Hingga hari ini Indonesia masih diliputi kehidupan yang suram; hidup dalam sistem Kapitalisme sekular yang jauh dari cahaya Islam; diselimuti krisis multidimensi tanpa ada ketuntasan solusi. Kemurnian akidah Islam terancam dengan fenomena aliran sesat yang merajalela dan aktivitas penistaan agama tidak ditindak tegas karena alasan HAM.
Perempuan yang seharusnya menjadi pilar baik-buruknya negara telah ditempatkan sebagai komoditas, jauh dari kemuliaan yang telah dilekatkan syariah Islam pada dirinya. Umat Islam pun kehilangan harapan akan lahirnya generasi cahaya mata (qurrata a’yun) akibat derasnya arus liberalisasi kehidupan. Pendidikan dalam keluarga semakin lemah karena kaum ibu tidak memiliki bekal untuk menjadi madrasah ula bagi anak-anaknya. Rumah tangga diliputi keguncangan karena banyak perempuan yang terseret arus Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG). Keluarga sebagai benteng terakhir pelaksanaan hukum-hukum Islam pun terancam hancur, menyusul dicampakkannya hukum-hukum Islam yang mengatur pemerintahan, politik, ekonomi, tata pergaulan dan pengaturan kehidupan publik yang lain. Kegelapan kehidupan sekular ini harus segera dihilangkan oleh gemilang cahaya Islam dengan penerapan syariah secara kaffah di bawah naungan sistem Khilafah.
Gemilang cahaya Islam tidak bisa direalisasikan jika petunjuk Islam tidak disampaikan ke tengah umat oleh para penyampai pesan yang ikhlas dan amanah. Umat membutuhkan sosok yang memahami kemuliaan cahaya Islam dan tak kenal lelah mendidik umat untuk memahami cahaya petunjuk tersebut. Itulah sosok yang menghayati aktivitas penyampaian Islam sebagai aktivitas paling mulia di antara berbagai aktivitas yang lain. Merekalah para mubalighah. Tanpa peran mereka maka umat akan semakin jauh dari cahaya dan terperosok ke dalam kegelapan selamanya.
Mubalighah: Bagian dari Barisan Ulama
Mubalighah, berarti orang yang menyampaikan tablig, yang berasal dari kalangan perempuan. Mubalighah adalah orang yang memiliki ilmu. Maka dari itu, mubalighah adalah ulama perempuan yang keberadaannya laksana penerang dalam kehidupan. Mubalighah selayaknya mewarisi karakter para ulama yang menjadi waratsatul anbiya’ (pewaris para nabi). Rasullah saw. bersabda:
وَأَنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ وَرَّثُوا الْعِلْمَ مَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ بِهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Sesungguhnya para ulama itu adalah ahli waris para nabi. Mereka mewarisi ilmu. Barangsiapa mengambilnya dengan gembira maka ia akan melimpah. Barangsiapa berjalan menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga (HR al-Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Majah dan at-Tirmidzi).
Lebih lanjut Imam Nawawi al-Bantani menjelaskan kriteria ulama. Menurut beliau ulama adalah hamba Allah yang beriman, menguasai ilmu syariah secara mendalam dan memiliki pengabdian yang tinggi semata-semata karena mencari keridhaan Allah SWT, bukan keridhaan manusia. Dengan ilmunya, mereka mengembangkan dan menyebarkan agama yang haq, baik dalam masalah ibadah maupun muamalah.
Ciri yang dimiliki ulama adalah:
(a) Memiliki keimanan yang kokoh, ketaqwaan yang tinggi, berjiwa istiqamah dan konsisten terhadap kebenaran.
(b) Memiliki sifat-sifat kerasulan, yaitu jujur (shiddiq), amanat (amanah), cerdas (fatanah), dan menyampaikan (tabligh).
(c) faqih fi ad-din (paham dalam agama) sampai rasikhun fi al-Ilm’ (amat dalam ilmunya).
(d) Mengenal situasi dan kondisi masyarkat.
(e) Mengabdikan seluruh hidupnya untuk memperjuangkan dan menegakkan ajaran Allah SWT.
Sebagai bagian dari ulama, tentu para mubalighah memiliki kesadaran dan tanggung jawab lebih dalam mewujudkan perubahan menuju sistem Islam. Para mubalighah secara intens senantiasa membimbing umat untuk memahami bahwa upaya menegakkan Khilafah Islamiyah termasuk aktivitas taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah yang paling agung. Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah berkata, “Yang wajib adalah menjadikan kepemimpinan (imârah) sebagai bagian dari agama dan sarana untuk ber-taqarrub kepada Allah. Taqarrub kepada Allah dalam hal imârah (kepemimpinan) yang dilakukan dengan cara menaati Allah dan Rasul-Nya adalah bagian dari taqarrub yang paling utama.” (Imam Ibnu Taimiyah, As-Siyâsah asy-Syar’iyyah, hlm. 161).
