Pembaca yang budiman, berbagai kemungkaran begitu marak dan tampak jelas di hadapan kita. Semua itu sudah dianggap biasa. Korupsi, suap-menyuap, perzinaan dan perselingkuhan, pornografi-pornoaksi, serta tindakan-tindakan amoral lainnya sudah dianggap wajar; tidak lagi dianggap aib, apalagi dosa. Di tingkat penguasa dan pejabat, hidup mewah di tengah kebanyakan rakyat yang miskin dipandang normal. Berbagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat seperti menaikkan tarif BBM, listrik, PDAM, dll—juga tidak lagi dianggap kesalahan dan kekeliruan. Menumpuk utang luar negeri dengan bunga riba yang mencekik rakyat, perjanjian perdagangan bebas yang bisa mengancam sektor usaha mencegah dan kecil, dll pun dianggap wajar sebagai tuntutan globalisasi dan liberalisasi.
Di sisi lain, begitu terbiasanya kita menyaksikan kemungkaran, kepekaan kita terhadap berbagai kemungkaran itu tampaknya nyaris hilang. Mungkin pula hal itu karena adanya penyempitan makna ’mungkar’ di tengah-tengah masyarakat kita; termasuk di kalangan para ulama, ustad, mubalig dan tokoh agama lainnya. Seolah-olah kemungkaran itu hanya menyangkut pencurian, perampokan, perzinaan, permabukan, dll. Di luar itu, terutama yang dilakukan penguasa dan pejabat dengan berbagai kebijakan yang menyengsarakan rakyat, tidak dianggap mungkar. Bukankah hingga hari ini nyaris tak terdengar suara ulama, ustad, mubalig atau para tokoh Islam yang mengecam Pemerintah yang terus menumpuk utang luar negeri yang berbasis riba, yang nyata-nyata diharamkan menurut Islam? Bukankah nyaris tidak ada reaksi dari mereka saat baru-baru ini Pemerintah mulai menjalankan perdagangan bebas dengan Cina yang pasti bakal menimbulkan madarat sangat luar biasa bagi keberlangsungan nafkah mayoritas rakyat yang berusaha di sektor kecil dan menengah? Bukankah hanya sekelompok kecil yang berteriak menuntut penerapan syariah meski sudah puluhan tahun negeri ini mencampakkan hukum-hukum Allah dan menerapkan hukum-hukum kufur?
Mengapa semua ini bisa terjadi? Dimana letak kesalahannya? Dimana akar persoalannya? Bagaimana pula solusinya? Itulah di antara pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab oleh umat Islam saat ini.
Untuk itu pula, Redaksi kali ini mengangkat kemungkaran dan upaya meresponnya sebagai tema utama al-waie kali ini, selain sejumlah tema penting lainnya. Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
liberalisasi benar-benar sudah menjadi virus untuk umat islam maka ummat islam perlu imunitas yang sangat tepat yakni dengan sistem khilafah!! Allahu Akbar!
sudah sistem ini yang membuat umat islam menjadi terpuruk…
dan cmn khilafahlah yang bisa merubahnya….
Allah-Hu akbar
slamat bejuang, Allahu Akbar………
negara ini telah lupa dengan para pejuang yang tulus membela mengusir penjajah. seperti pangeran diponegoro dll, negara ini lupa dengan rakyatnya….kini INDONESIA bukan INDONESIA, tapi INI DALAH NEGARA SIA-SIA,
negara kita ini sudah bangkrut digerogoti oleh penjajah laknatullah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui antek-anteknya, dan rakyat kita telah didzalimi oleh mereka baik secara fisik maupun secara psikis, wahai kaum muslimin mari kita berjuang untuk kehidupan lebih baik dengan cara menegakan syariah islamiyah dengan wadah daulah islamiyah, Allahuakbar…….
Allahuakbar!!!