HTI

Analisis (Al Waie)

Optimis Terhadap Penegakkan Khilafah

Sikap yang Benar Terhadap Khilafah Islamiyah

Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah menggariskan sejumlah ketentuan penting mengenai Khilafah Islamiyah. Pertama: mengangkat seorang khalifah untuk menduduki tampuk Khilafah Islamiyah adalah wajib (Imam al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 1/264-265; Imam Zakaria an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, VI/291; dan lain-lain).

Kedua: mengangkat seorang khalifah setelah berakhirnya zaman nubuwwah adalah kewajiban paling penting (Imam al-Haitsami, Shawa’iq al-Muhriqah, 1/25).

Ketiga: Allah SWT telah menjanjikan Kekhilafahan kepada kaum Mukmin hingga akhir jaman (Imam asy-Syaukani, Fath al-Qadir, V/241).

Keempat: menegakkan kekuasaan Islam (Khilafah Islamiyah) termasuk sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT yang paling agung (Imam Ibnu Taimiyah, As-Siyasah as-Syar’iyyah, hlm. 161).

Dalam konteks “menegakkan Khilafah Islamiyah” sebagai kewajiban syariah, sikap sejati seorang Mukmin adalah tunduk, patuh dan berusaha menunaikan kewajiban itu dengan sebaik-baiknya. Seorang Mukmin dilarang mempertanyakan, meragukan, menggugat atau menghindari kewajiban agung ini dengan alasan apapun. Sebaliknya, ia wajib menerimanya dengan sepenuh keimanan dan ketundukan. Pasalnya, kewajiban menegakkan Khilafah Islamiyah tidak ubahnya dengan kewajiban-kewajiban lain seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Ingkar terhadap kewajiban menegakkan Khilafah Islamiyah, tak ubahnya ingkar terhadap kewajiban shalat, zakat dan kewajiban-kewajiban syariat lainnya.

Adapun dalam konteks janji Kekhilafahan atas kaum Mukmin, maka seorang Mukmin wajib menyakini sepenuhnya bahwa Allah SWT pasti menunaikan janji-janji-Nya (QS [18]:108 dan [73]:18). Sebab, tsiqqah bi wa’dillah (percaya terhadap janji Allah) termasuk bagian keimanan, dan siapa saja ingkar atau ragu terhadap janji Allah SWT, maka keimanannya telah rusak.

Dalam konteks menegakkan Khilafah Islamiyah sebagai kewajiban paling penting dan sarana mendekatkan diri kepada Allah yang paling agung, maka seorang Mukmin harus “lebih menyibukkan dan memfokuskan dirinya “ pada kewajiban ini, dan menjadikannya sebagai qadhiyyah al-mashiriyyah (persoalan utama). Pasalnya, Khilafah Islamiyah adalah satu-satunya thariqah syar’iyyah (metode syar’i) untuk menerapkan Islam secara sempurna sekaligus melanggengkan kepemimpinan kaum Muslim di seluruh dunia. Tanpa Khilafah Islamiyah, niscaya Islam tidak akan pernah bisa ditegakkan secara sempurna; kaum Muslim pun tidak akan mampu memimpin dan mengatur dunia dengan syariah Islam.

Sayangnya, sikap-sikap yang benar seperti ini mulai ditinggalkan oleh kaum Muslim. Penyebabnya sangat beragam; mulai dari ketidakpahaman, kedangkalan berpikir, keimanan yang mulai merapuh hingga penyesatan-penyesatan yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam.

Sikap Pesimis dan Putus Asa

Sikap putus asa ini tercermin pada keyakinan, sikap dan perkataan mereka yang menyatakan bahwa perjuangan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah adalah utopis. Akibatnya, mereka acuh tak acuh dan cenderung mencemooh perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyah. Padahal, sikap putus asa dan mencemooh kewajiban yang dibebankan Allah SWT termasuk perbuatan dosa dan cermin kelemahan iman. Nabi saw. bersabda:

وَثَلاَثَةٌ لاَ تُسْأَلُ عَنْهُمْ: رَجُلٌ نَازَعَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ رِدَاءَهُ فَإِنَّ رِدَاءَهُ الْكِبْرِيَاءُ وَإِزَارَهُ الْعِزَّةُ، وَرَجُلٌ شَكَّ فِي أَمْرِ اللهِ، وَالْقُنُوْطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ

Ada tiga golongan manusia yang tidak akan ditanya pada Hari Kiamat yaitu: manusia yang mencabut selendang Allah dan sesungguhnya selendang Allah adalah kesombongan dan kainnya adalah al-’izzah (keperkasaan); manusia yang meragukan perintah Allah; dan manusia yang putus harapan dari rahmat Allah (HR Ahmad, Thabrani dan Al-Bazzar; Al-Haitsami berkata, perawinya terpercaya. Diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari dalam Al-Adab dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya).

