Pengantar:
Taji Mustafa, adalah salah seorang peserta Konferensi Internasional Media yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir di Beirut, Libanon, bulan Rajab lalu. Sebagai orang Muslim yang tinggal di Barat, tentu kehadirannya di konferensi menunjukkan bahwa dukungan terhadap gagasan perjuangan penegakkan Khilafah demikian luas; tidak hanya dari kaum Muslim di Dunia Islam, tetapi juga di dunia Barat.
Berikut ini adalah sejumlah pandangan Taji Mustafa terkait dengan Konferensi Beirut tersebut melalui wawancara dengan Redaksi.
Selama Bulan Rajab, Hizbut Tahrir menyelenggarakan berbagai konferensi di banyak negara dan berpuncak pada Konferensi Media Global di Beirut. Bagaimana Anda melihat hal ini?
Acara-acara yang sangat penting seperti konferensi-konferensi ini memungkinkan Hizbut Tahrir untuk mencanangkan seruan bagi Khilafah dan mempromosikan pandangan dan solusi Islam kepada khalayak yang lebih luas. Peristiwa-peristiwa ini biasanya menarik perhatian media, kaum Muslim dan lain-lain sehingga memberikan kepada kita kesempatan untuk meningkatkan dukungan dan pemahaman tentang perlunya Khilafah diantara kaum Muslim.
Hizbut Tahrir memilih bulan Rajab, bulan saat Khilafah dihapuskan oleh Mustafa Kemal, sebagai waktu yang tepat untuk melakukan serangkaian kegiatan terkoordinasi di seluruh dunia untuk menjelaskan perlunya Khilafah kepada umat Muslim dan untuk menunjukkan bagaimana Islam dapat menyelesaikan banyak masalah kontemporer.
Kebanyakan orang tahu tanggal berapa negara mereka memperoleh ‘kemerdekaan’ dari para penguasa kolonial, tetapi banyak yang tidak tahu saat pemerintahan Daulah Khilafah yang berlandaskan syariah Allah SWT dihapuskan.
Alhamdulillah, saya beruntung bisa menghadiri Konferensi Global Media di Beirut pada tanggal 18 Juli 2010, yang menandai 89 tahun sejak Khilafah dihancurkan pada tanggal 28 Rajab 1342. Tema konferensi itu adalah “Perspektif Hizbut Tahrir Mengenai Permasalahan Paling Kritis di Dunia Internasional dan Regional”. Konferensi berusaha mengarahkan pandangan kita atas beberapa masalah yang paling mendesak yang mempengaruhi umat Muslim dan dunia pada umumnya. Hal itu termasuk permasalahan di wilayah-wilayah seperti Kashmir, Irak, Palestina dan Afganistan, gerakan separatis di Indonesia, kekacauan di Pakistan, krisis finansial global dan isu nuklir global termasuk isu nuklir Iran. Dalam diskusi global pada umumnya tentang isu-isu ini, tidak disebutkan solusi Islam. Jadi, konferensi-konferensi seperti ini memungkinkan kita untuk menghadirkan pandangan-pandangan Islam berkaitan dengan permasalahan itu dan membantu membangun kepercayaan tentang bagaimana Khilafah dapat mengatasi dan memecahkan permasalahan itu.
Selain presentasi dari para anggota Hizbut Tahrir dari seluruh dunia, para pembicara pada konferensi termasuk para politisi dari Sudan dan Yordania, ulama-ulama dari Libanon, Palestina dan di berbagai bagian Dunia Islam, ini menunjukkan luasnya basis dukungan dari umat untuk seruan Khilafah. Alhamdulillah. Media dari Malaysia, Turki, Sudan, Libanon dan negara-negara lain dapat hadir sehingga memungkinkan pesan konferensi itu bisa disampaikan ke banyak bagian Dunia Muslim.
Ada berbagai tantangan atas sejumlah konferensi yang diadakan HT. Apa komentar Anda tentang tantangan yang muncul itu?
Tidak aneh terjadi berbagai aksi dan upaya itu. Sebab, apa yang dilakukan Hizbut Tahrir adalah seruan untuk mengganti sistem yang ada saat ini di Dunia Islam dengan sistem Khilafah Islam untuk menjalankan pemeirtahan menurut apa yang telah Allah turunkan dan untuk membebaskan kaum Muslim di dunia dari dominasi ekonomi Barat dan campur tangan politik mereka. Jadi, rezim yang ada saat ini, yang mengambil keuntungan status quo, akan berusaha mencari cara untuk menentang hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh para pendukung Barat yang ikut campur dan mendominasi urusan ekonomi dan politik kaum Muslim. Namun, mereka kalah dalam peperangan ini karena umat pada hari ini semakin menuntut perubahan ke arah alternatif Islam, yakni sistem Khilafah.
