Upaya Makar Menghalangi Konferensi Khilafah
Berbagai makar dilakukan untuk menghentikan konferensi internasional yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir di Lebanon. Konfrensi internasional ini membahas solusi Hizbut Tahrir menjawab perbagai persoalan politik dan ekonomi dunia yang diselenggarakan pada ahad 18 Juli 2010. Beberapa delegasi dihalangi datang dengan mempersulit pemberian visa, seperti yang terjadi pada delegasi HT Pakistan.
Ahmad al-Qashash, dari Kantor Media Informasi Hizbut Tahrir Lebanon mengecam provokasi beberapa media dan politisi terhadap konferensi internasional yang dilaksankan Hizbut Tahrir. Salah satu bentuk provokasi adalah memberitakan bahwa konferensi yang diselenggarakan HT illegal. Al-Qashash menjelaskan para wartawan yang direkrut oleh beberapa kedutaan besar sengaja melakukan provokasi kebencian terhadap Hizbut Tahrir. Menurutnya, pemberitaan ilegal adalah kebohongan.
Al-Qashash menjelaskan pemberitaan tentang konferensi ini sebagai kegiatan ilegal atau tidak sah adalah murni kebohongan. Semua organisasi dan partai yang beraktivitas secara terbuka di Libanon, dan telah menyampaikan pemberitahuan kepada Otoritas, maka pertemuan, seminar dan konferensi yang diadakannya tidak perlu surat ijin apapun. Sebab, kegiatan itu dilakukan dan diketahui melalui surat pemberitahuan yang diberikan kepada Otoritas Libanon. Dengan pemberitahuan itu konferensi telah memperoleh status hukum. Apalagi konferensi ini diselenggarakan di salah satu hotel, yakni di dalam gedung milik pribadi, dan telah ada perjanjian dengan pemiliknya.
Delegasi Hizbut Tahrir telah bertemu dengan Gubernur Beirut dan menyerahkan kartu undangan untuk konferensi. Gubernur menyambut delegasi Hizbut Tahrir dengan sangat hormat. Apalagi Hizbut Tahrir telah memperoleh ijin dari pihak Keamanan Publik untuk memasang spanduk pemberitahuan tentang konferensi di jalan-jalan umum. Bahkan sejumlah tamu konferensi yang akan datang ke Libanon dengan visa dari kedutaan besar Libanon di negara-negara mereka disertai dengan penjelasan bahwa tujuannya adalah untuk menghadiri konferensi Hizbut Tahrir.
Al-Qashash juga mempertanyakan sikap anggota parlemen, Michel Naim Aoun, yang menyerang Hizbut Tahrir. “Dia menjadi ujung tombak Libanon dalam perang yang dilancarkan oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya terhadap Islam dan para pengembannya. Tindakannya telah memprovokasi lebih dari setengah rakyat Libanon, hingga memicu reaksi, dan mempengaruhi stabilitas di Libanon,” jelasnya.
Al-Qashash juga menjelaskan penentangan terhadap pemikiran yang diemban Hizbut Tahrir sesungguhnya merupakan perang terhadap pemikiran Islam, bukan perang terhadap pribadi-pribadi anggota HT. “Siapa saja yang menantang kami dalam hal ini maka datanglah untuk berdebat dan beradu argumentasi dengan kami di hadapan semua orang dalam konferensi kami pada hari Ahad depan, insya Allah, daripada membuat makar terhadap kami dari belakang layar dan di balik tabir.”
Amerika dan Kaum Kristen Terlibat Makar di Sudan
Perusahaan keamanan Amerika, “Blackwater”, yang telah melakukan banyak kejahatan terhadap rakyat Irak, tampaknya sedang mencari jalan lain untuk menyebarkan racunnya di Sudan Selatan, dengan mendapatkan kontrak persenjataan dan pelatihan keamanan dari pemerintah selatan, termasuk dukungan dari kaum Kristen Sudan Selatan.
Yang patut diperhatikan, tindakan ini terjadi di saat pemerintah AS memberlakukan embargo ekonomi terhadap Sudan, seolah-olah ini merupakan pengakuan eksplisit dari Amerika bahwa Sudan Selatan berbeda dari Utara. Ini menunjukkan dukungan yang jelas dan tegas terhadap upaya pemisahan.
“Blackwater” berusaha mendirikan sebuah pijakan di Sudan Selatan untuk mengeksploitasi minyak dan sumberdaya mineral. Demikian menurut mantan dua pejabat senior di pemerintahan AS. Prince menawarkan kepada pemerintah Sudan Selatan paket kegiatan dan persiapan pertahanan yang akan dilakukan perusahaannya sebagai konpensasi atas komitmen pemerintah Sudan Selatan yang mengalokasikan setengah kekayaan mineral Sudan Selatan untuk kepentingan “Blackwater”.
Oleh karena itu, Prince cepat-cepat memasukkan perusahaannya ke Sudan Selatan, karena keinginannya untuk membantu Sudan Selatan yang mayoritas Kristen, berbeda dengan Sudan Utara yang mayoritas penduduknya Muslim.
Selain itu, Bradford Phillips yang dianggap sebagai salah satu tokoh yang paling kontroversial dalam “Blackwater” adalah seorang aktivis evangelis ekstremis yang sebelumnya bekerja di Kongres. Sekarang ia menjalankan organisasi non profit yang berbasis di Virginia, yang mempromosikan program dengan nama “Nasib orang Kristen di Sudan Selatan”. Organisasi ini mengklaim bekerja untuk menolong orang Kristen di Sudan Selatan.
Puji Ulama Libanon, Redaktur CNN Dipecat
Octavia Nasr, redaktur senior CNN urusan Timur Tengah yang telah berkiprah sejak tahun 1990, secara sepihak diberhentikan gara-gara memuji almarhum Ayatullah Muhammad Hossein Fadhlullah, marja’ Syiah Libanon. Nasr di jejaring sosial Twitter menulis, “Fadhlullah adalah tokoh senior Hizbullah Libanon yang patut dihormati. Saya pun terpengaruh atas meninggalnya beliau.”
Kalimat pendek yang keluar dari nurani redaktur CNN ini ternyata berbuah getir bagi Nasr sendiri. CNN sebagai media massa global yang mengaku mengusung kebebasan berpendapat secara sepihak mencopot Nasr. Masalah ini menunjukkan sebuah realitas yang terpendam di jantung budaya Barat, bahwa kebebasan yang didengung-dengungkan selama ini hanya omong kosong belaka.
Belum reda pembungkaman yang dilakukan media massa Barat terhadap redakturnya sendiri, pemerintah Inggris menghapus catatan Duta Besar Inggris di Libanon yang memuji Ayatollah Fadhlullah, setelah tercantum di situs Departemen Luar Negeri Inggris. Penghapusan itu dilakukan menyusul adanya tekanan dari Rezim Zionis Israel.
Riset yang dilakukan asosiasi jurnalis Eropa pada tahun 2008 menyebutkan bahwa tidak ada kebebasan berpendapat di 20 negara Eropa. Di luar fakta itu, lebih dari 500 akademisi di universitas Israel baru-baru ini melayangkan surat protes ke Departemen Pendidikan Rezim Zionis Israel mengenai pembungkaman kebebasan berpendapat di universitas-universitas Israel.
[Farid Wadjdi; dari berbagai sumber].