Menegakkan Khilafah Islamiyah adalah kewajiban syariah. Sikap seorang Mukmin sejati, ketika diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya untuk menjalankan sebuah kewajiban, adalah “kami dengar dan taat”; bukan meragukan, mencemooh atau menganggapnya utopis. Sikap mencemooh dan menganggap utopis perintah menegakkan Khilafah merupakan bentuk peraguan terhadap perintah Allah SWT.

Memang benar, menegakkan Khilafah Islamiyah adalah aktivitas yang sangat sulit dan sukar. Namun, keliru jika seorang Muslim pesimis dan putus asa terhadap tegaknya Khilafah Islamiyah, atau menyatakan bahwa perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyah utopis dan khayali. Pasalnya, menegakkan Khilafah Islamiyah adalah kewajiban syariah sekaligus janji Allah SWT atas kaum Mukmin.

Tidak Menggunakan Kekerasan

Sesungguhnya Islam telah menjelaskan metode syar’i untuk menegakkan Daulah Islamiyah secara rinci. Metode ini merupakan hukum syariah yang mengikat kaum Muslim hingga akhir jaman. Seorang Muslim dituntut untuk selalu bersabar dan konsisten di atas manhaj itu.

Sayang, banyak pengemban dakwah Islam justru tidak sabar menempuh manhaj yang sangat terang itu. Dengan alasan terlalu panjang dan lama, akhirnya mereka meninggalkan manhaj yang sahih dan beralih ke jalan kekerasan. Bahkan sebagian kaum Muslim menyakini bahwa mengangkat senjata dan jihad adalah thariqah syar’iyyah untuk menegakkan Daulah Islamiyah. Mereka beralasan bahwa dominasi dan pengaruh sistem kufur atas kaum Muslim amatlah kuat dan telah merambah di seluruh sendi kehidupan. Sementara itu, perubahan dengan cara damai belum membuahkan hasil yang diinginkan. Organisasi dan gerakan Islam yang diharapkan mampu mengubah keadaan masyarakat dan negara justru memilih untuk bekerjasama dan memperkuat pemerintahan kufur. Dalam keadaan seperti ini, sangat sulit mengharapkan perubahan dengan cara damai. Menurut mereka, jihad dan mengangkat senjata adalah pilihan yang paling masuk akal. Apalagi Nabi saw. menetapkan jihad fi sabilillah sebagai amal yang paling utama setelah iman.

Memang benar, dakwah Islam belum membuahkan hasil yang memuaskan. Dominasi sistem kufur dan antek-anteknya hari demi hari dirasakan semakin kuat. Bahkan partai dan gerakan Islam berhasil dikooptasi oleh musuh-musuh Islam hingga melenceng jauh dari tujuan dan arah dakwah islami. Namun, realitas seperti ini bukanlah dalil syariah dan sekali-kali tidak boleh dijadikan sebagai dalil untuk merumuskan hukum dakwah. Pasalnya, realitas adalah manath al-hukm (obyek hukum), bukan mashdar al-hukm (sumber hukum). Hukum dakwah tidak boleh digali dari realitas, tetapi harus di-istinbath (digali) dari dalil-dalil syariah, yakni al-Quran dan Sirah Nabi saw.

Nabi saw. tidak pernah menggunakan kekerasan untuk menegakkan Daulah Islamiyah. Beliau dan para Sahabat juga tidak beralih ke jalan kekerasan tatkala dominasi dan kooptasi kaum kafir Quraisy semakin menguat. Beliau memilih thalabun nushrah (menggalang dukungan) sebagai metode untuk meraih kekuasaan Islam, dengan bertumpu pada aktivitas pembinaan kader dan berinteraksi dengan masyarakat. Beliau tetap bersabar dan konsisten menempuh manhaj tersebut hingga datang pertolongan Allah SWT. Sikap inilah yang harus dijadikan pegangan dan dalil untuk menetapkan hukum dakwah, bukan realitas yang terus berubah.

