Sekularisasi dan liberalisasi di Dunia Islam tidak hanya merusak kehidupan dan struktur sosial kaum Muslim, lebih jauh dari itu keduanya juga mengubah mainstream berpikir mayoritas umat Islam. Awalnya mereka memandang agama Islam sebagai sesuatu yang suci dan harus dilindungi. Namun kemudian, cara pandang mereka berubah, yakni justru ingin melepaskan diri dari kendali agama.
Pelan namun pasti, sebagian besar umat Islam mulai masuk ke dalam perangkap berpikir pragmatis-sekular-liberal dan mulai melupakan sudut pandang hakiki mereka, yakni akidah Islam. Akibatnya, umat mulai lengah dan teledor dalam menjaga akidahnya. Bahkan sebagian mereka tidak lagi memandang akidah Islam sebagai perkara penting yang harus dijaga dan dilindungi. Mereka ini telah hanyut diterjang derasnya arus sekularisasi dan liberalisasi.
Sekularisasi dan liberalisasi tidak hanya melenyapkan hampir 2/3 syariah Islam yang mengatur urusan negara dan publik. Keduanya juga merobohkan sendi-sendi dasar agama Islam (akidah Islam). Sebab, di balik sekularisasi-liberalisasi ada proses pemurtadan besar-besaran dari agama Islam. Sayang, hal ini belum disadari oleh mayoritas umat Islam. Pasalnya, pemahaman mereka terhadap konsepsi kemurtadan itu sendiri sempit. Murtad dari Islam hanya dipahami sebatas jika seorang Muslim masuk ke dalam agama Nasrani, Yahudi, Budha, Hindu atau aliran-aliran sesat yang saat ini tumbuh bagai cendawan di musim hujan. Mereka lupa, menyakini dan mengamalkan sekularisme-liberalisme termasuk murtad dari Islam, seperti halnya menyakini kebenaran konsep trinitas, panteisme, sosialisme dan ateisme. Jika seorang Muslim telah murtad dari Islam sesungguhnya ia telah menjadi bagian orang-orang kafir yang seluruh amal perbuatannya di dunia sia-sia belaka. Mereka kelak akan kekal hidup di dalam neraka.
Urgensitas Akidah Islam
Akidah Islam merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi seorang Muslim. Sebab, ia adalah pangkal dari seluruh keluhuran dan kebajikan. Tanpa iman, manusia laksana bangkai hidup yang tak memiliki nilai dan harga sedikitpun. Atas dasar itu, Allah dan Rasul-Nya telah mewajibkan seorang Muslim untuk menjaga akidahnya dengan sungguh-sungguh dalam keadaan dan kondisi bagaimanapun.
Urgensitas akidah bagi seorang Muslim dapat dilihat dalam hal-hal berikut ini:
Pertama: Akidah Islam adalah prasyarat amal perbuatan manusia diterima Allah SWT. Tanpa iman, perbuatan sebanyak dan sebaik apapun tidak akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Al-Quran telah menyatakan masalah ini dengan sangat jelas:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا
Orang-orang kafir itu, amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi jika ia mendatanginya, ia tidak mendapati apapun (QS an-Nur [24]: 39).
Ayat di atas menjelaskan bahwa perbuatan orang-orang kafir tidak akan mendapatkan balasan dari Allah SWT kelak di akhirat karena perbuatan mereka tidak didasarkan pada keimanan.
Kedua: Ada perintah dari Allah SWT dan Rasul-Nya agar kaum Muslim senantiasa menjaga keimanan dan keislamannya hingga akhir hayat. Al-Quran telah menyatakan ketentuan ini di banyak ayat, salah satunya adalah firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan Muslim (QS Ali Imran [3]:102).
Ketiga: Rasulullah telah saw. melarang kaum Muslim untuk menaati para penguasa yang memerintahkan kemaksiatan dan para penguasa yang telah keluar dari agama Islam. Nabi saw. juga telah memerintahkan kepada kaum Muslim untuk memerangi para penguasa tersebut. Padahal pada ayat lain, Allah SWT dan Rasul-Nya telah mewajibkan kaum Muslim menaati penguasa. Ini menunjukkan bahwa menjaga keimanan harus mendapatkan prioritas utama. Nabi saw. bersabda:
دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
Nabi saw. pernah mengundang kami. Lalu kami mengucapkan baiat kepada beliau dalam segala perkara yang diwajibkan atas kami, bahwa kami berbaiat kepada beliau untuk selalu mendengarkan dan taat (kepada Allah dan Rasul-Nya), baik dalam rela atau benci, dalam keadaan susah ataupun mudah. Beliau juga menandaskan kepada kami untuk tidak mencabut suatu urusan (kekuasaan) dari ahlinya, kecuali jika melihat kekufuran secara nyata dan memiliki bukti yang kuat dari Allah (HR al-Bukhari).
