Syaikh Ibnu Abi ad-Dunya meriwayatkan dalam kitabnya, Al-Amru bi al-Ma’ruf wa an-Nahyu ‘an al-Munkar, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Bagaimana kalian ini apabila kaum perempuan kalian membangkang dan para remajanya berbuat fasik?”
Para Sahabat bertanya, “Apakah hal tersebut benar-benar terjadi, duhai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Ya. Bahkan, perkara yang lebih dahsyat dari itu akan terjadi.”
Para Sahabat bertanya, “Apakah perkara yang lebih dahsyat dari itu, duhai Rasulullah?”
Rasul menjawab, “Bagaimana kalian ini apabila kalian tidak melakukan amar makruf dan tidak mencegah dari kemungkaran?”
Para Sahabat bertanya lagi, “Apakah hal tersebut benar-benar terjadi, duhai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Ya. Bahkan, perkara yang lebih dahsyat dari itu akan terjadi.”
Para Sahabat bertanya lagi, “Apakah perkara yang lebih dahsyat dari itu, duhai Rasulullah?”
Rasul menjawab, “Bagaimana kalian ini apabila kalian melihat perkara makruf sebagai mungkar dan melihat perkara mungkar sebagai makruf?”
*****
Setidaknya ada tiga hal yang tidak terbayangkan oleh para Sahabat bahwa hal tersebut dapat terjadi. Dalam kehidupan Sahabat, ketiga hal itu aneh bila terjadi pada diri umat Islam. Ketiga perkara yang membuat keheranan Sahabat yang dijelaskan oleh Nabi saw. itu adalah (1) banyak perempuan yang melakukan pembangkangan dan para remajanya berbuat dosa (fasik); (2) amar makruf nahi mungkar ditinggalkan; (3) terbolak-baliknya realitas, yang benar dipandang salah dan perkara salah dipandang benar.
Sayang, ketiga hal yang aneh bila terjadi di tengah umat Islam itu justru benar-benar terjadi pada saat sekarang ini dalam tubuh kaum Muslim. Bukan hanya lelaki, sekarang tidak sedikit kaum Hawa yang melupakan ajaran Islam, membuka aurat, bergaul bebas, bahkan ada geng perempuan. Remajanya pun terlena dalam glamour kefasikan. Tidak mengherankan apabila Komnas HAM Perlindungan Anak menemukan sebanyak 62,7% remaja usia 13 tahun hingga 18 tahun (usia SMP-SMA) mengaku pernah berzina.
Amar makruf nahi munkar pun amat sulit terlihat. Dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM) amar makruf nahi munkar didudukkan sebagai pelanggaran. Sebab, dalam logika HAM, siapapun boleh melakukan apapun selama tidak ada orang lain yang merasa terganggu. Sekalipun perbuatannya haram, asalkan tidak ada yang mengaku dirugikan, semuanya bebas berjalan. Karenanya, tidak mengherankan, misalnya, di Indonesia, negeri Muslim terbesar ini beberapa waktu lalu dilakukan festival gay, festival kaum pembangkang Nabi Luth. Para penentangnya dianggap angin lalu.
Begitu juga, realitas benar dipandang salah dan salah dipandang benar, prinsip ‘orang benar dipenjara, orang salah tertawa’ seakan terjadi dengan sempurna. Kini, liberalisme dibiarkan berkembang, eks komunis diberi angin, sementara Islam Nabinya dihina, al-Qurannya dibakar, umatnya dibantai, dan dengan tuduhan gebyah-uyah terorisme para pengembannya terus dibungkam.
Melihat realitas demikian, kita patut membayangkan, apa yang dikatakan oleh Nabi saw. itu kini terdengar langsung di telinga kita, “Kaifa antum …. bagaimana kalian ini….”
Kita dapat merasakan Rasulullah saw. marah pada saat itu terjadi. Perkara yang tidak pernah terbayang di benak para Sahabat Nabi saw. benar-benar ketiganya terjadi dalam masyarakat kita. Tidak berlebihan bila saat ini kaum Muslim berada dalam titik terendah. Na’udzu billahi min dzalik.
Pada sisi lain, kondisi demikian justru mengisyaratkan bahwa fajar kemenangan akan segera menyingsing. Dari titik terendah ini, umat Islam terus merangkak naik hingga puncak. Di tengah kondisi demikian, upaya menegakkan Islam terus makin mendapat sambutan. Syaratnya, kita istiqamah dalam kebenaran itu. Menarik apa yang disampaikan oleh Syaikh Mahmas bin Abdullah bin Muhammad al-Jal’ud dalam kitabnya, “Wajib bagi setiap Muslim ketika ia mengetahui kebenaran untuk mengikutinya, seraya mengatakan kebenaran itu tanpa takut terhadap seorang pun dan tanpa bermain muka pada siapapun. Sebab, hal demikian merupakan bagian dari amar makruf nahi mungkar, padahal orang yang diam dari kebenaran ia adalah setan yang bisu. Bagaimana mungkin seseorang dapat memiliki rasa takut kepada sesama manusia melebihi rasa takutnya kepada Allah SWT?” (Al-Ja’lud, Al-Maulah wa al-Mu’adah fi asy-Syariat al-Islamiyah, I/287).
Tugas kita adalah menyampaikan kebenaran apa adanya. Ingat, kata adalah senjata!
Allahu akbar wa lillahi alhamd! []