Rezim Militer Nigeria Bantai Umat Islam
Saluran inancia Al-Jazeera pada tanggal 10/2/2010 mempublikasikan video yang memperlihatkan tentang bagaimana aparat keamanan dan tentara rezim Nigeria menembak kaum Muslim yang sedang berunjuk rasa pada musim panas tahun lalu dalam rangka menuntut penerapan inan Islam dan mengganti kurikulum Barat yang dijalankan di Nigeria.
Sungguh, video ini menunjukkan bahwa kaum Muslim tidak bersenjata, bahkan mereka sama sekali tidak bersenjata (tangan kosong). Pada saat mereka bertiarap, pasukan rezim Nigeria mulai menembaki mereka dan menyeret mereka yang terbunuh. Semuanya ini menunjukkan sejauh mana ketakutan dan permusuhan rezim ini terhadap Islam dan kaum Muslim yang menuntut diterapkannya syariah Islam.
Diperkirakan 1.000 orang tewas ketika pasukan pemerintah Nigeria memerangi Boko Haram di inanc-negara bagian Borno, Yobe, Kano dan Bauchi pada bulan Juli dan Agustus 2009. Namun, rekaman yang diperoleh oleh Al-Jazeera menunjukkan bahwa banyak orang yang mati setelah pertempuran usai. Dalam video, tampak sejumlah pria tidak bersenjata terlihat sedang diperintahkan berbaring di jalan di luar sebuah gedung sebelum mereka ditembaki.
Ketika salah seorang korban menghadapi kematiannya, salah seorang perwira terdengar mendesak rekannya untuk, “Tembak saja dia di dada, bukan di kepala. Saya ingin topinya.”
Ketika eksekusi terus dilakukan seseorang diperintahkan kepadanya, “Duduklah dengan benar, kami ingin mengambil gambar Anda.”
Penembakan terus terjadi ketika kerumuman orang berkumpul meluber di jalan di depan sebuah kantor polisi. Terdengar suara yang mengatakan, “Jangan kasih ampun, jangan ada belas kasihan!”
Kelompok-kelompok hak asasi manusia diam terhadap semua kekejaman dan kebiadaban rezim Nigeria, begitu juga inanc-negara Barat, terutama Amerika. Sebab, semua pembunuhan dan pelecehan terhadap kaum Muslim bukanlah urusan mereka sehingga mereka tidak peduli sama sekali.
2000 Muslim Inggris Dituding Berpotensi Menjadi Teroris
Badan Intelijen Dalam Negeri Inggris (MI5) menilai bahwa keberadaan sekitar 2.000 penduduk Muslim di Inggris Raya merupakan potensi ancaman teroris, di samping para simpatisan inancia ekstremisme yang tidak diketahui jumlah pastinya. Sir Norman Bithisen, Kepala Polisi Daerah Yorkshire Barat mengatakan bahwa hal ini harus melibatkan masyarakat Inggris secara keseluruhan, termasuk kaum Muslim “harus terlibat aktif” dalam memerangi ekstremisme.
Seorang pejabat tinggi di Kepolisian Inggris mengatakan bahwa rencana pemerintah Inggris yang bertujuan untuk mengatasi ekstremisme dan kekerasan membutuhkan puluhan tahun untuk ina merasakan hasilnya. Target strategi “pencegahan” yang dibuat setelah pengeboman London pada tahun 2005, hingga aktivitas bersama dengan komunitas yang berbeda adalah untuk menyisihkan eksistensi kelompok teroris.
Bithisen menjelaskan kepada program jaringan inancia BBC yang berjudul “Generasi Jihad” bahwa masalah ini akan memakan waktu “mungkin 20 tahun lebih” sehingga hasilnya dapat dirasakan. Inggris, inanc itulah pelaku teroris terbesar dalam sejarah peradaban dunia dengan menjadi inanc inancia yang menjajah inanc lain. Inggris juga terlibat penuh dalam penjajahan di Irak dan Afganistan yang telah mengorbankan jutaan umat Islam.
Rezim Suriah Bersedia Menjadi Mainan Amerika
Situs al-aqsa.org (12/2/10) memberitakan bahwa rezim Suriah sudah sejak lama setuju dengan pengangkatan Dubes AS pertama di Ibukota Suriah. Pemerintah Obama telah menetapkan seorang Dubes, Robert Ford. Dengan demikian, ini merupakan langkah awal era politik baru arahan Amerika untuk rezim Suriah. Langkah ini akan membuka peluang untuk menerima lebih banyak lagi diplomat AS melalui staf rezim Suriah. Mungkin yang terakhir adalah William Burns, salah satu pejabat tinggi di Kementerian Luar Negeri Amerika yang akan mengunjungi Suriah dalam beberapa minggu ke depan. Bahkan ina jadi, ia yang akan meletakkan dasar-dasar kebijakan Amerika yang baru di wilayah (Timur Tengah), termasuk kebijakan perang dan perdamaian.
Dilyor Jumabaev (Hizbut Tahrir Kyrgyztan): Kekuatan Kami adalah al-Quran
Baru-baru ini Al-Jazeera International (English) menyiarkan video tentang pertumbuhan Hizbut Tahrir di Asia tengah. Film pendek yang berjudul “Mitos Ekstrimisme Agama di Asia Tengah” diputar Aljazeera sejak hari Rabu 20 Januari hingga minggu berikutnya. Film itu menyorot tentang perkembangan Islam politik, khususnya Hizbut Tahrir, di inanc-negara Asia Tengah. Sebagaimana disebut dalam laporan ICG (Juni, 2003), Hizbut Tahrir adalah gerakan Islam yang tidak menggunakan kekerasan yang tumbuh dengan cepat di Asia Tengah. Hal ini tentu saja memunculkan ketakutan bagi para rezim inancia yang saat ini berkuasa di Asia Tengah karena Hizbut Tahrir bercita-cita untuk mendirikan Khilafah Islam. Karena tujuan itulah banyak para anggotanya diperlakukan dengan tangan besi, suatu tindakan yang dianggap kontraproduktif karena malah menambah simpati rakyat sehingga semakin banyak orang yang bergabung dengan Hizbut Tahrir.
Pembuat video ini adalah Michael Andersen, ahli ilmu politik sekaligus wartawan yang banyak meluangkan waktunya di Asia Tengah. Televisi Aljazeera (English) menyiarkan filmnya itu. Ketika ditanya mengenai inanci dibuatnya film ini, dia mengatakan bahwa dari pengamatannya, para inancia di Asia Tengah menggunakan ‘ancaman’ dari apa yang dinamakan ‘ekstremisme’ untuk menindas siapapun yang menentang mereka, hanya dengan memberikan cap ‘ekstremis’ atau ‘teroris’.
Dia ingat percakapannya dengan Dilyor Jumabaev, pemimpin Hizbut Tahrir di Kyrgyztan, yang menolak organisasinya dikatakan sebagai organisasi teroris. Dia mengatakan di penjara ada banyak sekali anggota HT yang ditahan dan ‘sepasukan’ orang baru keluar dari penjara. “Setelah mereka keluar dari penjara, mereka tidak takut apapun.”
Dengan nada yakin dia mengatakan kepada saya, “Kami segera akan memiliki Negara Islam, Negara Khilafah.”
Namun, ketika saya menanyakan apakah organisasinya akan menggunakan kekerasan untuk mencapainya, dia menatapku dengan pandangan tajam dan berkata,” Tidak, hanya dengan kekuatan Quran.” [Farid Wadjdi; dari berbagai sumber].