Pengantar:
Banyak kalangan, khususnya kaum feminis, menilai bahwa ragam problem yang dihadapi kaum perempuan bertumpu pada ketidakadilan jender dan diskriminasi perempuan. Banyaknya perempuan miskin, kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual dan tingginya kematian ibu adalah beberapa problem yang dihadapi perempuan sebagai akibat dari ketidakadilan dan diskriminasi perempuan. Anehnya, meski semua itu dialami kaum perempuan di alam Kapitalisme-sekular saat ini, Islam kemudian dituduh menjadi ‘biang’ dari berbagai keterpurukan perempuan itu. Muncullah kemudian gagasan kesetaraan jender, pemberdayaan perempuan dll yang dianggap sebagai solusi untuk mengatasi persoalan perempuan, sekaligus membebaskan perempuan dari berbagai kungkungan adat, tradisi dan terutama agama yang dianggap selama ini menjadi sumber masalah perempuan.
Bagaimana mendudukkan persoalan ini? Berikut kami memaparkan pandangan Jubir Muslimah HTI Ustadzah Iffah Rochmah dalam wawancara dengan Redaksi kali ini.
Bagaimana kondisi kaum perempuan di negeri-negeri Islam, khususnya negeri ini?
Kaum perempuan di berbagai negeri Islam hidup dalam kondisi jauh dari predikat ‘khayru ummah’ yang seharusnya disandang. Mereka miskin, tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya dan jauh dari kesejahteraan. Di Indonesia, misalnya, data BPS tahun lalu menyebut ada lebih dari 37 juta perempuan miskin, dan setiap tahun hampir 2,5 juta TKW yang terpaksa meninggalkan anak dan keluarganya demi keluar dari kemiskinan. Kemiskinan pula yang menghantarkan pada masih sangat tingginya Angka Kematian Ibu, yakni 248 jiwa pada setiap 100 ribu kelahiran.
Di Barat, kaum perempuan memang tidak mengalami kemiskinan yang sama sebagaimana menimpa perempuan di negeri Muslim. Namun, mereka juga jauh dari kebahagiaan dan kemuliaan. Selama 25 tahun terakhir tercatat hampir 1 miliar aborsi dilakukan oleh perempuan Eropa, AS dan Federasi Negara bekas Uni Sovyet. Perempuan di negara Barat yang konon menjunjung tinggi HAM sangat rentan menjadi korban perkosaan. Data statistik nasional AS menunjukkan 78 pemerkosaan terjadi setiap jam, atau 1872 kasus setiap harinya. Saat ini terdapat 1,3 juta perempuan AS mengidap trauma kejiwaan akibat pemerkosaan. Belum lagi kasus-kasus tingginya angka perceraian, rendahnya perhargaan terhadap lembaga perkawinan, fenomena single mother dan budaya konsumsi alkohol yang menjangkiti perempuan. Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa perempuan di negara Barat juga tidak menemukan kebahagiaan hidup sebagaimana mereka impikan.
Apakah berarti kaum perempuan terpinggirkan dan tertindas?
Benar. Namun kita harus kritis menggunakan ungkapan ini. Perempuan terpinggirkan dan tertindas selalu dikonotasikan karena nilai-nilai kultural, yakni adat-istiadat dan ajaran agama mengekalkan ketertindasan tersebut. Karena yang dijadikan contoh adalah ketertindasan dan kesengsaraan perempuan di negeri-negeri Muslim, maka biasanya yang dianggap mengekalkan penindasan tersebut adalah ajaran agama Islam. Sungguh ini adalah penyesatan opini. Jika kita obyektif menilai, kondisi buruk menimpa perempuan baik di negeri Islam maupun di barat. Ketertindasan mereka adalah karena penerapan sistem Kapitalisme yang melahirkan pemimpin yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan partainya, tanpa peduli pada kondisi rakyatnya, termasuk kaum perempuan. Pemimpin ini menjalankan sistem ekonomi Kapitalisme yang menghasilkan pemiskinan struktural.
Barat lalu menyodorkan ide dan gerakan kesetaraan jender, pembebasan dan pemberdayaan perempuan. Apakah itu solusi?
