HTI

Opini (Al Waie)

Anak: Aset Masa Depan

Pernahkah kita membayangkan anak-anak kita kelak di akhirat akan menyelamatkan kita dari siksa api neraka, bahkan memasukkan kita (orangtua) ke dalam syurga Allah SWT? Semua sepakat bahwa orangtua akan sangat senang dan bahkan itulah yang diharapkan: putra-putrinya menjadi ‘penolong’ kelak di akhirat.

Rasulullah saw. pernah bersabda, sebagaimana penuturan Anas bin Malik ra., “Pada Hari Kiamat kelak diserulah anak-anak kaum Muslim, ‘Keluarlah kalian dari kubur kalian.’ Merekapun keluar dari kuburnya. Lalu, mereka diseru, ‘Masuklah ke dalam surga bersama-sama.’ Mereka berkata, ‘Duhai, Tuhan kami, apakah orangtua kami turut bersama kami?’ Hingga pertanyaan keempat kalinya menjawablah Dia, ‘Kedua orangtua kalian bersama kalian.’ Berloncatanlah setiap anak menuju ayah-ibunya, memeluk dan menggandeng mereka; mereka memasukkan orangtuanya ke dalam surga. Mereka lebih mengenal ayah dan ibu mereka pada hari itu melebihi pengenalan kalian terhadap anak-anak kalian di rumah kalian.” (Kitab Nuzhah al-Majalis wa Muntakhib an-Nafais, ash-Shufuri, dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dari jalan ath-Thabrani).

Pernahkah kita membayangkan, satu keluarga, abi, umi dan anak-anak kita bermain-main bersama di Telaga Kautsar, telaga Rasulullah saw. di surga? Bukankah kondisi itu adalah kondisi yang paling diinginkan oleh keluarga Muslim? Bukankah kita ingin menjadi keluarga seperti itu? Bukankah kita juga ingin anak-anak kita nanti menjadi ‘penolong’ kita masuk dalam surga-Nya?

Tidaklah mungkin anak-anak kita akan menjadi penolong kita di akhirat kelak jika anak-anak kita tidak menjadi anak-anak yang shalih-shalihah. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain agar anak-anak kita bisa menjadi penolong kita nanti kecuali kita, sebagai orangtua mencetak dan mendidik anak-anak kita mengerti agama, mengamalkan syariah- Nya dan yang lebih penting lagi adalah menjadi penjaga terpercaya atas syiar dan tersebarnya syariah-Nya di muka bumi ini.

Kita sebagai orangtua harus membuat program yang tersusun rapi dan terencana tentang pendidikan anak kita. Kalau kita senantiasa sibuk membuat planning business kita, tidak layakkah kita membuat planning buat pendidikan anak-anak kita sehingga bisa menjadi anak shalih dan shalihah yang pada akhirnya menjadi penolong kita di akhirat kelak? Kalau kita gagal merencanakan pendidikan buat putra-putri kita, yakinlah putra-putri kita akan seperti apa adanya.

Sudah saatnya kita mem-planning pendidikan di rumah (pasca pendidikan sekolah) dengan pendidikan yang mengacu pada pembentukan syakhsiyah islamiyah. Sudah saatnya setiap kita mendidik anak kita dengan hapalan al-Quran dan al-Hadis. Setelah subuh kita ajari mereka tentang akhlak-akhlak yang mulia dan masih banyak program-program yang lain. Sudah selayaknya kita mengajari mereka dengan mulut kita sendiri (sebagai orangtua). Yakinlah, bahwa apa yang kita sampaikan dari mulut kita sendiri akan sangat membekas di hati dan pikiran anak-anak kita. Kita akan diposisikan sebagai orangtua sekaligus sebagai ‘guru’ yang senantiasa menginspirasi bagi anak-anaknya. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. [Ummu Salma; Inspirator Anak Shalih/Shalihah, tinggal di Bogor]

3 comments

  1. Saatnya, menjadikan buah hati “Inestasi Dunia Akhirat”.
    Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila seorang meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan ANAK SHOLEH yang mendo’akannya.” (HR. Muslim)

  2. Subhanallah, betapa indah. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan dan hidayah kepada kami agar mampu berbuat “sami’naa wa atha’naa” sebab kami sadar bahwa anak yang sholeh adalah anugrah yang sangat besar dari Allah untuk para orang tua yang berusaha berbuat sholeh.

  3. Ibu, mohon maaf ada yang kurang jelas bagi saya. Yang saya tahu selama ini, hadits tentang anak-anak yang masuk surga adalah anak-anak yang meninggal pada masa sebelum baligh. Bagaimana dengan hadits di atas? Siapa yang dimaksud? Semua anak muslim atau anak orang muslim yang meninggal sebelum baligh? Lalu bagaimana kalau suatu keluarga tidak punya anak yang meninggal sebelum baligh? Apakah anak-anak mereka yang meninggal sesudah dewasa juga bisa menjadi penolong mereka? Saya tunggu jawabannya dengan amat sangat. Terima kasih, wassalaamu’alaikum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*