Adapun berkenaan dengan kewajiban mengangkat senjata dan jihad fi sabilillah, sesungguhnya tak seorang pun menyangsikan bahwa mengangkat senjata di hadapan penguasa dan jihad di jalan Allah adalah dua aktivitas yang disyariatkan dalam Islam. Hanya saja, dua aktivitas tersebut bukanlah thariqah yang ditetapkan Nabi saw. untuk menegakkan Daulah Islamiyah. Jihad ditetapkan sebagai metode untuk mengusir musuh dari negeri-negeri Islam dan menaklukkan negeri-negeri kafir, bukan thariqah untuk menegakkan Daulah Islamiyah. Demikian juga mengangkat senjata terhadap penguasa yang terjatuh dalam kekufuran yang nyata adalah hukum syariah untuk memecahkan persoalan penyimpangan penguasa, bukan thariqah untuk menegakkan Khilafah. Menjadikan dua aktivitas tersebut (jihad dan mengangkat senjata) sebagai thariqah untuk menegakkan Daulah Islamiyah jelas-jelas telah menempatkan hukum syariah tidak pada tempatnya.

Tidak Fokus Pada Persoalan Cabang

Salah satu cara yang dilakukan musuh Islam untuk menghambat kebangkitan kaum Muslim adalah; menggeser perjuangan gerakan Islam dari dakwah menegakkan syariah Islam secara menyeluruh melalui pendirian kembali Daulah Islamiyah ke arah dakwah yang fokus hanya untuk memperbaiki problem-problem cabang. Cara seperti ini dikenal dengan istilah “strategi pengalihan”, dan lazim digunakan oleh musuh-musuh Islam dan kaum Muslim.

Upaya mengalihkan gerakan dakwah Islam ke persoalan-persoalan cabang dilakukan dengan berbagai macam cara. Di antaranya adalah propaganda: (1) dakwah yang ditujukan menegakkan Khilafah Islamiyyah tidak memberikan hasil-hasil yang nyata di tengah-tengah masyarakat; (2) umat membutuhkan solusi konkret atas problem-problem keseharian mereka, bukan propaganda semata; (3) dakwah syariah dan Khilafah terlalu tinggi dan tidak bisa dijangkau oleh masyarakat umum; (3) dakwah menegakkan syariah dan Khilafah berisiko tinggi; dan lain sebagainya.

Propaganda seperti ini, selain menyesatkan, juga ditujukan agar gerakan Islam tidak lagi fokus pada aktivitas “melenyapkan aturan dan sistem kufur” (izaalat al-munkarat) yang menjadi sumber persoalan umat, karena terlalu sibuk dengan persoalan-persoalan cabang. Dengan begitu, sistem kufur yang menjadi induk persoalan umat tidak pernah tersentuh oleh gerakan Islam akibat bergesernya fokus perhatian mereka ke persoalan-persoalan cabang.

Dari sini dapat dimengerti mengapa gerakan Islam tidak boleh memfokuskan perjuangannya pada persoalan-persoalan cabang, seperti perbaikan bidang kesehatan, pendidikan, akhlak, dan lain sebagainya. Sebab, dakwah semacam ini akan memalingkan umat dari persoalan utama mereka, yakni melenyapkan sistem kufur dan menggantinya dengan sistem Islam.

Tidak Fatalis: Menunggu Imam Mahdi

Pengabaian terhadap perjuangan menegak-kan Khilafah Islamiyah juga disebabkan karena pemahaman yang salah terhadap hadis-hadis yang menuturkan akan turunnya Imam Mahdi. Akibatnya, mereka menunggu-nunggu kedatangan Imam Mahdi, dan berdiam diri terhadap perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyah. Menurut kelompok fatalis ini, dakwah Islam tidak harus fokus pada upaya menegakkan syariah dan Khilafah Islamiyah, tetapi harus fokus pada perbaikan kualitas ibadah mahdhah belaka semacam shalat, zakat, puasa, dan lain sebagainya. Bahkan sebagian gerakan Islam hanya fokus pada ajakan-ajakan untuk memperbaiki shalat, akhlak dan sebagainya. Mereka beralasan, jika shalatnya baik, niscaya Khilafah Islamiyah akan berdiri dengan sendirinya.