Menganggap gerakan kesetaraan jender sebagai solusi adalah pemikiran yang misleading, salah arah. Keberhasilan gerakan kesetaraan jender di negara-negara Eropa tidak mampu mewujudkan kehormatan, perlindungan dan keamanan bagi perempuan. Ide pembebasan perempuan dan program-program pemberdayaan perempuan di berbagai bidang terbukti justru menghasilkan degradasi perilaku dan kesengsaraan bagi perempuan sebagaimana fenomena perempuan barat saat ini.
Gerakan kesetaraan jender telah membawa gelombang ketidakpuasan kaum perempuan terhadap perlakuan dalam sistem keluarga dan masyarakat. Tumbuh jiwa bersaing di segala bidang antara dua insan; laki-laki dan perempuan. Tatanan yang semula berjalan harmonis dengan pembedaan peran dan posisi yang jelas menjadi goyah karena seruan ketidakadilan bergaung di segala sisi.
Perempuan pun didorong untuk memperoleh peran dan kedudukan yang sama persis dengan laki-laki. Ditanamkanlah asumsi bahwa rumah tangga adalah penjara bagi kaum perempuan yang menghalangi kiprahnya di sektor publik dan peran ibu adalah perbudakan. Akibatnya, hanya sedikit perempuan yang tulus melakoni peran sebagai ibu, dan tidak ada yang bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak. Sistem sosial yang rusak dan ancaman lost generation di depan mata. Perempuan juga harus menanggung hidup yang semakin berat akibat penghapusan berbagai UU yang memberi kekhususan bagi perempuan di tempat kerja, seperti cuti hamil, tidak adanya jam kerja malam dsb. Jelas ide dan gerakan-gerakan kesetaraan jender dan berbagai program turunannya hanya menambah masalah, bukan solusi.
Jika bukan solusi, mengapa semua itu dipasarkan di negeri-negeri Muslim?
Barat memiliki kepentingan besar untuk menyebarkan ideologi Kapitalisme di berbagai bidang demi mengeksploitasi manfaat material dari SDA di Dunia Islam. Dengan mengekspor ide dan gerakan kesetaraan gender ke negeri-negeri Muslim, Barat menanamkan lebih kuat ide kebebasan yang menjadi pilar Kapitalisme.
Perempuan Muslimah didorong untuk melepaskan diri dari berbagai hambatan agar terwujud kesetaraan peran dengan laki-laki. Salah satu hambatan tersebut adalah aturan agama (Islam). Karena itu, dengan mengadopsi ide kesetaraan jender ini, perempuan akan membebaskan dirinya dari aturan Allah dan memberdayakan dirinya sedemikian rupa tanpa menjadikan syariah agamanya sebagai pijakan. Perempuan Muslimah diarahkan untuk mengejar posisi kekuasaan yang sejatinya diharamkan dalam Islam. Mereka juga diarahkan untuk melihat bahwa berbagai problematika yang menimpa umat, khususnya perempuan dan anak, adalah karena belum adanya kesetaraan jender pada struktur sosial masyarakat, juga pada pijakan pembangunan dalam wujud UU yang dijiwai semangat setara jender. Pada gilirannya, arah perjuangan kaum perempuan di negeri-negeri Muslim terfokus untuk mewujudkan kesetaraan gender di semua bidang. Mereka tidak menyadari bahwa aroma penjajahan di segala bidang sedang mengintai. Di sisi lain, gerakan kesetaraan jender telah membawa perempuan Muslimah mengabaikan peran keibuan (umamah) dan pengelola rumah tangga (rabbah al-bayt). Padahal peran inilah yang pertama dan utama untuk melahirkan generasi berkualitas. Generasi berkualitaslah yang akan melepaskan umat ini dari penjajahan ideologi Kapitalisme. Gerakan kesetaraan jender bahkan bisa menjadi sepatu roda yang mempercepat langkah penjajahan bangsa melalui perempuan.
Barat selalu menuduh salah satu sebab ketertindasan dan marginalisasi perempuan adalah ajaran Islam, ada apa di balik hal itu?
Tuduhan itu hanya untuk menutupi motif yang sesungguhnya di balik upaya gencar Barat mempromosikan ide-ide liberalnya; juga untuk menutupi kelemahan dan kegagalan ide kapitalisme, liberalisme dan kesetaraan jender yang telah mereka promosikan. Barat sejatinya sangat sadar bahwa hanya Islam yang mampu menjadi ideologi yang menantang Kapitalisme. Sebisa mugkin Barat menutup ketertarikan manusia terhadap Islam dengan melabelkan berbagai cap negatif. Islam menindas perempuan, diskriminatif dan sebagainya. Namun, fakta kebenaran islam tidak bisa ditutupi dengan tuduhan-tuduhan tersebut. Bahkan masyarakat di negara Barat juga tidak lagi termakan tuduhan buruk terhadap Islam tersebut. Data statistik kependudukan Inggris menyatakan bahwa Islam adalah agama yang paling cepat tumbuh karena convert (non-Muslim yang masuk Islam), dan 7 dari 10 orang yang masuk Islam adalah perempuan yang kebanyakan kalangan intelektual.
