Obama memang orator ulung. Pidatonya di Balairung UI pada kunjungan ke Jakarta bulan November lalu mampu memukau ribuan hadirin. Mereka yang terdiri dari para mahasiswa, dosen, tokoh masyarakat sampai mantan presiden Habibie, terlihat sangat senang mendengar pidato Obama yang disampaikan dengan gaya rileks. Berulang tepukan membahana, kadang ditimpali teriakan riuh, menyambut ungkapan-ungkapan manis yang berbau romantik, yang meluncur lancar dari mulut Obama, terutama ketika ia menyinggung Indonesia. “Pulang kampung, nih,” celoteh Obama di awal pidatonya. Ia juga dengan fasih menirukan panggilan tukang sate dan bakso. “Sate…., Bakso….,” teriaknya. “Enak….,” tambahnya. Kontan aksi Obama ini, lagi mengundang aplaus dari hadirin.
Tentu Obama tidak hanya berbicara tentang hal-hal remeh-temeh dari masa lalunya yang singkat di Indonesia. Sebagai presiden dari sebuah negara adidaya, Obama sekali lagi menegaskan sejumlah pandangan dan pendiriannya. Di antaranya, ia menyatakan dukungan terhadap Indonesia yang tengah membangun dan mengembangkan demokrasi, dan berjanji akan membantu Indonesia dalam memerangi korupsi dan terorisme. Dalam memerangi terorisme, ia mengingatkan bahwa AS tidaklah menyerang Islam, tetapi kelompok teroris al-Qaida. Ia juga menyatakan sekali lagi kesungguhannya membangun hubungan yang lebih baik dengan Dunia Islam. Ia juga berjanji akan terus mendorong tercapainya perdamaian di Timur Tengah dengan mendorong terwujudnya solusi dua negara (two-state solution).
++++
Pidato Obama, seperti yang juga ia sampaikan di Kairo dan Istanbul, memang selalu tampak manis. Namun, semua itu hanya manis di mulut. Obama ternyata tidak lebih seorang pembual ulung. Mari kita lihat satu-persatu poin penting dari pidatonya itu.
Pertama: AS tidak menyerang Islam, tetapi al-Qaida. Apa salah al-Qaida sehingga harus diperangi? Karena, katanya, mereka adalah kelompok teroris yang telah merusak. Kalau begitu, apa bedanya dengan AS yang juga telah merusak negara seperti di Irak dan Afganistan? Mengapa pula AS yang telah mimbulkan korban dengan jumlah yang lebih banyak dan intensitas kerusakan yang juga jauh lebih besar tidak pernah disebut teroris?
Lagi pula, benarkah AS tidak menyerang Islam? Memang AS tidak menyerang seluruh umat Islam, tetapi bila serangan terhadap Islam diindikasikan dengan adanya serangan terhadap negeri Islam, terhadap penduduk beragama Islam dan terhadap nilai-nilai atau ajaran Islam, maka seluruh indikasi itu telah ada secara nyata. Serangan AS terhadap Irak dan Afganistan jelas merupakan serangan terhadap negeri Islam. Dengan jutaan warga di negeri-negeri itu yang menjadi korban, berarti pula AS secara nyata telah menyerang penduduk Muslim. Lebih dari itu, usaha gigih AS mendesakkan paham demokrasi, HAM dan pluralisme ke Dunia Islam seraya mengecam nilai-nilai atau ajaran Islam—seperti gagasan penerapan syariah, Khilafah, jihad, poligami dan lainnya sebagai ajaran konservatif, radikal, dan karenanya para penganutnya dicap sebagai kelompok radikal—tidak bisa diartikan selain sebagai serangan terhadap Islam. Jadi, bagaimana bisa Obama mengatakan bahwa AS tidak sedang menyerang Islam? Dalam beberapa hal, AS memang tampak merangkul umat Islam, tetapi yang dirangkul adalah umat Islam moderat—sebuah sebutan untuk kelompok umat Islam yang mau tunduk serta menerima nilai-nilai dan kepentingan AS. Di sisi lain, AS memerangi kelompok umat Islam dimana saja yang berani menentang paham, nilai-nilai dan kepentingan AS. Inilah politik belah bambu: sebagian umat Islam diangkat, sebagian lagi diinjak. Karena itu, kesungguhan dia untuk membangun hubungan baik dengan Dunia Islam pantas untuk diragukan.