Allah SWT juga telah memerintahkan kaum Muslim untuk tidak mengikuti dan menaati orang-orang kafir dan munafik agar akidah mereka senantiasa terjaga dan terpelihara. Allah SWT berfirman:
وَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ وَدَعْ أَذَاهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا
Janganlah kamu menuruti orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu. Janganlah kamu menghiraukan gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai Pelindung (QS al-Ahzab [33]: 48).
Peran Keluarga
Walaupun keluarga dianggap entitas terkecil dari masyarakat, peran dan andilnya dalam menjaga akidah tidak bisa dianggap remeh. Bahkan saat ini, pada saat umat Islam tidak bisa berharap banyak kepada masyarakat dan negaranya, keluarga adalah benteng pertahanan yang bisa dihandalkan untuk melindungi akidah generasi Muslim. Pasalnya, keluarga adalah tempat seorang anak pertama kali bersinggungan dengan pengetahuan, kebiasaan dan perilaku tertentu yang kelak sangat menentukan cara pandang, kebiasaan dan perilakunya di tengah-tengah masyarakat.
Peran orangtua Muslim dalam menjaga akidah generasi adalah: Pertama, menjadikan rumah sebagai tempat dan sarana untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian islami pada diri anak (takwin wa tanmiyah asy-syakhshiyyah al-islâmiyyah). Dengan itu anak mampu membentengi dirinya dari pengaruh-pengaruh buruk yang ada di sekitarnya.
Kedua, membangun relasi islami di antara anggota keluarga dan lingkungan sekitar dengan cara menerapkan syariah Islam dalam lingkup individu dan keluarga; juga bersama keluarga-keluarga lain bahu-membahu menciptakan suasana islami serta menegakkan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah keluarga dan lingkungan sekitar.
Ketiga, melakukan edukasi dini yang ditujukan untuk: (1) menanamkan pokok-pokok akidah Islam pada diri anak hingga anak menjadikan akidah islamiyah sebagai tolok ukur tindakannya; (2) memahamkan hukum-hukum syariah pada diri anak agar ia memahami pentingnya terikat dengan syariah Islam dalam seluruh amal perbuatannya; (3) membangun militansi anak sehingga anak berani melakukan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakatnya serta mengubah semua hal yang bertentangan dengan ajidah dan syariah Islam.
Peran Negara
Syariah Islam telah menetapkan negara sebagai institusi yang bertanggung jawab sepenuhnya dalam menjaga akidah umat, melaksanakan hukum-hukum syariah dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw.:
اَلإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Pemimpin itu adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR al-Bukhari).
Tugas pengurusan rakyat tidak akan sempurna jika pemimpin negara tidak ikut campur dalam mengelola dan mengatur urusan-urusan rakyat, termasuk di dalamnya urusan menjaga akidah umat. Campur tangan negara dalam melindungi akidah umat adalah mutlak demi menjaga individu dan masyarakat secara keseluruhan. Pandangan seperti ini tentu saja berbeda dengan pandangan kaum sekularis-liberalis terhadap kedudukan dan fungsi negara. Kelompok sekuleris-liberalis—demi mewujud-kan hak-hak individu dan kebebasan—telah menempatkan negara sebagai wasit (penengah) yang hanya dibutuhkan tatkala ada konflik di tengah-tengah masyarakat. Selebihnya negara tidak boleh ikut campur dalam urusan-urusan rakyat. Bagi kelompok sesat ini, kebebasan individu adalah perkara sakral yang harus dilindungi oleh negara dengan cara membebaskan individu dari kendali dan campur tangan negara. Sebab, kebebasan individu tidak akan bisa diwujudkan jika negara turut campur dalam mengendalikan urusan-urusan individu.
