HTI

Ibrah (Al Waie)

Buah Manis Penantian Para Mubalighah

Muktamar Mubalighah Indonesia (MMI) yang menyedot sekitar 6.500 peserta (Rabu, 31/04/2010) menyisakan catatan mengharukan. Perjuangan para peserta untuk bisa mengikuti acara akbar yang merupakan sejarah baru bagi aktivitas dakwah para Muslimah itu memang tidak ringan.

Berbagai tantangan dan hambatan harus ditaklukkan. Apalagi para mubalighah adalah juga para ibu rumah tangga, yang tak bisa begitu saja meninggalkan kewajibannya. Untuk itu, mereka harus bisa meyakinkan suami agar memberi izin, atau bahkan ikut menemani, mengkondisikan anak-anak agar tidak terlantar saat ditinggalkan; atau bahkan membawa serta mereka, sampai pengorbanan materi. Belum lagi mereka harus melakukan perjalanan jauh, baik melalui darat maupun udara, yang cukup menyedot energi dan dana.

Namun, demi memenuhi acara yang sarat dengan nuansa ruhiah dan perjuangan ini, berbagai tantangan ditaklukkan. Berikut potret perjuangan para mubalighah itu.

Tidak Tidur Semalam

Kafilah dari Kabupaten Sumedang, misalnya. Rombongan ini, mengikutsertakan pula para mubalighah dari Kecamatan Wado, sekitar 28 km dari ibukota Kabupaten Sumedang. Rombongan yang dipimpin Hj Euis Akbar, SH ini, harus menempuh perjalanan sekitar satu jam untuk sampai ke ibukota Kabupaten Sumedang, bergabung dengan rombongan lainnya.

Jarak Sumedang-Jakarta 225 km, biasanya ditempuh dalam waktu 4-5 jam lewat Tol Cipularang. Berangkat pukul 03:00 pagi pun sebenarnya tidak akan terlambat sampai di lokasi acara pada pukul 08:00 pagi. Namun, dengan bersemangat, para mubalighah sudah bersiap-siap mulai pukul 23:00 Selasa malam. Tepat pukul 00:30, setelah semuanya berkumpul, rombongan pun berangkat.

Menyusuri jalan darat pada malam hari membuat perjalanan seolah sekejap mata. Tak dinyana, pukul 04:00 menara Masjid Istiqlal sudah di depan mata. Praktis semalam suntuk para mubalighah ini tidak tidur, kecuali yang bisa memejamkan mata sejenak di dalam bus. Namun, rasa penat dan kantuk lenyap bersamaan dengan kumandang azan subuh. Setelah shalat berjamaah, rombongan meluncur ke Senayan.

Mereka pun harus antre satu jam untuk masuk arena MMI. Begitu masuk, rombongan sebanyak 57 orang itu pun terbelalak menyaksikan ribuan peserta sudah menyemut. Ustadzah Nani, salah satu mubalighah pun terpukau. “Alhamdulillah, ini adalah momen luar biasa! Saya bersyukur bisa datang. Ternyata Hizbut Tahrir hebat, mampu membuat acara sebesar ini,” ujarnya diaminkan Ustadzah Onih, Rochyamah dan Antri.

Ada tanda tanya besar dalam benak ibu-ibu ini ketika ada orasi yang disampaikan dalam bahasa Inggris dan Arab. Namun, hal itu tidak membuat mereka beranjak dari tempat duduk. Bahkan hingga acara usai pukul 15:30, para mubalighah seolah tak percaya bila itu harus berakhir. “Saya siap berjuang menegakkan syariah dan Khilafah. Saya yakin ini benar. Saya dukung sepenuhnya Hizbut Tahrir,” tukas Umi Annisa.

Antre Mandi di Feri

Tak kalah mengharukan adalah pengorbanan para mubalighah dari Provinsi Sumatera Selatan. Di antaranya dari Muara Enim, Prabumulih, Lubuk Lingau dan Palembang. Sebanyak 71 mubalighah ikut MMI, 11 naik pesawat dan 60 naik bus. Dua unit bus pun disiapkan panitia untuk melakukan perjalanan darat yang normalnya 18-20 jam. Untuk itu, mereka harus berangkat 20 April, sehari sebelum hari H. Mubalighah dari Lubuk Linggau sudah berangkat sejak 19 April untuk berkumpul di Palembang bersama rombongan. Ustadzah Zahro dan Ustadzah Mulyani dari Muara Enim, berangkat dengan meninggalkan anak yang akan ujian.

Di perjalanan, Allah SWT menguji kesabaran. Salah satu bus mengalami pecah ban dan kerusakan di daerah Tulang Bawang Lampung sehingga harus diperbaiki. Makan malam pun molor sampai pukul 22:00. Ujian belum berakhir, karena bus harus antre masuk kapal di Bakauheni selama dua jam. Masuk kapal baru pukul 03:00 dini hari, padahal sebelumnya peserta membayangkam sudah bisa istirahat di penginapan. Di feri, bukannya istirahat, peserta malah antre mandi dan ganti baju, meski harus adu argumen dengan para sekuriti. Alhamdulillah pukul 04:30 semua peserta sudah ganti baju, meski ada yang tidak sempat mandi. Setelah shalat subuh, kapal menepi pukul 05:00.

