Perjuangan suatu negara untuk mencapai posisinya tidak mengenal henti. Kompetisi antarnegara dalam kancah politik internasional pun sudah berlangsung sejak dulu. Dalam setiap lembaran sejarah, akan selalu ada satu negara yang dianggap sebagai negara yang memimpin dan mengendalikan dunia. Kompetisi ini, selain dipengaruhi oleh keyakinan yang diemban negara, penduduknya dan sistem yang dianutnya, juga dipengaruhi oleh kekuatan geostrategis negara tersebut.
Barat telah menggunakan istilah geopolitik dan menurut Oyvind Osterud (1988) ia telah menjadi penting pasca masa kolonial. Menurut Osterud tradisi geopolitik mengindikasikan adanya kaitan sebab-akibat antara kekuatan politik dan wilayah geografis. Menurut dia, istilah geopolitik dalam istilah yang baku berarti kumpulan pemikiran yang mendalami strategi yang spesifik, yang diformulasikan berdasarkan kepentingan relatif kekuatan darat dan laut dalam sejarah dunia. Karena itu, dalam membangun negara terkemuka di dunia, pentingnya kontrol atas geopolitik internasional tidak bisa diremehkan. Studi komprehensif terhadap sejarah Inggris dan Amerika—sebagai contoh negara adidaya global masa lalu dan sekarang—akan menampilkan beberapa kesimpulan penting mengenai karakter geopolitik sebuah negara adidaya.
Geostrategis Imperium Inggris Masa Lalu
Supremasi Inggris di dunia adalah karena kemampuannya menjajah Afrika, Amerika, Semenanjung India dan Timur Tengah di penghujung era kolonial.
Koloni Inggris di Amerika merupakan sumber hasil pertanian yang mendatangkan uang bagi Inggris dan, lebih penting lagi, menjadi sumber penghasilan penting dari bisnis jual-beli budak. Sedikitnya 3,5 juta budak, terutama berasal dari Afrika, telah dijual ke koloni Inggris di Amerika.
Afrika, selain merupakan sumber suplay budak, juga merupakan sumber bahan mentah yang penting. Inggris memerangi Prancis habis-habisan agar tetap memilki hubungan baik dengan beberapa kawasan di Afrika yang saat itu berada di bawah Khilafah Utsmani dan untuk tetap mengontrol bagian Afrika yang menjadi koloninya.
Meskipun penemuan mineral di Afrika baru banyak dilakukan pada Abad 20, pada masa lalu potensi kekayaan Afrika yang melimpah seperti sumber hutan, budak, tanah untuk pertanian, dan batubara untuk menjalankan roda industri secara pesat meningkatkan perhatian Inggris terhadap Afrika. Jika kita memperhatikan bagaimana Inggris menjaga dominasinya itu, Selat Gibraltar memberikan jawaban yang sempurna.
Semenanjung India menjadi lokasi penting lainnya bagi geopolitik Inggris. Kontrol penuh atas Semenanjung baru terealisai pada penghujung tahun 1857. Pada Abad 19, Inggris terus memproteksi koloni di India dan memperluasnya, sebagai batu loncatan untuk menguasai seluruh Asia.
Tentara bayaran perusahaan East India Company (EIC) memiliki peran penting bagi militer Inggris, sejak perang 7 tahun, dalam memukul mundur Napoleon dari Mesir (1799), merebut Jawa dari Belanda (1811), menguasai Singapura (1819) dan Malaka (1824) serta mengalahkan Burma (1826). Dari India pula Inggris bisa mengusik Cina dan menguasai Hongkong melalui manuver opium. Dengan demikian, India merupakan lokasi geostrategis bagi imperium Inggris di Asia Pasifik.
Bagi kekuatan adidaya, Mesir merupakan jalur kunci perdagangan rempah-rempah antara Eropa dan Asia. Inggris pun merebut Mesir dari Prancis pada abad ke-18. Mesir memberikan jalur tercepat untuk menjalin komunikasi dengan koloninya di India. Karena itu, jalur Terusan Suez menjadi penting sebagai urat nadi Imperium Inggris.
