HTI

Dunia Islam (Al Waie)

Pakistan: Raksasa yang Terlelap (Laporan Adnan Khan dari Pakistan)

Saat ini Pakistan didiami oleh 6 juta penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun. Mereka telah menyaksikan kenangan sejarah saat terpisahnya India menjadi Pakistan. Banyak di antaranya selamat dari perjalanan yang berbahaya antara Amritsar ke Lahore, meninggalkan rumah dan penghasilannya untuk hijrah ke tanah baru yang dinamakan Pakistan. Terbentuknya Pakistan, yang dipenuhi dengan kisah perjuangan dan pengorbanan, adalah materi pelajaran sejarah yang diajarkan kepada semua anak didik, dan setiap warga Pakistan akan mampu menceritakannya kembali. Meskipun lebih dari separuh populasi Pakistan berumur kurang dari 15 tahun, setiap warga Pakistan akan selalu mengingat warisan sejarah terbentuknya negeri mereka di benak mereka yang terdalam.

Setelah lebih dari 60 tahun, tentu ada sesuatu yang benar-benar tidak beres dengan Pakistan. Tujuh puluh dua persen penduduk Pakistan hidup hanya dengan 2 dolar perhari dan 40% penduduk tidak memiliki akses penggunaan listrik. Saya baru menyadarinya ketika meninggalkan Bandara Internasional Benazir Bhutto di Islamabad. Situasi tampak semakin parah ketika saya meninggalkan Ibukota. Anak-anak dengan telanjang kaki berkeliaran di pinggir jalan dan bau menyengat keluar dari got.

Infrastruktur Pakistan pada umumnya tidak terbangun dengan baik. Banyak jalan rusak dan banyak daerah pedesaan yang tidak memiliki jalan, padahal mayoritas wilayah negeri ini adalah pedesaan. Pemerintah ironisnya sangat membanggakan kenyataan bahwa mayoritas warganya memiliki telepon seluler (termasuk pembantu yang membersihkan rumah keluarga saya).

Sebagai tamu di negeri ini, saya selalu mempertanyakan banyak hal kepada siapapun yang ingin mendengar tentang apa yang salah di Pakistan (dan mayoritas warga sangat senang bicara politik). Jawaban yang selalu berulang adalah kegagalan kepemimpinan yang berulang. Mereka yang berumur lebih dari 65 tahun dan menyaksikan timbul-tenggelamnya pemerintahan militer Pakistan tidak memberikan pujian apapun bagi pemerintahnya. Sebagaimana yang dituturkan oleh sesepuh keluarga, ia menjelaskan bahwa negara yang amburadul seperti ini membuka peluang besar untuk mencari uang dengan terjun ke kancah politik. Banyak sekali politisi seperti ini yang masuk ke pemerintahan sebagai kesempatan memperkaya diri ketimbang menjadi negarawan sejati.

Di negara yang berantakan seperti ini semua orang bersikap egois. Ledakan bom yang terjadi dimana-mana mulai mempengaruhi kinerja warga. Ketika ledakan terjadi secara lebih sering dan acak, kebanyakan warga memilih untuk tetap tinggal di rumah dan menyibukkan diri dengan perdebatan tentang politik negeri mereka. Isu yang beredar mengatakan bahwa Amerika berada di belakang pengeboman tersebut untuk menyebar teror melalui agen keamanan swasta Blackwater. Saya juga mempertanyakan isu tersebut dan juga mengatakan bahwa Taliban tidak akan mengebom masjid. Saya diberitahu bahwa para ulama Pakistan mengancam kampus yang membiarkan mahasiswinya mengenakan rok mini. Ada juga informasi yang mengatakan bahwa Taliban sudah lama membidik target di distrik merah/maksiat di kota Lahore. Yang jelas, warga Pakistan tidak percaya bahwa Taliban bertanggung jawab atas ledakan bom yang terjadi karena mereka sudah paham psikologi Taliban yang cenderung membidik tempat maksiat ketimbang membom masjid seperti yang selama ini terjadi.

Kegagalan pemerintah dan korupsi membuat banyak kalangan menjadi pesimis akan terjadinya perubahan yang positif bagi Pakistan. Masyarakat yang cenderung sibuk untuk sekadar bisa mempertahankan hidup dengan sesuap nasi tentu akan merasa pesimis untuk mengharap perubahan. Masyarakat yang sama inilah yang dicekoki dengan pandangan bahwa Pakistan adalah lemah dan Barat adalah adidaya. Para penguasa yang telah menjual harkat dan martabat negeri ini dengan memperkaya diri mereka adalah yang paling bertanggung jawab terhadap rendahnya rasa percaya diri rakyatnya.