Mubalighah juga benar-benar memahami situasi dan kondisi masyarakat yang dibimbingnya. Tidak sedikit umat Islam sekarang masih lebih menyibukkan diri dengan amal-amal sunnah, semacam zikir jama’i, gerakan sedekah, shalat dhuha, puasa sunnah dan lain-lain dibandingkan dengan melibatkan dirinya dalam kewajiban perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah Islamiyah. Ironisnya, sebagian mereka malah menganggap perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyah tidak lebih agung dan mulia daripada amal-amal sunnah tersebut. Situasi dan kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi para mubalighah. Mereka berkewajiban mengarahkan semangat umat untuk taqarrub kepada Allah, khususnya di kalangan perempuan, agar mewujud menjadi bola salju yang menggelinding dan semakin besar untuk penegakan Khilafah.
Sesungguhnya Allah SWT telah menganugerahkan sejumlah ilmu syariah yang mulia pada para mubalighah. Dalam ilmu itu terdapat banyak kebaikan bagi mereka. Mereka akan mendapatkan pahala orang-orang yang berjuang jika melakukan pembinaan dan penyadaran/pencerahan. Mereka wajib mendisiplinkan perbuatannya dengan hukum Islam dan mewaspadai semua seruan yang bertentangan dengan Islam.
Saat ini mubalighah harus menyadari bahwa ada sekelompok orang yang mengajak para mubalighah—dengan itikad baik—untuk membatasi penyampaian dakwah mereka hanya pada hukum Islam yang khusus bagi perempuan. Hukum-hukum Islam lainnya, seperti sistem politik dan ekonomi, kebijakan dalam dan luar negeri, kebijakan pendidikan, sistem moneter dan hukum-hukum umum lain yang mengatur kehidupan umum umat Islam dianggap tidak perlu dipahami dan didakwahkan.
Dakwah seperti ini akan memalingkan para mubalighah dari penyampaian bagian inti/penting dari hukum Islam dan membatasi dakwah kepada akidah, akhlak dan ibadah saja. Dakwah seperti itu akan mengakibatkan pengabaian banyak hukum umum yang menentukan corak masyarakat Islam dan interaksi di dalamnya serta interaksi mereka dengan masyarakat lainnya; juga akan memalingkan para mubalighah dari upaya memperhatikan kepentingan urusan-urusan umat Islam, yang merupakan kewajiban yang telah difardhukan Allah SWT atas seluruh Muslim tanpa membedakan laki-laki dengan perempuan. Islam harus didakwahkan secara sempurna/integral tidak parsial. Mendakwahkan sebagian hukum Islam dan meninggalkan sebagian hukum yang lainnya adalah dakwah yang menyalahi hukum-hukum Islam. Karena itu masalah seperti ini wajib disadari. Mubalighah wajib memberi peringatan agar tidak terjerumus ke dalamnya sehingga dakwah Islam tidak ternodai oleh apapun yang akan mengotorinya.
Mubalighah: Penerang dan Penunjuk Arah Perjuangan
Para mubalighah adalah para ibu tangguh yang mendidik anak-anaknya, para istri shalihah yang taat kepada suaminya dan para pengatur rumah tangga yang menata tempat tinggalnya. Mereka juga bergerak di tengah-tengah umat bersama-sama dengan para ulama dari kalangan pria. Mereka berada di garda terdepan dalam membimbing umat dan menunjukkan arah perjuangannya. Mereka laksana bintang-gemintang yang menjadi penerang dan penunjuk arah. Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاءِ فِي اْلأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُومِ فِي السَّمَاءِ يُهْتَدَى بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ فَإِذَا انْطَمَسَتْ النُّجُومُ أَوْشَكَ أَنْ تَضِلَّ الْهُدَاةُ
Sesungguhnya perumpamaan ulama di muka bumi laksana bintang-bintang yang ada di langit yang menerangi kegelapan bumi dan laut. Jika hilang bintang-gemintang itu hampir-hampir tersesatlah yang tertunjuki itu (HR Ahmad).
Di tengah arus westernisasi berkedok globalisasi, para mubalighah harus memiliki kesadaran politik yang tinggi. Tanpa itu, alih-alih memberikan petunjuk arah perjuangan, para mubalighah tanpa sadar justru mengkampanyekan program dan slogan kekufuran yang menipu; yang tampak indah kemasannya namun hakikatnya menyerang kesucian akidah Islam, simbol-simbol Islam dan hukum-hukumnya.
Para mubalighah perlu menyadari bahwa kaum Muslimah dan keluarga Muslim adalah sasaran atau target program liberalisasi. Kemunculan berbagai lembaga dengan program-program peningkatan hak-hak perempuan, pembebasan kaum perempuan, konferensi kependudukan, gender equality dan keluarga berencana adalah wujud nyata agenda negara-negara Barat untuk menyerang kaum Muslimah dan keterikatan mereka pada hukum syariah yang hanif.
Para mubalighah berkewajiban meluruskan arah perjuangan kaum perempuan saat ini. Faktanya, banyak organisasi perempuan mengusung slogan-slogan di atas sebagai inti perjuangannya. Benar apa yang digambarkan Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah, “Al-Maghlub muli’un bi taqlid al-ghalib (Kaum yang kalah akan ‘terobsesi’ untuk membebek kepada kaum yang menang).”
