HTI

Afkar (Al Waie)

Tahap Akhir Menuju Khilafah

Sungguh, solusi tidak seharusnya datang dari pikiran manusia manapun; solusi seharusnya dituntun oleh Allah SWT, Zat Yang Mahakuasa, Mahatahu dan Mahakuat. Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (QS al-Ahzab [33]: 21).

Oleh sebab itu, jalan kehidupan Nabi saw. jelas harus diikuti demi mengembalikan perisai umat Islam, Negara Khilafah Islamiyah. Pasti, mengikuti metode beliau adalah jaminan satu-satunya untuk sukses bagi umat. Ini karena Nabi saw. datang ke dunia ini dan mendirikan Daulah Islamiyah pertama di kota Madinah. Tidak ada kesempatan untuk coba-coba. Tidak pula kesempatan lain untuk bersimpangan dari metode beliau, karena beliau adalah rasul.

Beberapa langkah harus dilakukan. Pertama: mendirikan partai politik berideologi yang menyerukan kembalinya Islam, yakni Negara Khilafah Islamiyah, seperti firman Allah SWT dalam al-Quran (Lihat: QS Ali Imran [3]: 104).

Kedua: mengusahakan perjuangan politik dan intelektual, dengan dasar Ideologi Islam, untuk mengekspos kebobrokkan sistem kufur dan konsep-konsepnya, yang merupakan hukum buatan manusia, yakni sekularisme, kebebasan, pasar bebas, demokrasi dan sebagainya; menciptakan kesadaran dan mengikutsertakan umat Islam dalam dakwah untuk persatuan, Khilafah dan syariah sebagai solusi untuk umat Islam dan untuk seluruh manusia.

Ketiga: mencari dukungan (nushrah) dari simpul-simpul kekuatan umat (ahlul quwwah), yaitu militer dari berbagai bagian Dunia Islam untuk menumbangkan sistem penjajah dan para anteknya untuk mendirikan kembali Negara Khilafah Islamiyah. Sungguh, Baiat Aqabah dan dukungan dari Saad ibn Muadz (ra.) adalah jelas membuktikan hal itu.

Dua tahapan pertama adalah untuk memastikan sebuah proses perjalanan politik yang harus dijalani membina umat dengan Islam, untuk sama-sama menanggung keprihatinan umat seluruh dunia melalui politik, untuk membongkar agenda penjajah di Dunia Islam. Hal ini akan menggiring umat Islam ke tingkat dimana dia akan melihat penjajah sebagai penjajah, bukan sebagai teman. Umat berdasarkan akidah dan pola pikir Islam melihat Khilafah Islamiyah satu-satunya pengganti atas pendudukan Barat, kerusakan dan korupsi pada demokrasi sekular dan sistem kediktatoran yang dipaksakan atasnya.

Tahapan ketiga, berdasarkan dukungan umat dan pengaruh militer di tubuh umat, mendukung seruan untuk Khilafah Islamiyah dan mencabut boneka-boneka penjajah, sistem-sistem penjajahan, meleburkan kembali batas-batas wilayah jajahan di antara umat dan menempatkannya kembali dalam Negara Khilafah Islamiyah.

Tanda-tanda Kebangkitan Kembali Umat Islam

Saat ini Negara Islam tidak lagi ada di kancah Internasional sejak kehancuran Negara Khilafah. Satu-satunya jalan umat Islam untuk dapat bebas adalah dengan mendirikan kembali Negara Khilafah Islamiyah sesuai dengan metode kenabian. Akhirnya, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mendirikan Hizbut Tahrir atau Partai Pembebasan tahun 1953 di Al-Quds.

Saat proses kebangkitan kembali umat Islam dimulai oleh Hizbut Tahrir tahun 1953 yang lalu, hal tersebut segera mempesonakan umat Islam, yang telah melihat (lebih dari tiga dekade) kebrutalan penjajah di Palestina dan di bagian lain Timur Tengah pada saat itu. Apalagi mereka juga telah mengamati bagaimana para penguasa ini ditempatkan oleh kolonialis Inggris dan Prancis setelah persetujuan Sykes-Picot tahun 1916; memenggal umat dan meninggalkan Palestina untuk disantap oleh Inggris dan anak kesayangannya, Israel.

Tahun 1990-an lalu, Hizbut Tahrir merambah ke setiap benua, menjadi transnasional dan benar-benar menyatukan gerakan Islam Dunia yang menghendaki kebangkitannya kembali Negara Khilafah Islamiyah. Hizbut Tahrir dengan sukses membawa para pemuda Islam yang berpendidikan untuk menjadi Pengemban Islam dan Pejuang Khilafah. Sungguh, para pemuda Islam menunjukkan kebaikan mereka terhadap din mereka.