Kedua: AS mendorong perdamaian Israel- Palestina. Palestina mana yang ia maksud, karena di sana ada Palestina yang dikuasai Fatah dan Palestina yang dikuasai Hamas. Pasti yang dimaksud adalah Palestina Tepi Barat karena AS tidak pernah mengakui eksistensi Hamas di Jalur Gaza meski Hamas menang Pemilu secara fair di sana. Bahkan hingga saat ini, AS dengan segala cara terus berusaha untuk mengeliminasi kekuatan Hamas dan komponen perlawanan lain, terutama Hizbut Tahrir Palestina, yang diketahui memang tidak pernah mau tunduk pada kemauan AS dengan konsep two-state solution (solusi dua negara), karena dengan solusi ini berarti mengakui penjajahan Israel atas wilayah Palestina.
Ketiga: Tentang Demokrasi dan HAM. AS memang selalu berbicara tentang demokrasi dan HAM di mana-mana. Namun, HAM seperti apa yang dimaksud? Dengan semua kelakuan AS di berbagai belahan dunia, utamanya agresi terhadap Irak, Afganistan dan dukungan membabi-buta terhadap Israel, AS menurut Amnesti Internasional justru dinilai sebagai negara pelanggar HAM terbesar di dunia. Begitu juga dengan demokrasi, demokrasi seperti apa yang dimaksud? Sangat nyata, AS mendukung banyak sekali rezim diktator asal rezim itu menguntungkan AS. Sebaliknya, AS tidak malu-malu menentang penguasa di suatu negara meski itu telah dipilih secara fair oleh rakyatnya hanya karena rezim itu tidak disukai oleh AS. Lihatlah apa yang dilakukan oleh AS di Jalur Gaza. Pemerintahan Hamas sampai sekarang tidak diakui oleh AS, bahkan Hamas dianggap sebagai kelompok teroris. Yakinlah, bila haluan politik Indonesia tidak mengarah ke Washington, AS pasti juga tidak akan bersikap manis seperti sekarang ini.
Tragisnya, pidato yang hakikatnya penuh dengan racun itu disambut dengan penuh gegap-gempita, dibumbui dengan pujian setinggi langit oleh berbagai kalangan, termasuk oleh orang-orang yang mengaku cerdik pandai.
++++
Dalam diskusi untuk acara “Kabar Petang” JakTV, Rabu, 10 November malam, saya hadir bersama Suzie Sudarman dari Pusat Studi Amerika, Universitas Indonesia dan Yunarto Wijaya dari Charta Politika. Saat itu dikatakan bahwa dengan kunjungannya ke Masjid Istiqlal dan pidato yang memikat, Obama dikatakan sebagai seorang yang bermoral dan penuh toleransi. Dikatakan pula bahwa ketidakmampuan Obama untuk segera membereskan keterlibatan AS di Irak dan Afganistan disebabkan karena Obama terikat dengan segenap ketentuan dan kebijakan politik luar negeri AS. Boleh disebut Obama adalah presiden yang tersandera (hostaged president).
Lalu saya jawab, Obama adalah seorang presiden. Ia bukanlah seorang pengkhotbah atau penceramah. Karena itu, yang harus dinilai dari Obama bukanlah ucapannya, tetapi tindakannya. Bagaimana mungkin Obama dikatakan bermoral, sementara ia terus membunuhi ribuan manusia setiap harinya di Irak dan Afganistan. Ia juga sampai sekarang tidak berhenti memerintahkan pengiriman pesawat tanpa awak (un-man aircraft) ke wilayah perbatasan Pakistan dan Afganistan; katanya untuk menghancurkan basis teroris. Faktanya, yang menjadi korban adalah penduduk sipil, di antaranya anak-anak, perempuan dan orang tua; juga sekolah, pesantren dan madrasah. Ia bahkan tidak sedikitpun pernah menyinggung Tragedi Gaza. Invasi Israel ke wilayah Gaza awal tahun 2009, yang menewaskan lebih dari 1300 orang dan menghancurkan sarana fisik Gaza yang sebelumnya sudah sangat minim itu, di mata Obama seolah tidak pernah terjadi. Apakah orang seperti ini bisa disebut sebagai bermoral? Andaipun benar Obama adalah presiden yang tersandera, apakah untuk mengucapkan rasa prihatinnya terhadap tragedi itu mulut Obama juga tersandera? Mengapa di berbagai tempat, termasuk di UI, ia bisa berbicara manis, sedangkan untuk tragedi Gaza tidak? Kalau dia benar tersandera, mengapa kita masih saja terus berharap pada Obama?
