Hizbut Tahrir (HT) hanya cocok untuk kaum intelektual, golongan terpelajar dan terdidik. Ia tidak cocok untuk masyarakat awam, apalagi yang hidup di pedesaan. Ide HT terlalu tinggi, terlalu intelek. HTI elitis. Begitulah kira-kira penilaian sementara pihak terhadap HT dan ide-idenya. Benarkah?
++++
Bermacam-macam memang penilaian orang terhadap Hizbut Tahrir (HT) atau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Penilaian itu umumnya terjadi karena mereka tidak paham atau kurang mengerti konsepsi gerak HT, juga realitas yang sebenarnya. Pada awalnya, di pertengahan tahun 80-an, memang Hizbut Tahrir di Indonesia bergerak di kampus, terbatas di kalangan mahasiswa atau sarjana yang baru lulus. Di tengah suasana politik Orde Baru yang sangat represif, semua gerakan Islam, termasuk HTI, bergerak secara tertutup. Akibatnya, perkembangan dakwah berjalan sangat lamban.
Tambahan lagi, sebagai sebuah kelompok Islam, HT bergerak memang mengikuti thariqah atau metode dakwah yang diyakini sesuai dengan thariqah dakwah Rasulullah: diawali dengan pembinaan dan pengkaderan, diakhiri dengan fase penerapan syariah Islam sebagai tanda tegaknya kehidupan Islam. Pada fase pembinaan dan pengkaderan, HT memang bergerak sangat terbatas. HT harus memilih dimana dakwah harus dimulai dan kepada siapa dakwah diberikan untuk mendapatkan kader. Jangan masyarakat awam, kalangan kampus pun pada waktu itu tidak banyak yang tahu. Nah, proses pembinaan dan pengkaderan itu berlangsung bertahun-tahun. Selama itu pula, praktis tidak ada pertumbuhan dakwah di tempat lain karena dakwah terkonsentrasi di tempat dan pada kader awal yang tengah dibina. Itulah sebabnya pertumbuhan dakwah menjadi sangat lambat. Namun, seiring waktu, seperti deret ukur, perkembangan dakwah makin melaju. Bila awalnya hanya di satu tempat, kini dakwah HT sudah menyebar kemana-mana.
Bermula dari Palestina pada tahun 1950-an, dakwah HT yang dirintis oleh Syaikh Taqiyyudin an-Nabhani rahimahullah itu kini sudah menyebar di lebih dari 40 negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia, bermula dari kota Bogor di pertengahan tahun 80-an, dakwah HT sekarang telah berkembang di lebih dari 300 kota/kabupaten di 33 propinsi. Di beberapa wilayah, khususnya di Jawa, HTI sudah berkembang di kota kecamatan bahkan pedesaan. Di Cilacap, HTI merambah ke Dayeuh Luhur, sebuah desa terpencil di kawasan perbukitan 2 jam berkendara di utara kota Banjar Patroman, Jawa Barat. Peserta atau aktivisnya pun makin beragam. Bila awalnya hanya diikuti oleh mahasiswa atau sarjana, kini ada petani, buruh, pegawai negeri dan swasta, ulama dan dosen. Dari segi pendidikan, kader-kader HTI memang banyak yang sarjana, tetapi tidak sedikit yang hanya lulus SMA atau bahkan SMP dan SD. Cukup banyak yang bergelar master, bahkan doktor lulusan dalam dan luar negeri. Dari sisi usia, kebanyakan aktivis HTI memang masih muda-muda. Umurnya di kisaran 30-an tahun, tetapi kini makin banyak dari kalangan pelajar SMP dan SMA, juga dari kalangan yang sudah lanjut usia. Dari segi latar ekonomi, ada yang hidupnya lebih dari cukup karena mempunyai sekian usaha, tetapi tidak sedikit yang hidupnya sangat sederhana.
Lantas bagaimana respon masyarakat terhadap dakwah HTI? Untuk mendapatkan gambaran yang obyektif, HTI pada tahun 2010 lalu meminta SEM Institute, sebuah lembaga riset nasional, untuk melakukan survey persepsi publik. Survey tersebut bertujuan mengetahui persepsi masyarakat terhadap Hizbut Tahrir terkait keberadaannya, perjuangannya serta metodenya dalam menegakkan syariah dan Khilafah dengan segala aspek kegiatan dan produk-produknya (Buletin Al-Islam, Jurnal Al-Wa’ie dan Tabloid Media Umat, Website); juga untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi masyarakat menyangkut pengetahuan, pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap syariah dan Khilafah.
Data dikumpulkan dengan metode kuantitatif menggunakan quota purposive sampling untuk non masyarakat umum dan stratified random sampling untuk masyarakat umum dengan wawancara langsung (face to face interview) yang dilakukan di 31 kota di Indonesia. Survey ini dipilih karena populasi bisa diwakili oleh sampling secara purposive sehingga sampling errornya relatif kecil. Survey-survey sejenis banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga riset dalam rangka pengambilan kesimpulan mengenai suatu topik tertentu yang dilakukan dalam waktu singkat tetapi keakuratannya cukup tinggi. Seluruh tahapan survey ini dilakukan melalui proses Quality Assurance dan Quality Control sesuai standar pelaksanaan survey, mulai dari penyusunan kuesioner sampai pada pengolahan data. Seluruh data yang masuk dilakukan quality control dalam pengumpulannya.