Sebetulnya akar masalah yang dihadapi perempuan itu apa?
Saat ini memang seharusnya masyarakat menelusur akar masalah yang sebenarnya. Menggunakan pisau analisis jender untuk membedah semua masalah yang menimpa perempuan hanya menunjukkan kemalasan berpikir kita. Kita menerima begitu saja rumusan akar masalah perempuan yang telah dipromosikan oleh Barat.
Jika kita telaah secara mendalam, masalah yang menimpa perempuan saat ini adalah masalah yang juga menimpa laki-laki. Semua terjadi karena penerapan sistem Kapitalisme, baik di negara-negara Barat maupun maupun di negeri Islam. Kapitalisme telah menghasilkan masyarakat dunia yang gagal menghasilkan kesejahteraan umat manusia, bahkan hanya melahirkan kesengsaraan dan penindasan.
Kapitalisme pula yang telah memberikan nilai kepada perempuan tidak lebih dari sekadar komoditas. Perempuan dieksploitasi agar menghasilkan keuntungan materi dari kemolekan tubuhnya dan daya tarik kewanitaannya. Sungguh Kapitalisme adalah ideologi yang benar-benar merendahkan martabat perempuan yang diciptakan mulia oleh Allah.
Sepanjang sejarah peradaban, hanya sistem Islam yang memberikan penghormatan hakiki kepada perempuan serta memberikan jaminan kesejahteraan bagi kehidupan perempuan. Namun, saat ini sistem Islam tersebut tidak lagi ada, sehingga masalah demi masalah terus menimpa perempuan.
Lalu bagaimana solusinya?
Solusinya adalah tinggalkan sistem Kapitalisme, dan berjuanglah untuk menegakkan kembali sistem Islam. Inilah yang akan mewujudkan kemuliaan hidup bagi perempuan dan bahkan bagi umat manusia.
Jika ungkapan “pembebasan dan pemberdayaan perempuan” itu masih boleh dipakai, harusnya seperti apa?
Seharusnya perempuan melakukan upaya pembebasan yang hakiki, yakni membebaskan dirinya dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Allah SWT, Pencipta manusia. Perempuan harus segera membebaskan dirinya dari jeratan sistem Kapitalisme buatan manusia serta sungguh-sungguh berjuang menegakkan sistem kehidupan Islam yang mengimplementasikan syariah Allah SWT dalam semua bidang kehidupan. Syariah Islam juga menetapkan bagaimana peran strategis perempuan untuk membangun kehidupan yang ideal. Sistem kehidupan tersebut adalah Khilafah Islamiyah.
Semangat pembebasan di atas akan menuntun perempuan memulai langkah pemberdayaan dirinya dengan satu visi “menjadi perempuan unggul sebagai umm[un] wa rabbah al-bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) yang melahirkan generasi cerdas, takwa, pejuang syariah dan Khilafah dan kesakinahan keluarga” dan sebagai mitra laki-laki dalam membangun masyarakat Islam.
Jadi perjuangan seperti apa yang harus dilakukan oleh kaum Muslimah sekarang?
Perempuan bisa memberikan kontribusi yang luar biasa bagi pembangunan peradaban dunia yang ideal, dengan bergabung dalam gerakan penyadaran umat agar segera tegak Khilafah Islamiyah. Gerakan penyadaran itulah yang terus diupayakan oleh Hizbut Tahrir. Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) sebagai bagian dari Hizbut Tahrir akan menghimpun potensi kaum Muslimah agar berkiprah politik sesuai dengan perspektif Islam, guna meraih misi: (a) Mengokohkan ketahanan keluarga Muslim; (b) Melahirkan generasi berkualitas pejuang; (c) Membangun Muslimah berkarakter kuat dalam rangka amar makruf nahi mungkar; (d) Membina perempuan sebagai mitra laki-laki dalam rumah tangga dan perjuangan di masyarakat. []