Pandangan semacam ini tentu bertentangan secara diametrikal dengan Islam. Islam memandang bahwa akidah dan syariah Islam adalah perkara penting yang harus ada dan tetap eksis di tengah-tengah masyarakat. Negara adalah institusi yang bertugas mewujudkan pandangan ini. Atas dasar itu, negara tidak akan mentoleransi paham, aliran atau sistem hukum yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam semacam Bahaisme, Ahmadiyah dan aliran-aliran sesat lainnya. Negara juga tidak akan mentoleransi perbuatan-perbuatan yang menyalahi akidah dan syariah Islam, semacam free sex, pelacuran, privatisasi harta milik umum, kebebasan berpendapat dan lain sebagainya. Imam Muslim menuturkan sebuah hadis dari Nu’man bin Basyir ra., bahwa Nabi saw. pernah bersabda:
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنْ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا
Perumpamaan masyarakat yang menjaga ketentuan-ketentuan Allah dan pelanggarnya adalah seperti suatu kaum yang diundi di atas sebuah kapal. Sebagian ada yang berada di atas kapal, sebagian lainnya berada di bawah kapal. Jika orang-orang yang ada di bawah kapal hendak mengambil air minum, ia harus melalui orang-orang yang berada di atas kapal. Bisa saja orang yang ada di bawah kapal berpendapat, “Seandainya kami melubangi bawah kapal, tentu kami tidak akan mengganggu orang yang ada di atas kapal.” Jika orang-orang yang berada di kapal tersebut tidak mencegah perbuatan orang yang ada di bawah kapal, niscaya binasalah seluruh orang yang berada di kapal tersebut. Namun, jika mereka mencegahnya, selamatlah seluruh orang yang ada di kapal tersebut (HR Muslim).
Hadis ini menjelaskan bahwa keselamatan sebuah masyarakat hanya bisa diwujudkan jika setiap individu masyarakat berjalan di atas hukum-hukum Allah dan ada aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat. Agar setiap individu masyarakat berjalan di atas hukum-hukum Allah dan pencegahan terhadap setiap bentuk kemaksiatan bisa berjalan secara maksimal, negara mutlak harus turut campur. Pasalnya, kemampuan individu atau sekelompok individu dalam menegakkan yang makruf dan mencegah kemungkaran amatlah terbatas. Bahkan dalam batas-batas tertentu, individu dan masyarakat tidak mampu melenyapkan semua kemaksiatan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, negara harus melibatkan diri dan turut campur agar dua tujuan tersebut bisa diwujudkan di tengah-tengah masyarakat.
Dari sini dapat dipahami, bahwa memberikan kebebasan kepada setiap individu masyarakat untuk bertindak dan berbuat apapun adalah pandangan yang jelas-jelas sesat dan membahayakan. Selain akan merusak nilai-nilai luhur (Islam) yang ada di tengah masyarakat, kebebasan individu juga akan menjurumuskan masyarakat ke dalam kehancuran dan kebinasaan. Untuk itu, pandangan kaum sekular-liberalis yang ingin membebaskan kendali negara dari urusan-urusan rakyat harus ditolak.
Dalam menjaga akidah umat, peran negara adalah sebagai berikut:
● Menanamkan akidah Islam yang sahih melalui pendidikan yang diselenggarakan di seluruh wilayah kekuasaan negara mulai dari pendidikan tingkat dasar, menengah hingga tingkat tinggi. Negara wajib menjadikan akidah dan syariah Islam sebagai acuan untuk menyusun kurikulum pendidikan formal dan informal.
● Membangun kesadaran politik masyarakat hingga mereka tanggap terhadap setiap upaya yang ditujukan untuk menghancurkan akidah Islam, semacam munculnya gerakan atau partai politik yang menyebarkan sekularisme, liberalisme, sosialisme, marxisme, demokrasi dan paham-paham kufur lainnya.
● Menjatuhkan sanksi yang sangat berat terhadap individu atau kelompok yang berusaha menyebarkan paham-paham sesat. Negara bisa saja menjatuhkan sanksi hingga taraf hukuman mati bagi siapa saja yang berusaha mempropagandakan paham-paham sesat semacam Kelompok Liberal, Ahmadiyah, Bahaiyah, Ingkarus Sunnah dan kelompok sesat lainnya.
Kesimpulan
Negara harus berperan aktif dan turut campur dalam melindungi akidah umat dari setiap upaya yang ditujukan untuk menggerus, menistakan dan melenyapkan akidah Islam. Salah satu peran aktif dalam menjaga akidah umat adalah menerapkan sanksi bagi siapa saja, baik kelompok maupun individu, yang ingin merusak kesucian dan eksistensi akidah Islam. Semua ini hanya mungkin dilakukan jika syariah Islam diterapkan secara total dalam sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah ’ala minhâj an-Nubuwwah.
Wallâh al-Hâdi al-Muwaffiq ilâ aqwâm ath-tharîq. []