Dari survey yang dilakukan pada bulan Maret–April tahun 2010 lalu itu, dengan 1220 responden di 31 kota di Indonesia yang diambil dari berbagai kalangan yang dianggap mewakili masyarakat—seperti kalangan legislatif (anggota DPR Pusat dan Daerah), Eksekutif (Pusat dan Daerah), Yudikatif (Kejaksaan dan Kehakiman), media massa, tokoh-tokoh ormas Islam dan pesantren, LSM, Aparat keamanan (polisi dan tentara), pengurus Partai Politik dan masyarakat umum—didapatkan sejumlah fakta yang menarik. Misal, menyangkut arah perjuangan HTI yang ingin menegakkan syariah dan Khilafah, ternyata didukung oleh 65% responden, bahkan 12%-nya ingin berjuang bersama HTI; 21% mengatakan terserah saja, dan hanya 2% yang menolak. Itu artinya, mayoritas responden mendukung perjuangan HTI. Hal ini diperkuat oleh respon positif responden atas pertanyaan yang lebih spesifik menyangkut gagasan penerapan syariah dan Khilafah. Mayoritas responden (74%) setuju atas penerapan syariah, dan bahkan 80% dari mereka berpendapat bahwa syariah adalah satu-satunya solusi bagi persoalan bangsa. Mayoritas responden (83%) juga setuju atas penegakan Khilafah, dan 65% dari mereka yakin bahwa Khilafah mampu mempersatukan umat Islam seluruh dunia dan menghilangkan kezaliman.
Jadi, siapa bilang umat tidak paham syariah dan Khilafah? Dulu mungkin memang iya. Banyak umat yang tidak paham dua soal penting tadi. Namun, dengan edukasi atau tatsqif yang gencar dilakukan oleh HTI dan banyak komponen umat Islam yang lain, akhirnya toh umat menjadi mengerti atau lebih mengerti apa itu syariah dan mengapa harus Khilafah. Ini terbukti dari survey tadi, juga dari hasil survey lain seperti yang dilakukan PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat) UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2003 lalu yang mendapati 74% responden menghendaki syariah. Memang, umat masih banyak yang belum paham Islam. Namun, ini mestinya makin mendorong kita untuk lebih giat menyadarkan umat, bukan malah mengendorkan semangat dan merubah arah perjuangan.
Di tengah kondisi umat yang begini rupa, bagi HT memang hanya tersedia dua pilihan: diam atau berteriak lantang menyuarakan perjuangan syariah dan Khilafah secara terus-terang. HT memilih yang kedua. Memilih diam atau menyembunyikan visi misi perjuangan memang lebih aman. Namun, mana ada perubahan bisa dilakukan oleh kelompok yang pendiam? Oleh karena itu, pilihan HT untuk berteriak lantang disadari memang bakal menimbulkan masalah. Namun, inilah jalan dakwah yang ditunjukkan oleh Rasulullah. Ini pula jalan perubahan. Ternyata secara faktual pilihan ini terbukti benar. Hasil survey membuktikan. Melalui dakwah yang gencar dilakukan secara terbuka, kini masyarakat menjadi lebih mengerti syariah dan Khilafah, sekaligus mendukungnya.
Tidak aneh bila mayoritas responden (78%) menilai HTI sebagai kelompok Islam yang paling giat memperjuangkan syariah dan Khilafah Islam. Mungkin itu pula yang membuat 59% responden menilai HTI-lah yang paling diharapkan umat daripada kelompok Islam lain untuk keberhasilan penerapan syariah dan tegaknya Khilafah.
Responden juga menilai HT sebagai kelompok Islam yang: 1) syar’i (berpegang teguh pada syariah); 2) pemikirannya bersifat ideologis; 3) konsisten; 4) paling bisa diharapkan untuk kebangkitan umat; 5) anggotanya muda-muda. HT juga dikenal sebagai kelompok Islam yang: 1) intelek; 2) ide-idenya cerdas; 3) non-kekerasan; 4) pengemban dakwah yang salih; 5 islami; 6) kader-kadernya tangguh. Jadi, bukan hanya ide globalnya yang dikenal, responden rupanya juga mengidentifikasi ciri-ciri HTI seperti tersebut di atas. Artinya, sebagai sebuah kelompok, HTI telah mendapatkan posisi yang khas di hadapan umat.
Ada satu pertanyaan menarik dalam survey itu, bagaimana jika HTI ikut Pemilu? Ternyata ada sebanyak 23,2% responden menyatakan akan memilih HTI bila pada tahun 2014 ikut Pemilu. Ini tentu jumlah yang cukup besar mengingat partai pemenang Pemilu 2009 hanya meraih 20%-an suara. Namun, kesertaan HTI dalam Pemilu hanya disarankan oleh 52% responden, sisanya meminta HTI tetap jangan ikut Pemilu. HTI memang tetap akan konsisten dengan langkahnya selama ini.
++++
Jadi, siapa bilang HTI elitis dan tidak cocok untuk masyarakat awam? Fakta-fakta di atas membuktikan bahwa ternyata dakwah HTI bisa diterima oleh siapapun dan dimanapun berada, baik tua atau muda, orang terdidik atau awam.
Time will tell, begitu orang bilang. Ungkapan ini kiranya tepat menggambarkan perjalanan dakwah Hizbut Tahrir di negeri ini yang sudah berlangsung lebih dari 20 tahun; bahwa dengan dakwah yang benar, waktulah yang akan menunjukkan hasil-hasilnya. Alhamdulillah..[]