Pemahaman seperti ini jelas keliru. Pasalnya, menegakkan Khilafah Islamiyah adalah kewajiban syariah. Seorang Muslim tidak boleh abai dengan kewajiban ini, atau tidak berupaya memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh. Sebab, Khilafah Islamiyah adalah thariqah syar’iyyah untuk menerapkan Islam secara sempurna. Ketiadaan Khilafah Islamiyah telah menyebabkan terabaikannya hampir 2/3 ajaran Islam. Untuk itu, menegakkan kembali Khilafah Islamiyah harus dijadikan fokus utama perjuangan gerakan Islam.

Adapun hadis-hadis yang berbicara tentang akan turunnya Imam Mahdi sesungguhnya sama sekali tidak menafikan kewajiban menegakkan Khilafah Islamiyah atas kaum Muslim. Hadis-hadis tersebut juga tidak memerintahkan kaum Muslim untuk hanya menunggu kedatangan Imam Mahdi dan berdiam diri terhadap kewajiban menegakkan Khilafah Islamiyah.

Salah jika hadis-hadis tersebut dijadikan alasan untuk mengabaikan perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah. Bahkan abai terhadap aktivitas menegakkan Khilafah Islamiyah dengan alasan menunggu-menunggu kedatangan Imam Mahdi termasuk perbuatan maksiat.

Perbaikan kualitas ibadah mahdhah seperti sholat, zakat, puasa, dan lain sebagainya adalah termasuk kewajiban penting dalam Islam. Seorang Muslim tidak diperkenankan mengabaikan kewajiban ini. Hanya saja, perbaikan kualitas shalat, zakat, dan puasa bukanlah metode syar’i untuk menerapkan syariah Islam secara menyeluruh. Thariqah untuk menerapkan syariah Islam secara menyeluruh adalah dengan menegakkan Daulah Khilafah Islamiyah, tidak dengan yang lain.

Menyiapkan Umat

Sikap meremehkan perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyah juga tercermin pada penundaan sebagian kaum Muslim atas dakwah menegakkan Khilafah Islamiyah. Mereka beralasan bahwa umat belum siap. Akibatnya, mereka selalu menunda-nunda dan cenderung mengabaikan aktivitas dakwah yang paling penting ini. Mereka menyibukkan diri pada agenda-agenda dakwah cabang yang sejatinya tidak pernah bisa menyelesaikan problem kaum Muslim secara tuntas.

Sikap seperti itu jelas salah. Pasalnya, seorang Mukmin wajib melaksanakan seluruh perintah Allah SWT dengan segera, tidak boleh ditunda-tunda. Jika alasannya umat belum siap, langkah yang justru harus dilakukan adalah mempersiapkan umat dengan ide-ide Khilafah Islamiyah sesegera mungkin, bukan malah menundanya. Sebab, jika dakwah menyeru tegaknya Khilafah Islamiyah ditunda-tunda, tentu umat tidak akan pernah siap. Umat harus dipahamkan dan dipersiapkan dengan segera, agar Khilafah Islamiyah bisa ditegakkan secepatnya.

Bahkan penegakkan sistem pemerintahan demokrasi-sekular di negeri ini juga tidak menunggu kesiapan masyarakat Indonesia. Lalu mengapa ada sebagian kaum Muslim justru menunda-nunda kewajiban menegakkan Khilafah Islamiyah dengan alasan umat belum siap?

Tidak Bekerjasama dengan Pemerintahan Kufur

Keharaman bekerjasama dengan pemerintah kufur sesungguhnya telah tampak jelas. Syariah melarang kaum Muslim bekerjasama dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Bekerjasama dan mendukung pemerintahan kufur yang menjalankan aturan-aturan thaghut jelas-jelas termasuk ta’awwun yang dilarang (QS al-Maidah [5]: 3). Selain itu, bekerjasama dengan pemerintahan kufur justru akan semakin memperkuat dan melanggengkan eksistensinya.

Dalil-dalil yang digunakan hujjah untuk membolehkan musyarakah dalam pemerintahan kufur, semacam kisah Nabi Yusuf as. dan tadarruj, telah terbukti lemah dan tidak layak dijadikan sebagai argumentasi.

Wallahu al-Musta’an wa huwa waliy at-Taufiq. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*