Bius Obama ternyata sudah menyebar ke mana-mana. Pada acara Dialog di Radio Elshinta Rabu 10 November mulai jam 00.30 dinihari, hampir semua pendengar yang menelpon dari berbagai daerah menyalahkan saya yang kokoh menolak kedatangan Obama. Ada yang dengan alasan basi, bahwa Obama adalah tamu yang harus dihormati; ada lagi yang mengatakan dengan berapi-api untuk jangan su’udzan. Sangka baik saja, siapa tahu Obama berubah menjadi Muslim. Ada lagi yang menyarankan, daripada demo, lebih baik bantu korban bencana. Mungkin saking kesalnya, ada pendengar yang mengaku bernama Wayan dari Bali dengan setengah berteriak minta supaya Elshinta lain waktu cari saja nara sumber yang nasionalis.
Soal tamu, seperti biasa saya jawab, bahwa Islam memang mengajarkan kita untuk menghormati tamu. Namun, tamu itu ada dua, yang baik dan yang bermasalah. Dengan semua kebrutalannya itu, Obama sangat jelas merupakan tamu jenis kedua. Kemudian soal khusnudzan, mungkin saja Obama suatu ketika akan masuk Islam. Namun, dalam perspektif syariah, pelaku kejahatan harus dihukum. Kalau cara berpikir, “siapa tahu dia akan menjadi baik nantinya” itu dipakai, maka tentu tidak akan pernah ada penjahat yang bakal dihukum. Ini jelas tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri, dan fakta sejarah bahwa Nabi saw. telah menghukum banyak penjahat, termasuk para pemimpin Quraisy.
Lalu tentang nasionalisme, saya balik bertanya kepada Pak Wayan, apakah sebuah tindakan yang nasionalis menyerahkan blok kaya minyak Cepu serta blok Natuna yang mengandung ratusan triliun kaki kubik gas kepada Exxon Mobil? Juga menjual Indosat serta membiarkan eksploitasi emas di Papua? Itu semua dilakukan oleh presiden yang ngakunya nasionalis. Lalu saya jelaskan bagaimana sepak terjak HTI selama ini dalam melindungi kepentingan umat dan keutuhan wilayah negeri ini.
Di akhir penjelasan disampaikan bahwa HTI telah terlibat aktif membantu korban bencana Mentawai dan Merapi. Dalam demo besar ahad 7 November lalu, dilakukan doa bersama dan pengumpulan dana. Terkumpul lebih dari Rp 62 juta. Semua untuk korban bencana. Namun, dengan sikap lembek penguasa dan bangsa ini, bersiaplah kita menghadapi bencana yang lebih besar yang dibawa oleh Obama: penjajahan! []
Saya salut dengan gagasan dan pemikiran Anda yang teguh dalam membela Islam. Lanjutkan perjuangan Anda pak. Doa kami umat Islam selalu menyertai Anda.
Ass. . . .
Terima kasih pak telah membuka akal pikiran sehat saya.
Jangan takut pak anda sekarng berada pada jalur yang benar.
Bila saya boleh memberi saran sedikit saja.
Saya salut dengan artikel bapak dan alangkah sempurna lagi artikel ini di propokasi ke layar kaca, itu saja saran dari saya.
Mohon maaf pak bila saya telah lancang.
Syukran Wassalam. . . . .