Ada fenomena baru terkait kiai/ulama. Pada 7 Juni 2010, delegasi Hizbut Tahrir Indonesia mendatangi Kementerian Luar Negeri di Jakarta. Maksud kedatangan delegasi tersebut adalah untuk menyampaikan sikap terkait kebiadaban Israel di Palestina, termasuk kebrutalan mereka terhadap relawan di kapal Mavi Marmara. Delegasi meminta agar Indonesia bersikap tegas dengan mengirimkan pasukan perang ke Israel. Bukti-bukti sudah terlalu banyak dan gamblang. Sudah sekian banyak perjanjian damai atau gencatan senjata, sudah sekian banyak resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Israel, tetapi sekian banyak itu pula Israel selalu melanggar perjanjian dan resolusi. Hal ini membuktikan bahwa Israel tidak mengerti bahasa diplomasi/perdamaian. Karena itu, sebagai negeri Muslim terbesar di dunia, Indonesia harus bertindak tegas dan nyata dengan menginisiasi pengiriman pasukan jihad/membuka pintu jihad untuk Palestina, guna menghancurkan eksistensi Israel.
Yang menarik, delegasi tersebut disertai oleh beberapa kiai yang berasal dari berbagai daerah. Di antaranya, hadir KH Buya Asep Sudrajat (PP Ponpes Ulil Albab, Bandung), KH Mansyur Muhyiddin (PP Ponpes Kiai Wasith-Yayasan Al-Khairat, Cilegon, Banten) dan Abah Hideung yang datang jauh-jauh dari PP An-Nidzamiyyah, Sukabumi. Disebut menarik karena: Pertama, mereka adalah para kiai panutan umat yang berasal dari daerah. Kiai/ulama seperti merekalah yang sebenarnya memiliki basis massa. Mereka barangkali miskin publikasi, namun ternyata mereka memiliki kepedulian yang tinggi. Fenomena ini menggambarkan betapa umat sejatinya masih punya harapan; masih banyak ulama pimpinan umat yang bertebaran di berbagai daerah. Di tengah politisi yang sibuk dengan urusan diri dan kelompok sendiri, di antara tokoh yang sudah terbeli oleh dunia, masih banyak mutiara ulama akhirat.
Kedua, selama ini, kiai jauh dari aktivitas politik. Kalaupun ada, tidak lebih dari sekadar alat legitimasi dalam Pemilu atau Pemilukada. Namun, memprotes kebiadaban Israel dengan memberikan muhasabah (koreksi) kepada penguasa, sungguh merupakan aktivitas politik tingkat tinggi. Inilah yang semestinya dilakukan oleh para tokoh dan ulama.
Ketiga, menyampaikan kebenaran. Sekadar contoh: “Israel tidak bisa didiamkan saja, melainkan harus ditindak nyata dengan bahasa fisik,” ujar KH Buya Asep Sudrajat.
Berikutnya, KH Mansyur menyatakan, “Kita sekarang ini dalam status perang sehingga Israel harus disikapi dengan perang juga. Kami ingin membantu membebaskan Palestina dari cengkeraman Israel melalui jihad. Karenanya, Pemerintah harus mengirimkan pasukan perang ke sana!”
Dengan gayanya yang khas, Abah Hideung juga menyampaikan, “Mumpung sekarang masih menjabat, maka gunakan jabatan itu untuk menolong agama Allah. Jangan setelah pensiun baru berkata vokal!”
Realitas ini menggambarkan bahwa betapa dakwah Islam terus menyelinap ke dalam dada dan jiwa kaum Muslim dan para ulamanya. Aktivitas politik Islam mulai mewujud dalam diri umat dan para kiai/ulama mereka. Perjuangan penegakkan syariah dan menyatukan umat dalam Khilafah terus meraih simpati dan dukungan.
Selain itu, ada fenomena lain. Melawan kemungkaran akan menyiutkan nyali para pembelanya. Obama dua kali gagal datang ke Indonesia. Mengapa? Ada yang mengatakan bahwa itu karena masalah dalam negeri. Namun, persoalan dalam negeri AS itu selalu ada. Penyelesaiannya pun dapat melalui para menterinya. Jadi, alasan ini sebenarnya hanyalah retorika. Penyebab utamanya adalah adanya penolakan terhadap Obama di negeri-negeri Muslim. Di Indonesia sendiri, selama bulan Februari dan Maret 2010 muncul penentangan dari berbagai daerah. Sejumlah demontrasi, seminar, dll dilakukan untuk menolak kehadiran presiden negeri penjajah itu. Akhirnya, kunjungan bulan Maret digagalkan.
Berikutnya, Obama direncanakan mengunjungi Indonesia pada pertengahan Juni 2010 lalu. Obama mengutus seorang utusan untuk bertemu dengan beberapa ormas, LSM, tokoh, dll untuk melihat kondisi penerimaan dan penolakan umat Islam di Indonesia. Setelah memandang tidak ada persoalan maka ditetapkan akan ada kunjungan. Namun, ketika muncul pembantaian Mavi Marmara, muncullah berbagai protes terhadap Israel. Dalam demontrasinya di depan Kedutaan Besar AS, Jakarta, Hizbut Tahrir Indonesia menyampaikan bahwa Amerika berada di belakang dan melindungi Israel. Tidak mungkin Israel demikian bila tidak dijamin oleh Amerika. Sejak itulah, muncul kembali penentangan terhadap AS dari kalangan umat Islam di Indonesia. Berbagai demontrasi pun menyuarakan pengganyangan Israel dan penolakan terhadap Obama. Melihat kenyataan ini, AS pun membatalkan kembali kunjungan Obama.
Realitas ini menggambarkan bahwa keberanian menyatakan kebenaran akan dapat menciutkan nyali para penjajah. Sikap tegas umat Islam akan menggentarkan musuh-musuhnya. Lantangnya para kiai/ulama dalam menyampaikan cahaya Islam membuat lawan khawatir dan ketar-ketir. Hal ini wajar belaka, sebab siapapun yang berpegang kepada selain Allah sebenarnya lemah seperti sarang laba-laba. Mahabenar Allah SWT yang menyampai-kan:
مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau saja mereka mengetahui (QS al-‘Ankabut [29]: 41). []