Pada saat yang sama, Islam masih mengakar di hati setiap warga Pakistan dan masih banyak yang berharap agar Islam menjadi tegak kembali. Sayang, politisasi Islam oleh para politisi Pakistan yang tidak bertanggung jawab selalu menampilkan Islam sebagai sistem kerohanian (ritual) ketimbang sebagai sistem politik yang mengorganisasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Inilah salah satu alasan mengapa ada kalangan yang mendukung pemerintahan Taliban.

Memang banyak Muslim yang menganggap pemahamam Taliban terhadap Islam sebagai pemahaman yang telalu sederhana. Namun, mayoritas warga Pakistan menyatakan bahwa Taliban adalah Islam dan Taliban mendukung Islam. Maka dari itu, tidak aneh kalau wartawan asing menganggap rakyat Pakistan memiliki rasa emosional yang terlalu tinggi sehingga perlu diajari berpikir rasional. Karena mayoritas warga tidak berbahasa Arab, maka mereka bergantung pada pemahaman para ulamanya tentang Islam. Namun, akibat kemunduran umat selama 300 tahun terakhir, para ulama pun kurang memahami Islam sebagai satu sistem yang komprehensif tentang masyarakat yang mengatur sistem ekonomi, pemilihan dan penuntutan tanggung jawab dari penyelenggara negara dan relasi pria dan wanita.

Sebelum meninggalkan Pakistan, saya menjelaskan kepada beberapa kalangan bahwa Pakistan sebenarnya menduduki tambang emas. Rezim Barat memahami benar hal ini sehingga para pembuat kebijakan Amerika selalu memonitor perubahan yang terjadi di Pakistan karena mereka mengkhawatirkan bahwa Pakistan memiliki potensi untuk bangkit. Kalangan intelektual Amerika pun melihat bahwa Pakistan lebih mencintai Islam ketimbang negeri-negeri Arab.

Pakistan yang memiliki sumber alam yang sedemikian besar memiliki posisi untuk berkembang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lain yang sudah terindustrialisasi sekalipun. Jerman dan Jepang terpaksa berekspansi karena kekurangan sumber alam dan penduduk yang sedikit. Pakistan tidak memiliki kelemahan tersebut. Para pemimpin negeri kapitalis selalu berusaha agar Pakistan tidak bangkit. Komunitas intelijen pada tahun 2004 memprediksi bahwa Khilafah akan bangkit pada tahun 2020, “Islam radikal akan memiliki pengaruh global yang penting…menyatukan etnis dan bangsa yang berbeda-beda dan bahkan membentuk pemerintahan yang melampaui batasan nasional…”

Karena itu, Pakistan harus memahami bahwa ia memiliki potensi untuk mengubah dirinya. Caranya adalah dengan mencapai kesatuan politik dengan seluruh umat Islam di dunia. Untuk itu, Pakistan harus menjadikan kembalinya kehidupan Islam dengan penegakan Khilafah sebagai tujuannya. Demikianlah sebagaimana yang telah dijanjikan Rasulullah saw. di dalam hadisnya, bahwa Khilafah akan kembali tegak [Rusydan; http://www.khilafah.com/index.php/comment/8363-pakistan-the-sleeping-giant]

Insert :

Potensi Kekuatan Pakistan

● Memiliki cadangan tembaga kelima terbesar dunia di Baluchistan.

● Memilikia tambang batubara di Sindh sebagai tambang terbesar di dunia. Pakistan memiliki cadangan terbesar batubara setelah AS. 175 miliar ton batubara setara dengan 618 miliar barel minyak mentah.

● Memiliki 25,1 seribu biliun kubik cadangan gas alam. Pakistan saat ini memiliki jumlah kendaraan yang menggunakan gas yang dikompresikan terbanyak di dunia.

● Memiliki program rudal balistik tahap lanjut disamping program nuklir.

● Memiliki program angkasa luar ‘Komisi Riset Angkasa dan Atmosfir (SUPARCO)’.

● Mengembangkan pesawat intai nir awak yang dikenal dengan nama ‘Uqaab’.

● Memproduksi 21 juta ton gandum yang lebih banyak dibanding Afrika (20 juta ton) dan seluruh Amerika Latin (24 juta ton).

● Produsen terbesar ‘Ghee’ (mentega), kedua terbesar produser kacang, daging kerbau, susu; produser terbesar ketiga sayur Okra, 4 terbesar produser buah aprikot, kapas, susu kambing, dan buah mangga; kelima terbesar produser susu, bawang, dan tebu; 6 terbesar produser kurma, dan 7 terbesar produser buah-buahan tropis. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*