Mossad-CIA di Balik Tewasnya Ilmuwan Nuklir Iran
Tewasnya ilmuwan nuklir Iran, Massoud Ali Mohammadi (50), akibat ledakan bom yang dipasang di sebuah sepeda motor di luar kediamannya di wilayah Qeytariyeh, Teheran utara, Selasa (12/1/2010), merupakan sebuah terobosan keamanan dan intelijen yang mengejutkan Iran.
Ketua Parlemen Iran Ali Larijani secara terang-terangan menuduh Badan Pusat Intelijen AS (CIA) dan intelijen Israel, Mossad, berada di balik tewasnya Mohammadi. Kementerian Luar Negeri Iran juga mengatakan, dari hasil penyelidikan awal, terlihat adanya tanda-tanda keterlibatan AS, Israel dan agen-agen bayarannya dalam serangan itu.
Menilik ke belakang, dinas intelijen luar negeri Israel, Mossad, dan CIA kerap ditengarai berada di balik aksi penghabisan nyawa atau penculikan ilmuwan nuklir Arab dan Muslim. Pada 13 Juni 1980, Mossad berhasil membunuh ilmuwan nuklir Mesir yang bekerja di Tenaga Atom Irak, Yahya Mashed, di kamar hotelnya di Paris dalam upaya Israel menggagalkan proyek nuklir Irak pada era Saddam Hussein.
Tewasnya Mohammadi di Iran pekan lalu terjadi hanya kurang dari setahun dari hilangnya secara misterius ilmuwan nuklir Iran, Shahram Amiri, ketika menjalankan ibadah umrah di Makkah, Arab Saudi, pada Juli 2009.
Pasukan Inggris ‘Eksekusi’ Seorang Nenek Tua Irak
Laporan dari pers Inggris pada hari Senin kemarin (11/1) mengungkapkan bahwa sekelompok tentara Inggris telah menyiksa seorang nenek tua sampai mati, tiga tahun lalu di Irak.
Surat kabar Independent mengatakan bahwa pembunuhan seorang nenek tua tersebut adalah salah satu tuduhan pelanggaran HAM terburuk yang dihadapi oleh pasukan Inggris selama mereka bertugas di Irak. Laporan itu menyatakan bahwa tubuh nenek tua tersebut dibuang di pinggir jalan pada bulan November 2006 dengan tubuh penuh dengan peluru dan wajah yang rusak akibat penyiksaan. Nenek berusia 62 tahun – Khudur Sabiha Thalib – itu disiksa dan dihukum mati oleh tentara Inggris setelah rumah keluarganya dikepung.
Berita terbaru ini menunjukkan kebiadaban pasukan imperialis Inggris di Irak. Sebelumnya, pasukan Inggris terlibat dalam penyiksaan di Penjara Abu Ghraib, melakukan pelecehan seksual dan fisik terhadap warga sipil Irak, termasuk pemerkosaan seorang anak laki-laki berumur 16 tahun. Pemerintah Inggris sendiri menolak pengusutan masalah ini secara terbuka.
Inilah bukti klaim Inggris dan AS bahwa mereka di Irak untuk menyebarkan “kebebasan, demokrasi dan hak asasi manusia”. Inilah yang digambarkan di al-Quran tentang sifat mereka yang menyatakan berbuat kebaikan padahal kenyataannya merusak dan membunuh.
Islam Isi Kekosongan Spiritual di Eropa
Uskup Agung Gereja Katolik di Kota Praha mengingatkan bahwa Eropa sedang menghadapi kenyataan gelombang islamisasi akibat Eropa mengingkari dan menjauhi dasar-dasar ajaran Kristen. Kardinal Miloslav VLK melontarkan catatannya ini pada saat jumpa pers yang diadakannya dalam acara pelepasan jabatannya sebagai pemimpin gereja Katolik Ceko selama 19 tahun. Kardinal mengatakan,”Salah satu dorongan kaum Muslim bermigrasi ke Eropa adalah dalam rangka mengemban misi agamanya kepada “lingkungan paganisme yang ada di Eropa, dan pada gaya hidup Eropa yang tegak di atas atheisme.”
Saat ini ada sekitar 38 juta kaum Muslim yang tinggal di Eropa, hampir setara dengan 5% populasi penduduk Eropa.
Intelijen Yordania Bantu CIA Bunuh Umat Islam
Surat kabar The Washington Post melaporkan bahwa orang kedelapan yang terbunuh bersama dengan para agen intelijen AS (CIA) di Afganistan beberapa hari lalu adalah seorang kapten pada dinas mata-mata Yordania, yang dikenal sebagai Departemen Intelijen Umum (GID), bernama Syarif Ali bin Zaid.
Surat kabar itu mengatakan bahwa Ali bin Zaid bekerja di stasiun penyadap paling penting milik perwakilan (CIA) di wilayah timur Afganistan. Salah satu tugas dari stasiun ini adalah memberikan informasi yang diperlukan untuk menyerang daerah-daerah kesukuan di Pakistan melalu pesawat-pesawat terbang AS tanpa awak, yang volume penerbangannya mencapai 50 kali perhari.
Rezim Yordania, termasuk para intelijennya tidak hanya memerangi Islam, kaum Muslim dan para pengemban dakwah Islam yang ada di Yordania dan sekitarnya saja. Mereka juga telah memperluas serangannya untuk membantai kaum Muslim yang tidak berdosa, yang memegang teguh kehormatan keluarganya, negerinya dan agamanya dalam menghadapi serangan kaum Salibis di Afganistan dan Pakistan.