Apa yang dikenal sebagai ‘Rute Merah’ adalah rute perdagangan dari Inggris bagian selatan à Gibraltar àMalta àAlexandria àPort Said (setelah dibangunnya kanal) àTerusan Suez àAden àMuscat (akses menuju Teluk Persia) àIndia àSri Lanka àBurma àMalaysia àSingapura; lalu menyebar ke Pasifik, menuju Hong Kong, Australia, Selandia Baru, dan koloni Inggris lainnya. Ini mengingatkan kita bahwa rute ini merupakan rute strategis paling penting bagi Imperium Inggris.
Terakhir, Laut Mediterania merupakan lokasi geopolitik terpenting bagi Inggris. Dari tahun 1600-an hingga sekarang, Laut Mediterania membantu Inggris untuk mengontrol koloninya di Afrika sebagai sumber bahan baku dunia, memelihara komunikasi dengan Semenanjung India melalui Terusan Suez dan Teluk Persia, serta menjaga kekuatan Eropa lainnya tetap di luar Timur Tengah, Asia dan Afrika. Bahkan hingga hari ini pun, jalur ini masih merupakan jalur perdagangan tersibuk untuk perekonomian dunia; menghubungkan Amerika dan Eropa, dengan Asia dan Timur Tengah.
Dengan demikian, fakta sejarah menunjukkan bahwa Benua Afrika, Timur Tengah, Laut Mediterania, Teluk Persia dan Semenanjung India menjadi lokasi terpenting dalam kepentingan geopolitik Imperium Inggris. Dengan menguasai rute dan lokasi penting ini, Inggris menikmati pertumbuhan ekonomi yang digerakkan oleh visi politiknya. Lebih jauh lagi, sejarah mencatat bahwa Selat Gibraltar, Terusan Suez, Selat Hormuz di Teluk Persia dan Selat Malaka memegang peran penting dalam mempertahankan Inggris sebagai kekuatan adidaya selama 200 tahun.
Kolonialisme Amerika: Geostrategis Modern
Sejarah Amerika sebagai satu negara adidaya penting pada masa 1945-1990, dan adidaya dunia tunggal sejak 1991- hingga sekarang, memberikan beberapa kesimpulan penting.
Amerika menguasai minyak dari Timur Tengah untuk mendukung ekspansi ekonomi dan kebutuhan militernya. Krisis minyak 1973 menunjukkan rawannya ekonomi Amerika dan negara-negara Barat lainnya ketika suplai minyak diputus. Karenanya, Amerika membangun pangkalan militer di Teluk Persia, Arab Saudi dan Kuwait pada tahun 1990-an dan di Irak baru-baru ini. Sumber minyak dari Tim-Teng dikirim ke AS melalui Terusan Suez ke Mediterania. Untuk mengamankan suplai minyak itu, AS memerangi keberadaan Inggris dan Rusia di kawasan itu sejak PD II hingga akhirnya menang pada 1990-an selama Perang Teluk I dan jatuhnya Komunisme 1990. Betapa strategisnya kawasan ini diungkapkan dalam pidato Presiden Jimmy Carter tahun 1980 yang dikenal sebagai Doktrin Carter, “Sikap kami sudah jelas, kekuatan asing manapun yang berusaha mengontrol Teluk Persia akan dianggap sebagai serangan terhadap kepentingan vital Amerika dan akan dihadapi dengan berbagai tindakan, termasuk tindakan militer.”
Faktanya, 23% impor minyak AS berasal dari Timur Tengah. Kini Amerika menghadapi persaingan dari Cina dan Rusia terhadap akses minyak Timur Tengah. Demikian juga menghadapi kompetisi dari India, Jepang dan Uni Eropa. Karena itu, kawasan Mediterania dan Teluk Persia menjadi satu lokasi paling strategis bagi Amerika yang sudah mengalami perubahan dari peta kekuatan unipolar menjadi multipolar.