Ternyata ujian belum usai. Setelah masuk tol Jakarta, bus yang sering mengalami kendala, terpisah dan tersesat karena sopirnya tidak paham Jakarta. Beruntung setelah dipandu via telepon bus bisa sampai di Senayan pukul 08:30. Setelah sarapan dan daftar ulang, peserta masuk Senayan. Begitu mengikuti acara, segala lelah pun sirna.

Namun, lagi-lagi perjalanan pulang terkendala kerusakan bus. AC tidak nyala sehingga sepanjang Lampung utara sampai Palembang mubalighah harus berpanas-panasan. Beruntung, semua sampai kembali ke kampung masing-masing dalam kondisi selamat. Bahkan Hj Siti Zaleha, mubalighah yang saat berangkat kurang fit, seolah merasa sehat. “Saya tidak menyesal datang,” tegasnya.

Ustazdah Hj Halimah, SE dengan berlinang airmata menuturkan kekagumannya terhadap acara MMI dan pelayanan panitia yang sangat baik di perjalanan maupun di senayan. “Sampai-sampai air untuk di WC bus saja diperhatikan panitia,” katanya haru.

Ustazdah Hj. Megawati malah mengaku diperlakukan bak raja. “Baru kali ini saya mengikuti acara besar dan diperlakukan seperti raja. Mulai makan, penginapan, tempat wudhu sampai tempat shalat diperhatikan. Benar-benar pelayanan luar biasa,” katanya diamini Hj Kartini dan mubalighah lainnya.

Tak kalah kagum adalah Ustadzah Ines, Hj Nyimas Madhiana dan hampir semua kafilah. “Luar biasa, acaranya bagus,” kata mereka.

Yang mengharukan adalah pengorbanan Ustadzah Asmawati dan Siti Khadijah terkait dana. Penggerak dan pemimpin majelis taklim di pinggiran Kota Palembang yang merupakan daerah miskin ini sekuat tenaga mengumpulkan dana agar bisa berangkat. Bahkan jamaahnya pun ikhlas menyumbang hingga mampu sewa bus, meski dengan recehan Rp 2.000 sekalipun.

Dana Sendiri

Perwakilan mubalighah dari Bontang, Kalimantan Timur tak kalah semangatnya berangkat ke ibukota. Maklum, opini tentang acara MMI sudah sampai kepada tokoh sejak akhir 2009. Jadi, para mubalighah memang sudah menunggu momen tersebut. Salah satunya, sesepuh di sana, Hj Chaerun Nisa yang berusia hampir 70 tahun. Sewaktu Muslimah HTI hendak menceritakan kesuksesan acara Muktamar Ulama Nasional (MUN), meski dalam kondisi sakit, beliau bersedia menerima rombongan MHTI. Bahkan dengan mata berbinar-binar beliau mendengarkan uraian dari tim. Beliau tanpa ragu siap menghadiri acara tersebut.

Ada lagi mubalighah lain yang juga bersemangat menghadiri MMI, meski butuh perjuangan untuk meyakinkan suami. Pasalnya, ia baru saja pulang mendampingi suami pembekalan pensiun di luar kota. Namun, dengan meyakinkan akan pentingnya acara tersebut, izin suami pun dikantongi.

Tinggal masalah dana. Dengan tekad bulat, tokoh ini yakin akan ada kemudahan dari Allah, yang penting niatnya dulu. Atas bantuan dan info dari tim MHTI, tokoh ini pun bisa membeli tiket yang lebih murah. Padahal beberapa hari sebelumnya harga tiket masih cukup tinggi. Hebatnya, semua peserta MMI dari Bontang berangkat dengan biaya sendiri.

Selama perjalanan, terjalin keakraban di antara peserta. Mubalighah yang biasanya sibuk dengan agenda masing-masing disatukan bersama syabah layaknya satu keluarga. Nah, di Jakarta ini, para mubalighah memang harus bersabar. Maklum, jarak bandara ke tempat acara cukup jauh, begitu pula dari penginapan ke Istora Senayan. Buah kesabaran itu pun tiba ketika hari H. Para peserta Bontang begitu terpukau hingga tak beranjak sedikit pun dari tempat duduk selama acara berlangsung. Sesekali mereka mengucapkan takbir dan menangis trenyuh dengan orasi yang disampaikan. Mereka begitu terharu bisa menjadi bagian dari sejarah perjuangan para mubalighah di Tanah Air ini. Mereka mengaku salut dengan para panitia yang masih muda, namun tetap semangat meski wajahnya tampak lelah mengurus para mubalighah dari daerah.

Tujuh Jam Menunggu

Rombongan dari Balikpapan, Kalimantan Timur, punya cerita lain. Mereka berangkat hanya berlima, tidak seperti rombongan lain yang jumlahnya puluhan, dan mungkin ratusan. Namun, jumlah yang sedikit tak mengendorkan semangat. Mereka bahkan begitu antusias ingin segera sampai di Jakarta untuk bertemu dengan mubalighah dari seluruh Indonesia.