Kita ingat saat Nabi Muhammad saw. pada awalnya diabaikan oleh para pimpinan Quraisy pada masanya. Mereka percaya bahwa pesan Islam yang beliau bawa akan layu dan mati dengan sendirinya. Namun, karena mereka melihat kaum tua dan muda, pria dan wanita, budak seperti Bilal ra. dan manusia terhormat seperti Abu Bakar ra. dan Umar bin al-Khaththab ra. memeluk din itu, mereka coba mencegah agar dakwah Islam tidak bisa mencapai suku-suku lainnya. Propaganda lalu mereka luncurkan untuk menodai dakwah Islam, menyerangnya dan memboikot beliau dan para sahabat. Karena Allah SWT membantu Nabi saw. untuk menegakkan agama-Nya, maka demikian juga kaum beriman pada hari ini berharap bahwa seruan untuk Khilafah ini tak terbendung dan pada satu hari akan berdiri kembali. Insya Allah. Kita hanya perlu menyampaikan, memotivasi dan memobilisasi umat untuk mendirikan Khilafah dan kita memohon kepada Allah SWT agar segera memberikan kemenangan ini.
Bagi pemerintahan itu, saat mereka melihat kembali konferensi di Indonesia dengan hadirnya para peserta yang memenuhi stadion yang merupakan salah satu stadion terbesar di dunia, konferensi ulama, konferensi ekonomi global di Sudan tahun lalu, demonstrasi besar oleh Hizb di Palestina dan banyak acara lain, tidak memberikan mereka sedikit keraguan bahwa Hizbut Tahrir adalah sebuah gerakan Islam global dengan satu agenda di seluruh Dunia Islam.
Pihak berwenang di Libanon juga menyadari hal ini dan berusaha untuk mencegah pelaksanaan Konferensi Beirut ini. Memang, kita percaya bahwa Kedutaan AS di Beirut telah berperan dalam mendorong pemerintah lokal agar mengambil langkah-langkah untuk mencegah konferensi itu berlangsung. Maka dari itu, Libanon menolak visa bagi delegasi dari Pakistan, Afganistan, Indonesia dan negara-negara lain. Beberapa politisi terkemuka termasuk Menteri Energi Bassil Jebran menyerang Hizb di media. Dia mengatakan kepada Harian An-Nahar bahwa “Masalahnya bukan pada Menteri Dalam Negeri tetapi masalahnya ada pada Hizbut Tahrir. Nasyrah Hizbut Tahrir menentang umat Kristen dan Muslim yang tidak percaya pada Khilafah Islam. Ini membahayakan persatuan masyarakat pada saat kita perlu mengkonsolidasikan persatuan kita”.
Sebuah tuduhan yang luar biasa ketika jelas bahwa politik sektarian di Libanon dijajakan oleh para tuan penjajah dan campur tangan asing menjadi faktor yang terus membuat Libanon menjadi tempat yang sangat fluktuatif. Sebaliknya, seruan Hizbut Tahrir adalah untuk mengakhiri politik sektarian dan interferensi tersebut.
Serangan semacam ini yang dilakukan sebelum dan sesudah konferensi mengakibatkan terjadinya diskusi besar di media lokal dan regional tentang Hizb, tujuan dan metode dan konferensi itu sendiri. Sebagian adalah negatif, tetapi banyak juga yang bernada positif. Serangan media tentang apakah konferensi seharusnya diizinkan menyebabkan Juru Bicara Hizb Libanon, Ahmad al-Qashshash, mengadakan konferensi pers untuk membantah berita itu. Hal ini dihadiri dan disiarkan oleh berbagai saluran media yang tidak akan selalu menyiarkan kegiatan Hizb tersebut. Masalah ini bahkan diangkat hingga sampai kepada Dewan Menteri di Libanon dan memicu pertanyaan tentang apakah Hizb akan dilarang.
Alhamdulillah, meskipun ada banyak kekhawatiran, penolakan visa beberapa delegasi dan isu-isu lainnya, konferensi ini memang bisa dilakukan. Seorang peserta setempat mengatakan kepada saya bahwa kehadiran banyak media besar pada konferensi itu sebagian disebabkan oleh serangan para politisi pada hari-hari sebelumnya. Jadi, bukan hanya rencana pihak berwenang dan pendukung asing mereka yang gagal, tetapi mereka secara tidak sengaja malah menimbulkan minat yang lebih besar bagi banyak pihak untuk hadir pada konferensi itu.
Apa hasil penting dari konferensi itu bagi perjuangan umat Islam di dunia dan di Barat? Apa tindak lanjut yang harus kita lakukan?
Alhamdulillah, tiap konferensi telah memungkinkan kita untuk menyebarkan kesadaran dan dukungan untuk berjuang bagi terwujudnya Khilafah di wilayah masing-masing, seperti dalam kasus Sudan tahun lalu, atau secara global, seperti dalam kasus Konferensi Khilafah Internasional di Indonesia tahun 2007, Muktamar Ulama Nasional di Indonesia atau Konferensi Beirut tahun ini. Kita harus terus berjuang melawan hambatan tersebut serta menemukan cara lain untuk bisa menyuarakan dan memproyeksikan hasil-hasil konferensi dengan lebih baik lagi kepada jutaan orang yang tidak dapat hadir tetapi sangat tertarik pada pesan yang ingin kita sampaikan[].