Sejak era Perang Dingin kawasan Laut Hitam dan Laut Kaspia menjadi tempat penting bagi Amerika untuk mengendalikan Rusia yang semakin berpengaruh di wilayah itu dan juga mempertahankan sekutu ideologisnya di Eropa. Meskipun dari dulu bersaing, AS dan Rusia memiliki kepentingan yang sama di kawasan Kaspia. Ini karena dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan pesat aktivitas gerakan Islam dan seruan untuk tegaknya kembali Khilafah Islamiyah oleh partai politik Islam non-kekerasan, yang populer dan aktif, yang telah menginspirasi Muslim di kawasan ini. Hizbut Tahrir menjadi aktor utamanya. Hingga tahun 2010, lebih dari 10 ribu aktivis dan pendukung Hizbut Tahrir dipenjara di Uzbekistan, termasuk wanita tua (73 th) dan anak-anak (13 th), dengan hukuman antara 7 hingga 20 tahun, hanya karena aktivitas dakwah mereka, bukan karena aksi kekerasan ataupun kejahatan apapun. Seorang pengamat independen dari Inggris yang memiliki hubungan dengan Kedutaan Inggris di Uzbekistan mengatakan, “Barat hanya punya satu opsi, yaitu Diktator brutal Islam Karimov, karena di luar itu hanya ada Hizbut Tahrir dengan Khilafah Islamiyahnya.”
Hal sama juga terjadi di negeri Asia Tengah lainnya.
Terakhir, di wilayah Asia, Amerika memiliki kepentingan untuk mengisolasi Cina. Lebih jauh lagi, bangkitnya India dalam skala regional dan pasarnya yang besar, gencarnya seruan Khilafah dari Pakistan, Bangladesh dan Indonesia membuat Asia Selatan merupakan target kebijakan luar negeri Amerika yang penting menurut Menlu AS Hillary Clinton. Pesatnya perekonomian Cina sudah mulai mengakar di negeri ASEAN dan meluaskan penetrasi ke Semenanjung Asia Selatan melalui Myanmar, Pakistan, dan Bangladesh.
Ancaman Islam Politik di kawasan Samudera India yang meliputi Pakistan, Bangladesh, India dan Indonesia yang didiami tidak kurang dari 60% populasi Muslim dunia telah mengkhawatirkan pembuat kebijakan Amerika.
Maka dari itu, dari studi yang mendalam tentang dua kekuatan adidaya penjajah dunia, Inggris dan Amerika, beberapa kawasan diketahui menjadi pusat pengaruh yang sangat penting bagi bangkitnya negara adidaya baru. Kontrol atas pusat pengaruh tersebut sangat penting dalam persaingan peradaban. Menilik sisi ekopolitik dan kepentingan strategis, ada beberapa pusat kawasan yang menjadi kunci pengendalian dunia, yaitu:
1. Kawasan Mediteranea, Timur Tengah dan Teluk Persia.
2. Benua Afrika yang kaya sumberdaya alam.
3. Asia Selatan dan Asia Tenggara yang terhubung dengan Selat Malaka.
4. Kawasan Laut Kaspia dan Laut Hitam.
Bangkitnya Negara Khilafah Islamiyah: Implikasi Geostrategis
Dari studi geostrategis ini, siapapun yang ingin melukiskan masa depan dunia, akan mendapatkan kesimpulan yang sangat penting dan mendalam. Umat Islam yang memiliki kesamaan keyakinan, tradisi dan aspirasi masa depan dan kelak akan disatukan dalam negara Khilafah Islamiyah dengan izin Allah SWT menempati posisi strategis. Keempat kawasan kunci serta rute perdagangan dan perekonomian paling vital yang disebutkan sebelumnya berada di wilayah kaum Muslim. Begitu Khilafah Islamiyah bangkit, dengan kontrol atas kawasan kunci dan rute vital itu, yang dikombinasikan dengan potensi demografi, ekonomi, militer dan ideologi, maka dalam sekejap Khilafah Islamiyah akan menjelma menjadi adidaya baru di dunia. Hal itu hanyalah masalah waktu. []