Berangkat dari Bandara Sepinggan, Balikpapan, sekitar pukul 14:00 WITA, sampai di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta pukul 13:00 WIB. Di sana mereka bertemu dengan rombongan dari Sumatera Barat, Makassar, Mataram dan daerah lainnya. Meski awalnya tak kenal, mereka saling sapa dan mengucapkan salam. “Di dalam hati kami yakin, mereka pasti peserta MMI,” kata salah seorang mubalighah.

Untuk menuju penginapan, mereka harus menunggu bus penjemput sekitar tujuh jam. Mungkin karena sekalian menjemput peserta dari daerah lain. Salah satu rombongan, Ustadzah Nia Idham Nur, pun menghibur yang lain agar bersabar. “Inilah perjuangan. Allah cinta pada hambanya, kita diminta untuk bersabar. Hal seperti ini pernah saya alami ketika melakukan ibadah haji,” ujarnya memecah kegelisahan mubalighah lainnya.

Ustadzah Yuyun yang saat berangkat terkena diare, tampak ikhlas dan tawakal. Rombongan pun berbagi bekal untuk makan malam. Tak terasa dua waktu shalat sudah terlewat, tetapi bus belum juga datang. Akhirnya, sekitar pukul 8 malam, bus datang dan baru masuk ke penginapan pukul 11 malam. Praktis, perjalanan darat dari bandara sampai penginapan jauh lebih lama dibanding perjalanan udara dari Balikpapan menuju Jakarta.

Esoknya, dini hari pukul 03:00 WIB, rombongan sudah harus berangkat ke lokasi acara. Pukul 07:00 pun mereka tiba di Istora. Suasana muktakmar terasa sejak memasuki areal Istora. Kibaran Aliwa dan Arroya mengingatkan pada tujuan dan cita-cita perjuangan para mubalighah ini. Rasa penat dan lelah yang belum terbayar, terlupakan dengan banyaknya spanduk yang bertuliskan kalimat syahadat berwarna hitam putih.

Ketika orasi disampaikan, tak henti-hentinya Ustadzah Nia, Ustadszah Wardah dan Ustadzah Yuyun menitikkan airmata haru. “Umat begitu menderita, kita memang harus terus berdakwah,” tukas Ustadzah Wardah.

“Saya akan tambah materi dakwah saya tidak hanya sekadar akidah, syariah, akhlak, tapi harus dimasukkan Khilafah,” timpal Ustadzah Nia.

“Saya akan banyak memberikan topik atau tema syariah dan Khilafah ketika saya mengajar di STAI. Lulusan sarjana dari STAI harus mendukung perjuangan syariah dan Khilafah, bahkan memperjuangkannya,” imbuhnya mantap.

Sarapan di Bus

Jarak Kendari–Jakarta yang lumayan jauh tidak mengendurkan semangat mubalighah dari Kota Kendari untuk mengikuti MMI. Selasa (20/4), tepat pukul 15:45 WITA Batavia Air tinggal landas meninggalkan Bandar Udara Haluoleo membawa rombongan yang dipimpin oleh Ustdzh. Nur Isnan, SP ini.

Pukul 20.00 rombongan sampai di Bandara Udara Soekarno Hatta. Sebelum ke tempat penginapan, rombongan harus menunggu peserta dari Indonesia Timur lainnya, untuk bersama-sama ke sana. Setelah menunggu sekitar satu jam, akhirnya yang dinanti datang juga. Menyatu dengan mubalighah dari Maluku, Makassar, NTB, NTT, dan lain-lain, seolah menghapus lelah selama perjalanan. Meski tak saling kenal sebelumnya, ukhuwah islamiyah telah membuat semua mubalighah ini menyatu. Tiga bus mengantarkan para mubalighah ini ke Wisma Atlet Ragunan. Tak sabar rasanya menanti hari H MMI.

Setelah menghabiskan malam di Wisma Atlet Ragunan, para mubalighah menyiapkan diri menuju Istora Senayan Jakarta tempat pelaksanaan MMI. Meski waktu masih pukul 4.30 WIB, para mubalighah harus bergegas meninggalkan wisma dan rela menyantap sarapan di bus. Namun, semua itu tidak mematahkan semangat mereka untuk segera menyaksikan ribuan mubalighah dari berbagai daerah memekikkan takbir Allahu Akbar!

Ketika memasuki area Istora, mubhalighah ini dibuat terkagum dengan ribuan mubalighah dari berbagai daerah yang sudah antre menuju area MMI. Kekaguman ini semakin bertambah setelah masuk di arena MMI. “Saya sangat terkejut melihat para mubalighah yang sangat bersemangat untuk menegakkan Khilafah,” komentar salah seorang mubalighah dari Kota Kendari.

Berkat MMI, semangat membara merasuk dalam jiwa mubalighah Kota Kendari (dan kota lain tentunya) untuk semakin menggemakan syariah dan Khilafah [Kholda Naajiyah]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*