Nasib Sumiati sungguh sangat menyedihkan. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggera Barat ini disiksa oleh majikannya di Arab Saudi. Hampir semua bagian tubuh, wajah dan kedua kakinya mengalami luka-luka. Media massa setempat memberitakan bahwa Sumiati mengalami luka bakar di beberapa titik. Kedua kakinya nyaris lumpuh. Kulit tubuh dan kepalanya terkelupas. Tulang jari tengah tangannya retak. Alis matanya rusak. Yang paling mengenaskan, bagian atas bibirnya dipotong.
Pemerintah Indonesia menyebut perbuatan majikan Sumiati sangatlah tidak berperikemanusiaan. Oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia di Jakarta, Abdurrahman Mohammad Amen al-Khayyat. Dalam pertemuan itu, Pemerintah Indonesia melalui Kemlu mendesak Pemerintah Arab Saudi untuk membawa pelaku ke pengadilan.
Bukan pertama kali, Tenaga Kerja Indonesia mengalami hal yang menyedihkan di luar negeri. Bentuknya bermacam-macam. Ada yang ditipu, tidak dibayar oleh majikan, sampai disika. Ini bukan hanya terjadi di Arab Saudi. Kejadian yang mirip pernah menimpa tenaga kerja wanita di Malaysia, Singapura dan beberapa tempat lainnya.
Berkaitan dengan ini ada tiga poin penting yang perlu kita sampaikan. Pertama: kita perlu menegaskan, kejadian yang menimpa Sumiati jelas-jelas bertentangan dengan Islam dan tidak ada hubungannya dengan Islam, meskipun pelakunya adalah warga Saudi Arabia. Hal ini perlu kita tegaskan, mengingat tidak sedikit mereka mengidap islamophobia menjadikan penyiksaan terhadap TKI sebagai kampanye murahan menyerang Islam dan syariah Islam. Apalagi kalau terjadi di Saudi Arabia.
Saudi Arabia bukanlah representasi dari negara yang menerapkan syariah Islam yang utuh. Meskipun dalam beberapa aspek negara itu memang menerapkan syariah Islam. Sistem kerajaan yang diadopsi oleh negara itu bertentangan dengan sistem Islam yang berbentuk Khilafah. Dalam sistem Khilafah, pemimpin (Khalifah) bukanlah berdasarkan keturunan, tetapi dipilih oleh rakyat dengan ikhtiar (pilihan) dan ridha (kerelaan) rakyat.
Negara Saudi juga dikenal merupakan negara yang tunduk kepada Barat. Sistem ekonominya juga banyak mengadopsi Kapitalisme, seperti membolehkan perusahaan asing menguasai tambang-tambang minyak yang sesungguhnya merupakan milik rakyat (al-milkiyah al-amah). Bukan hanya itu, penerapan hukum di Saudi juga sering diskriminatif, tidak menyentuh pangeran-pengeran Saudi atau keluarga kerajaan inti yang dikenal senang hidup bermewah-mewahan.
Kedua: apa yang menimpa Sumiati tidak ada hubungannya dengan jender (jenis kelamin). Tindakan majikannya adalah kriminal murni dan dia wajib diberikan sanksi tanpa melihat jenis kelaminnya. Syariah Islam dengan tegas melarang segela bentuk penyiksaan seperti itu tanpa melihat jenis kelamin pelaku atau korbannya, baik laki-laki atau perempuan.
Orang yang membunuh secara sengaja akan dikenakan sanksi qishash berupa hukuman mati, kecuali keluarga korban memaafkan maka pelaku dibebaskan setelah membayar diyat senilai 100 ekor unta yang 40 ekor di antaranya adalah unta hamil, yakni sanksi yang diberatkan (mughallazhah) atau dengan 1000 dinar emas (1 dinar 4,25 gr emas).
Adapun penyerangan terhadap anggota tubuh akan dikenakan diyat. Dalam kitab Nizham al-‘Uqubat dijelaskan secara rinci sanksinya. Penyerangan terhadap dua biji mata dihukum dengan diyat (100 ekor unta), kalau 1 biji mata setengah diyat (50 ekor unta). Penyerangan terhadap dua buah telinga dikenakan diyat penuh (100 ekor unta). Jika dua buah bibir dipotong atau hilang atau terjadi pelumpuhan dikenakan diyat penuh (100 ekor unta). Adapun diyat setiap gigi adalah 5 ekor unta.
Ketiga: Tragedi Sumiati juga cerminan dari kegagalan sistem Kapitalisme yang diadosi oleh Indonesia untuk mensejahtrakan rakyatnya. Kalau ada pilihan lain, tentu Suamiti lebih ingin dekat bersama keluarganya. Namun, kemiskinan telah memaksa Sumiati dan ribuan wanita lainnya untuk bekerja di luar negeri meninggalkan suami, anak atau keluarga. Dalam Islam kewajiban mencari nafkah ada di tangan suami, sementara wanita memiliki fungsi utama sebagai umm[un] wa rabbah al-bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Namun, kondisi ekonomi yang sulit akibat sistem Kapitalisme memaksa Sumiati harus bekerja.
Syariah Islam adalah agama yang memuliakan wanita. Begitu pentingnya memperhatikan wanita ini, secara khusus Rasulullah saw. mengingatkan umatnya saat menyampaikan khutbah perpisahan di Arafah:
Takutlah kepada Allah dalam bersikap terhadap kaum wanita, karena kalian telah mengambil mereka (menjadi istri) dengan amanah Allah dan kehormatan mereka telah dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Sesungguhnya kalian mempunyai kewajiban terhadap istri-istri kalian dan istri-istri kalian pun mempunyai kewajiban terhadap diri kalian.
Rasulullah saw. juga menyatakan bahwa orang Mukmin yang sempurna adalah yang memuliakan wanita. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: “Orang Mukmin yang paling sempurna imannya di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya dan yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik terhadap istri mereka.” []