Empat Agenda Penguatan Peran Mubalighah
Dari sekilas paparan di atas, perlu dicanangkan empat agenda penting agar menjadi pegangan para mubalighah untuk menuntun umat menyongsong tegaknya Khilafah. Pertama: meneguhkan kembali jatidiri dan perannya sebagai bagian dari ulama pewaris nabi (waratsatul anbiya’). Dalam hal ini, peran mubalighah bukan hanya sekadar menguasai khazanah pemikiran Islam, baik yang menyangkut akidah maupun syariah. Lebih dari itu, bersama umat, mubalighah harus berupaya memperjuangkan penerapan akidah dan syariah Islam itu secara total dalam seluruh aspek kehidupan (ekonomi, politik/pemerintahan, pendidikan, sosial, hukum/peradilan, politik luar negeri dll); bukan hanya dalam tataran spiritual, moral dan ritual belaka. Karena itu, mubalighah harus selalu terlibat dalam perjuangan untuk mengubah realitas rusak yang bertentangan dengan warisan Nabi saw. Hal itu tidak mungkin terjadi jika syariah Islam tidak diterapkan oleh negara. Dalam hal ini, negara pasti mau menerapkan syariah Islam jika ada dukungan dan dorongan kuat dari para ulama.
Kedua: menjaga umat dari tindak kejahatan, pembodohan dan penyesatan yang dilakukan oleh kaum kafir dan antek-anteknya melalui gagasan, keyakinan dan sistem hukum yang bertentangan dengan Islam. Karena itu, mubalighah juga harus mampu menjelaskan kepada umat Islam kerusakan dan kebatilan semua pemikiran dan sistem kufur seperti demokrasi, HAM, pluralisme dan paham-paham kufur terkait perempuan seperti gender equality, peningkatan hak-hak perempuan dan sebagainya. Mubalighah juga harus bisa mengungkap semua niat jahat di balik semua sepak terjang kaum kafir dan antek-anteknya. Ini ditujukan agar umat terjauhkan dari kejahatan musuh-musuh Islam.
Ketiga: menjadi pengontrol penguasa. Peran dan fungsi ini hanya bisa berjalan jika mubalighah sebagai bagian dari ulama mampu memahami konstelasi politik global dan regional. Mubalighah harus memiliki visi politis-ideologis yang kuat hingga bimbingan dan tablig yang ia keluarkan tidak hanya beranjak dari tinjauan normatif belaka, tetapi juga bertumpu pada ideologis-politis. Dengan demikian, fatwa-fatwa ulama mampu menjaga umat Islam dari kebinasaan dan kehancuran, bukan malah menjadi sebab malapetaka bagi kaum Muslim.
Keempat: membina umat agar selalu berjalan di atas tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dengan begitu, umat memiliki kepribadian Islam yang kuat; mereka juga berani mengoreksi penyimpangan masyarakat dan penguasa.
Kesimpulan
Tibalah saatnya ketika hope (harapan) and change (perubahan) tidak lagi sekadar slogan atau retorika. Harapan dan perubahan itu kini tampak nyata. Kegagalan dan kebangkrutan Sosialisme-Kapitalisme telah menghantarkan umat menjadikan sistem Khilafah sebagai satu-satunya harapan menuju kehidupan dambaan. Kini setelah semakin banyak yang merindukan kembalinya Khilafah, perubahan ke arah tegaknya Khilafah itu semakin dekat, tinggal menunggu waktu. Sebab, kunci-kunci kekuatan umat telah menjadi bagian dari barisan umat yang aktif dan ikhlas berjuang mewujudkan negara Khilafah yang dijanjikan. Salah satu kunci utama kekuatan umat tersebut adalah para ulama, termasuk di dalamnya para mubalighah.
Rasulullah saw. telah menjanjikan bahwa kekuatan yang didukung oleh ulama, termasuk para mubalighah, yang berpijak pada kebenaran ini tidak akan bisa dikalahkan oleh apa pun dan siapa pun.
لاَ يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللَّهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ قَالَ
Akan selalu ada kelompok dari umatku yang berdiri di atas kebenaran dan mereka dalam kemenangan. Orang-orang yang menentang dan melawan mereka tidak akan membahayakan mereka hingga Allah Tabaraka wa Ta’ala mendatangkan kemenangan pada saat mereka dalam kondisi seperti itu (di atas kebenaran dan menang) (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Baihaqi).
[Iffah Rohmah]
kaum muslim bak satu tubuh jika salah satu darinya sakit maka seluruhnya akan merasakan sakit. Begitulah ungkapan nabi ketika menyebut kaum muslim. Namu pasca runtuhnya khilafah, tubuh itu seakan terkena penyakit kronis sehingga kaum muslim pun tak berdaya lagi, dan tubuh itu malah kini telah dicabik-cabik oleh kaum imprialis.
Iya…. Iyah …. Benar, tanpa Khilafah kaum mulim tak kan bisa kembali berjaya seperti pada masa keemasaan dulu. Maka mulai saat ini kaum muslim saatnya merapatkan barisan satukan langkah sonsong kilafah islamiyah…..