Sebaliknya, rezim ini menilai anggota intelijennya yang tewas dengan tubuh hancur berkeping-keping dalam mengabdi kepada kaum Salibis sebagai syahid. Sungguh memalukan!
Otoritas Palestina Tangkap Pejuang Khilafah Dr. Maher al-Ja’bari
Sungguh biadab apa yang dilakukan oleh Otoritas Palestina yang telah menangkap Dr. Maher al-Ja’bari, anggota kantor penerangan Hizbut Tahrir di Palestina, Senin Sore (21/12/ 2009) dari kampus Politeknik, tempat beliau mengajar setelah menyerang beliau dengan pukulan.
Sebelumnya aparat keamanan Otoritas Palestina melakukan tindakan biadab yang tidak bisa digambarkan kecuali sebagai rencana pembunuhan dengan sengaja ketika aparat keamanan menembakkan peluru tajam ke mobil beliau dan menabraknya. Sebelumnya aparat keamanan juga mengancam beliau seperti layaknya geng jalanan karena gagal menculik beliau dari rumah pada hari Rabu tengah malam lalu.
Negara-negara yang lebih kuat sekalipun tidak bisa menghentikan Hizbut Tahrir dan para syabab-nya, dari berjalan di jalan kebangkitan umat Islam dan membebaskannya dari segala bentuk subordinasi, penjajahan dan kelemahan. Lalu bagaimana mungkin Otoritas yang hanya merupakan tangan keamanan bagi negara Yahudi, dan tunduk pada instruksi-instruksi Jenderal Amerika Dayton yang baunya menusuk hidung akan bisa memalingkan Hizb dari tujuannya?!
Penahanan Sheikh Faisal Bukti Obama Terus Perangi Islam
Hizbut Tahrir Afrika Timur (Kenya) mengecam penangkapan Sheikh al-Faisal. Dalam pernyataan pers yang dikeluarkan perwakilan Media HT Afrika Timur (18 Muharram 1431 Hijriyah / 04/01/2010) disebutkan penangkapan ini menunjukkan AS di bawah pimpinan Obama terus memerangi umat Islam atas nama perang melawan terorisme. Amerika menekan banyak negara untuk membuat undang-undang khusus untuk memerangi ‘teror’. Yang paling menyakitkan adalah bahwa para diktator korup di banyak negara Muslim, yang memerintah umat Muslim dengan tangan besi karena dukungan dari Amerika Serikat atau negara Barat lainnya, juga memberlakukan undang-undang seperti itu yang digunakan untuk mempermalukan dan menyiksa umat Islam, pria dan wanita, tua dan muda, dan bahkan bayi yang menghadapi kekejaman yang dilakukan atas nama perang melawan teror. Penangkapan Sheikh Abdullah Al-Faisal oleh satuan keamanan Kenya yang disebut sebagai polisi anti-teror adalah satu bukti paling jelas bahwa umat Islamlah target sesungguhnya dari apa yang disebut sebagai perang melawan terror ini.
Survey YouGov: 40% Mahasiswa Muslim Inggris Mendukung Syariah
Dalam sebuah hasil survey yang dilakukan YouGov terungkap hasil yang cukup mengejutkan: dua perlima (40%) dari mahasiswa Muslim yang disurvei mendukung diterapkannya syariah menjadi undang-undang bagi Muslim Inggris; sepertiga (33%) dari mahasiswa Muslim yang disurvei mendukung diterapkannya Kekhalifahan di seluruh dunia yang didasarkan pada hukum syariah. Mayoritas (58%) dari anggota aktif masyarakat Islam kampus mendukung ide ini.
Selama ini gerakan Islam di kampus Inggris yang sangat gencar menyerukan syariah dan Khilafah adalah Hizbut Tahrir. Kelompok Liberal telah menggunakan berbagai cara untuk mencegah berkembanganya Hizbut Tahrir di kampus-kampus Inggris. Namun, tampaknya upaya itu tidak berhasil. Meskipun belum menjadi suara mayoritas, dukungan mahasiswa Inggris terhadap syariah dan Khilafah semakin meningkat.
Ulama Yaman: Wajib Jihad Kalau Amerika Menyerang Yaman
Dewan Ulama Yaman telah membuat seruan untuk berjihad pada hari Kamis (14/01) jika pasukan asing, termasuk AS dan Inggris, bergabung dalam perang menyerang Yaman. “Jika ada pihak bersikeras melakukan agresi, atau menyerang negara, maka menurut Islam, jihad menjadi wajib,” kata sebuah pernyataan yang ditandatangani oleh 150 ulama.
Pergolakan di Yaman mencerminkan konflik global dengan memanfaatkan isu dan agen-agen lokal Hal ini tampak dari pernyataan Deputi Menteri Luar Negeri Inggris untuk urusan Timur Tengah Evan Louis saat bertemu dengan Duta Besar Yaman di London pada 24 November 2009. Ia menunjuk keterlibatan Iran dalam peristiwa di Yaman. “Apa yang terjadi di Yaman adalah perang proxy,” ujar Evan Louis.
Lebih lanjut, Menteri Inggris dalam waktu yang hampir bersamaan mengadakan pertemuan dengan para lawmakers Inggris untuk menjelaskan situasi di Yaman. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Timothy Achille Torlot (Duta Besar Inggris untuk Yaman) juga dibicarakan tentang peran Iran di sana dan berkata, “Ada pengaruh Iran dalam batas tertentu.” [Farid Wadjdi; dari berbagai sumber].