HTI

Dari Redaksi (Al Waie)

Sikap Lemah Terhadap Penjajah

Akhirnya, rencana kedatangan Obama bulan Maret lalu—setidaknya hingga tulisan ini dibuat—dipastikan ditunda hingga bulan Juni depan. Ini berarti penundaan untuk yang kedua kalinya. Meski gagal, rencana kedatangan Obama telah menunjukkan kepada kita bagaimana sikap lemah pemimpin negeri ini terhadap penjajah. Padahal sangat jelas AS adalah muhârib[an] fi’l[an] yang secara langsung menduduki, membunuh serta menyiksa umat Islam dalam perang mereka di Irak, Pakistan dan Afganistan. Amerika juga secara nyata telah mendukung Zionis Israel yang menjajah dan membunuh kaum Muslim di Palestina. Di Indonesia, AS menjadi pelaku perampokan kekayaan alam Indonesia mulai dari Aceh hingga Papua.

Namun, kita menyaksikan bagaimana pemimpin negeri ini telah siap-siap menyambut sang pembantai umat Islam itu sebagai tamu terhormat, meski kemudian gagal datang. Bahkan ada yang menyatakan umat Islam masih membutuhkan Amerika karena negara adidaya. Pernyataan ini menyakitkan. Bagaimana seorang Muslim menyatakan bahwa umat ini membutuhkan pembunuh mereka dan perampok kekayaan alam negeri Islam?

Hal ini mencerminkan sikap pengecut, lemah dan ketergantungan pemimpin negeri ini kepada musuh-musuh kita. Padahal Allah SWT dengan sangat tegas telah melarang kita menjadikan musuh-musuh Allah menjadi wali, penolong, pemimpin dan sahabat umat Islam (QS Ali Imran [3]: 118).

Allah SWT juga telah melarang kita cenderung kepada orang-orang zalim yang akan mengantarkan kita pada siksa api neraka (QS al-Hud [11]: 113). Cenderung kepada orang yang zalim saja sudah diharamkan oleh Allah SWT, apalagi jika bersahabat dan menjadikan mereka sebagai tamu terhormat. Dalam Tafsîr Jalâlayn dijelaskan: cenderung kepada orang yang zalim itu berarti memiliki kecondongan hati kepada orang-orang yang zalim dengan rasa cinta dan berbaik-baik dengan mereka atau ridha terhadap perbuatan mereka.

Sikap pengecut para penguasa negeri Islam terhadap penjajah inilah yang membuat penjajahan atas negeri-negeri Islam terus berlangsung. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari apa yang digambarkan oleh Rasulullah saw. sebagai penyakit ‘al-wahn’ yang menjangkiti umat Islam, yakni penyakit cinta dunia dan takut mati. Inilah yang membuat umat Islam yang jumlahnya banyak itu lemah bagaikan buih di lautan.

Penyakit al-wahn ini pula yang membuat seorang Muslim menggadaikan idealismenya demi jabatannya dalam sistem kufur yang rapuh dan busuk. Ia menganggap jika kita menerima Obama tidak masalah. Padahal pemerintah AS yang sekarang ini dipimpin oleh Obama pun telah membunuh jutaan umat Islam di berbagai kawasan dunia. Rasulullah saw. sendiri menegaskan betapa berharga nyawa seorang Muslim hingga beliau bersabda, “Hancurnya bumi beserta isinya adalah lebih ringan bagi Allah dibandingkan dengan terbunuhnya seorang Muslim.”

Al-Wahn ini pula yang telah membuat seorang Muslim tidak merasa berdosa jika menerima Obama. Padahal Obama telah menjadi pembela setia Israel, bahkan berjanji dengan segala cara untuk mewujudkan mimpi Israel. “Saya berjanji kepada Anda bahwa saya akan melakukan apapun yang saya bisa dalam kapasitas apapun untuk tidak hanya menjamin kemanan Israel tapi juga menjamin bahwa rakyat Israel bisa maju dan makmur dan mewujudkan banyak mimpi yang dibuat 60 tahun lalu,” kata Obama dalam sebuah acara yang disponsori oleh Kedutaan Besar Israel di Washington untuk menghormati hari jadi negara Israel yang ke-60.

Satu hal yang kita lupakan, kemuliaan kita bukanlah bergantung kepada orang-orang kafir, apalagi penjajah umat Islam. Di dalam al-Quran Allah SWT berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا

Siapa saja yang menghendaki kemuliaan, maka milik Allahlah kemuliaan itu semuanya (QS Fathir [35]: 10).

Terkait ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya: Siapa saja yang menginginkan al-‘izzah (kemuliaan, kedudukan, kemenangan) di dunia dan di akhirat, maka ia harus terikat dengan ketaatan kepada Allah SWT.

Sangat jelas kemuliaaan akan kita raih kalau kita bersandar kepada Allah SWT dengan menaati perintah-Nya. Dengan cara itu kita bisa lepas dari penjajahan. Penjajahan terjadi karena kita tidak taat pada syariah-Nya. Kita terpecah-belah, tidak bersatu. Padahal Allah SWT memerintahkan kita untuk bersatu dengan dasar akidah Islam tanpa melihat bangsa, warna kulit, ras atau geografinya.

Penjajahan ekonomi terjadi karena kita menggunakan prinsip-prinsip kapitalis ribawi dalam perekonomian kita yang dengan keras dilarang Allah SWT. Mata uang kita rentan menghadapi guncangan akibat kita masih menginduk pada dolar. Padahal dinar (emas) dan dirham (perak)—mata uang yang berdasarkan syariah—akan lebih menjamin stabilitas mata uang.

Demikian juga eksploitasi terhadap kekayaan alam kita terjadi. Itu karena kita melanggar syariah Islam yang menyatakan barang tambang yang jumlahnya melimpah adalah milik umum (al-milkiyah al-‘ammah) yang tidak boleh diberikan kepada individu, apalagi swasta asing. Milik umum harus dikelola oleh negara dengan baik dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan rakyat.

Kita juga masih dijajah karena kita masih tunduk pada para penguasa yang menjadi kaki tangan asing, yang dengan rela menjual negaranya, bahkan membiarkan rakyatnya terbunuh, untuk menyenangkan tuan-tuan besarnya: penjajah kapitalis. Para penguasa antek seperti ini terpilih karena kita menggunakan sistem demokrasi yang menjadi alat penjajahan negara-negara imperialis untuk mendudukkan agen-agen mereka.

Belum cukupkah kita mengalami kesulitan dan kehinaan dengan kehidupan kita sekarang? Tidakkah kita merindukan kehidupan yang penuh dengan keberkahan di bawah naungan Khilafah yang menerapkan syariah Islam? Ataukah kita tetap diam, sementara kita dan anak-cucu kita terus menjadi korban konspirasi tangan-tangan kaum imperialis dan antek-antek mereka? Belum tibakah waktunya bagi kita untuk bergerak mengubah realita buruk ini dengan jalan melengserkan para penguasa komprador dan menegakkan pemerintahan Khilafah? [Farid Wadjdi]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*