di sana ditulis tentang kekuasaan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran.5 Bahkan lebih lanjut dijelaskan, “Namun demikian, armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.”
Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan, pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate ditemukan di Raja Ampat, di Sorong, di seputar Fak-Fak dan di wilayah Kaimana.
Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore. Sejak abad ke-XV, sejumlah tokoh lokal bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.6
Keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam sejarah. Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad XVI telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah sejumlah pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir. Adapun yang di pedalaman masih tetap menganut faham animisme.
Thomas Arnold, seorang orientalis berkebangsaan, Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut, “Beberapa suku Papua di Pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku.”
Tentang masuk dan berkembangnya syiar Islam di daerah Papua, lebih lanjut Arnold menjelaskan, “Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat (mungkin Semenanjung Onin) oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Namun, tampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian.”
Jika ditinjau dari laporan Arnold tersebut, berarti masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke-17, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang misionaris Jerman bernama C. W. Attow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris di sana.7
Nama kedua tokoh misionaris tersebut sekarang banyak diabadikan dalam bentuk rumah sakit maupun sekolah tinggi di Papua.
Dalam buku Nieuw Guinea, WC. Klein menceritakan, “De Heer Pieterz maakte on 1664 eenwreks naar Onin. Indie raiswaren ook een aanta! mensen uit Soematera, Waarin de Heer Abdul Ghafur betrokken is (Tuan Pieterz pada tahun 1664 melakukan perjalanan ke Onin; ikut serta beberapa orang dari Sumatera, termasuk Abdul Ghafur).”8 [Annisaa Al-Muqarrabina – Bersambung]
Catatan kaki:
1 Ali Athwa, Islam atau Kristenkah Agama Orang Irian?, hlm. 38.
2 Ibid, hlm. 41.
3 Ibid.
4 Ibid.
5 Ibid.
6 Kasibi Suwiryadi Drs. H, Sebuah Risalah: Sejarah Islam dan Masa Depannya di Irian Jaya, 1997, hlm. 8
7 Ibid, hlm. 9.
8 Kanwil Depag “Prop. Irian Jaya”, him. 32.