HTI

Lintas Dunia (Al Waie)

Lintas Dunia [Juli 2010]

Ditemukan Cadangan Mineral US$ 1 Triliun di Afganistan

Motif sesungguhnya AS menduduki Afganistan semakin terkuak. Lagi-lagi kerakusan menguasai kekayaan alam negara lain menjadi alasan, meskipun harus membunuh ribuan rakyat sipil dengan alasan perang melawan terorisme. Terbukti, Afganistan ternyata menyimpan banyak cadangan mineral yang belum dimanfaatkan. Bahkan tim Amerika Serikat menemukan hampir US$ 1 triliun cadangan mineral yang mencakup logam-logam industri penting seperti lithium. Demikian diberitakan New York Times mengutip pejabat-pejabat pemerintah AS.

Selain lithium, cadangan mineral yang belum pernah diketahui sebelumnya itu juga mencakup besi, tembaga, kobalt dan emas. Cadangan mineral itu begitu besar sehingga bisa mengubah negara Afganistan yang miskin menjadi salah satu pusat pertambangan penting dunia.

Kandungan mineral itu ditemukan oleh tim pejabat Pentagon dan geologis AS. Kekayaan alam itu ditemukan di berbagai penjuru Afganistan termasuk di wilayah selatan dan timur di sepanjang perbatasan dengan Pakistan, tempat terjadinya perlawanan kelompok Taliban yang paling intens. “Ada potensi mencengangkan di sini,” kata Jenderal David Petraeus, panglima U.S. Central Command dalam wawancara dengan New York Times seperti dilansir Reuters, Senin, (14/6/2010).

SBY Manfaatkan Relawan Mavi Marmara?

Sebagaimana yang dilaporkan Republika Online (07/10/2010), Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, dalam sambutannya menyatakan rasa syukurnya bahwa keempat relawan dapat dipulangkan ke pangkuan Ibu Pertiwi dengan selamat. Menurut dia, upaya pemulangan relawan selama satu minggu merupakan wujud kerja keras jajaran Kemenlu di bawah arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk seluruh komponen masyarakat. “Besok Presiden juga akan menerima secara langsung para sukarelawan,” ujar Marty.

Penyambutan relawan secara gegap-gempita oleh penguasa Muslim di berbagai negara seperti Turki, Malaysia, dan Indonesia merupakan penyesatan politik yang nyata. Para penguasa itu ingin menunjukkan seakan-akan hirau terhadap persoalan Palestina. Isu ini justru dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan politik mereka. Para penguasa itu sesungguhnya tidak berbuat hal yang nyata untuk menyelesaikan persoalan Palestina dengan hanya menyambut relawan. Sekali lagi kami tegaskan, solusi nyata membantu Palestina adalah mengusir penjajah Yahudi dari bumi Palestina dengan mengirim pasukan tempur. Sebab, persoalan utamanya krisis Palestina adalah keberadaan penjajah Zionis Yahudi di Bumi al-Quds. Solusinya tidak ada lagi kecuali mengusirnya dan yang paling layak melakukannya adalah tentara-tentara negeri-negeri Islam termasuk tentara Indonesia yang terlatih.

Ribuan Tahanan Uzbekistan Terancam Gangguan Jiwa

Pemimpin politik Uzbekistan yang hidup di luar Uzbekistan, Attashpolat Yuldashev, menjelaskan bahwa penjara-penjara di Uzbekistan penuh dengan para tahanan aktivis Islam yang jumlahnya lebih dari (20) orang Muslim. Menurut Yuldashev, para tahanan mengalami penyiksaan yang begitu mengerikan hingga beberapa dari mereka mengalami kegilaan akibat dari penyiksaan dan berbagai sarananya. Dia menambahkan bahwa ada undang-undang keadaan darurat di Uzbekistan yang berisi materi (pasal-pasal) tentang sanksi bagi mereka yang anti-rezim dengan tuduhan melanggar konstitusi, terorisme dan separatisme. Dalam realitasnya, undang-undang ini diterapkan kepada para aktivis Islam.

Sebuah laporan yang dibuat oleh Organisasi Hak Asasi Manusia di Asia Tengah mengungkapkan bahwa sejumlah besar tahanan telah kehilangan pikiran mereka, dan bahkan mereka telah menjadi gila akibat penyiksaan tersebut. Lebih mengerikan lagi, pihak berwenang tidak memberikan jasa medis dan pengobatan apapun terhadap para tahanan itu. Dengan demikian, mereka benar-benar hidup terisolasi dari setiap peristiwa yang terjadi di balik jeruji besi.

Mantan CIA: Israel Lebih Penting Daripada Nyawa Warga Negara AS

Bagi negara AS, membela Israel jauh lebih penting bahkan dibandingkan dengan nyawa warga negaranya sendiri yang dibunuh oleh tentara Israel. Sudah banyak warga negara AS yang menjadi korban kebrutalan tentara Zionis, tetapi AS tidak pernah menekan apalagi menjatuhkan sanksi pada sekutunya itu. Mantan analis di CIA, Ray McGovern, dalam wawancara dengan stasiun televisi berbahasa Inggris Iran mengakui bahwa Washington tidak pernah memperkarakan sejumlah insiden saat tentara Israel dengan sengaja membunuh warga negara AS. Ia mencontohkan peristiwa serangan Israel ke kapal USS Liberty milik Angkatan Laut AS yang terjadi pada 8 Juni 1967. “Tidak ada penyelidikan atas peristiwa itu, meski Angkatan Udara dan Angkatan Laut Israel dengan sengaja menyerang dan berusaha menenggelamkan kapal USS Liberty yang saat itu masih berada di perairan internasional; 34 tentara Angkatan Laut AS tewas dan 170 orang luka-luka serius dalam insiden tersebut,” kata McGovern.

Warga AS lainnya yang menjadi korban kebrutalan tentara Zionis adalah Rachel Corrie. Pada bulan 2003, Corrie yang masih 23 tahun dan salah satu aktivis internasional pro-Palestina tewas dilindas buldoser militer Israel saat berusaha menghalangi tentara Zionis yang akan menggusur rumah seorang warga Palestina di Gaza. Lalu dalam serangan brutal tentara Zionis Israel ke kapal Marvi Marmara, kapal yang membawa rombongan aktivis “Freedom Flotilla”, 20 aktivis kemanusiaan tewas dan 40 orang lainnya luka-luka, dan salah satu aktivis yang tewas adalah Furkan Dogan, seorang warga negara AS yang tinggal di Turki. Sama dengan insiden-insiden sebelumnya, tak ada protes dari pemerintah AS atas kematian warga negaranya itu oleh tentara Israel. Menurut McGovern, karena merasa kebal hukum dan selalu mendapat perlindungan, Israel tak segan-segan membunuh siapa saja, bahkan warga negara AS, negara yang menjadi sekutu dekatnya.

Atas sikap AS yang lebih mementingkan Israel itu, McGovern berkomentar, “Apa yang bisa kita lakukan adalah melihat kembali peristiwa tahun 1967, ketika Presiden AS ketika itu berulang kali menyampaikan pernyataan bahwa ia tidak peduli berapa banyak pelaut AS yang terbunuh, tidak peduli jika kapal AS tenggelam, karena ia tidak mau mempermalukan sekutunya, Israel.” [Farid Wadjdi; dari berbagai sumber].

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*