Bagaimanapun, Barat dan para bonekanya terutama di Timur Tengah dan Asia Tengah menyadari bahwa kembalinya Khilafah dan persatuan umat Islam akan mengakhiri hegemoni Barat di negeri Muslim. Hal itu berarti mereka akan kehilangan jaminan untuk merampas sumber-sumber alam umat di Timur Tengah, Asia tengah, Afrika atau dari negara-negara di anak benua. Hal itu berarti rampasan mereka akan dibekukan dan kependudukan mereka akan berakhir. Demikian juga jalan hidup mereka; demokrasi sekular Kapitalisme, tidak dapat dielakkan lagi, akan menemui ajalnya dan akhirnya dikubur bersama kejahatan yang tak terbayangkan, yakni Perang Dunia I dan II.

Mantan Sekjen NATO, Wilie Claes, pada akhir Abad 20 telah menyatakan dengan gamblang bahwa “Sekutu Barat telah menempatkan Islam sebagai target dari permusuhannya menggantikan kedudukan Uni Soviet.”

Mereka juga melihat, kembalinya Negara Khilafah Islamiyah tidak terelakkan lagi sebagai ‘faktor-faktor kebijakan luar negeri ’ yang paling penting, setelah hancurnya Komunisme pada tahun 1990-an yang lalu.

Karena kembalinya Khilafah Islam merupakan faktor kebijakan luar negeri yang berbahaya, Barat telah menginstruksikan proyek penghancuran atas penyeruan Khilafah atas nama “Perang Melawan Teroris”. Mereka menggambarkan orang-orang yang berjuang untuk Khilafah, menyeru syariah—meskipun benar-benar tanpa kekerasan dalam metode dakwahnya, seperti Hizbut Tahrir—sebagai “radikal atau ekstremis”.

Ditambah lagi, mereka memberikan label-label yang memecah-belah Muslim, seperti: modernis, tradisionalis, konservatif, sekular, radikal atau ekstremis dan militan. Proyek-proyek seperti RAND Corporation mempublikasikan laporan, “Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies, dengan menjadikan “pertumbuhan seruan untuk Khilafah dan Islam Politik” sebagai ancaman Amerika Serikat. Dengan usaha-usaha ini para kolonialis berharap untuk menjauhkan umat Islam dari kewajibannya memperjuangkan Khilafah.

Namun, usaha-usaha mereka gagal dalam mengubah Islam berdasarkan versi penjajah yang mendukung kebijakan luar negeri penjajahan mereka. Umat Islam malah dengan semangat menghendaki Khilafah. Barat lewat agen-agennya gelap mata. Mereka melakukan segala cara menghentikan dakwah ini; termasuk penyiksaan, penangkapan massa, pembunuhan, pemerkosaan Muslimah, pelarangan aktivitas dan pelabelan Hizb sebagai “bahaya bagi pemerintahan dan anti demokrasi”.

Agen-agen boneka Barat di negeri-negeri Islam menjadi penolong dari tujuan-tujuan ini. Saat ini di Uzbekistan, ada lebih dari 10.000 anggota dan pendukung Hizb dari yang berumur 13 tahun sampai 70 tahun, yang dengan brutal di penjara selama periode 7-20 tahun. Anggota-anggota Muslimah (sampai yang berumur 73 tahun) dipermalukan di muka umum dan anggota-anggota Hizb dimasukkan ke tong air yang mendidih; menderita atas penindasan yang tak terperikan.

Hal ini melanjutkan penyiksaan yang dilakukan rezim-rezim boneka Barat sebelumnya di negeri-negeri yang lain. Suriah telah membunuh lebih dari 300 anggota Hizb. Gaddafi dengan terang-terangan menggantung anggota-anggota Hizb di siang hari di tempat umum; ditempatkan di masing-masing universitas. Saddam Hussein membunuh ratusan anggota Hizb selama tahun 1990-an. Musharaff dalam lebih 10 tahun periode pemerintahannya telah menganiaya 100 anggota Hizb. Inilah beberapa contoh dari kebrutalan terhadap pejuang Khilafah yang dilakukan oleh para penguasa boneka di negeri Muslim atas perintah dari tuan-tuan kolonial mereka.

Sungguh, Saddam Husein telah tiada. Anwar Sadat telah tiada. Parvez Musharaff telah tumbang. Namun, Hizbut Tahrir telah tumbuh lebih kuat lagi, tentu dengan kesabaran, konsistensi, selalu berharap pertolongan Allah SWT, dan dengan dukungan dari umat Muhammad saw. Setiap harinya Hizb bergerak satu langkah lebih dekat menuju tujuannya.

Pengaruh Dampak Serangan 9/11

Dukungan dan tuntutan atas Negara Khilafah Islamiyah telah tumbuh dengan luar biasa di Dunia Islam selama 10 tahun terakhir, terutama setelah serangan 9/11.

Sungguh, perjuangan untuk Negara Khilafah Islamiyah yang dipimpim oleh Hizbut Tahrir telah mendorong Barat untuk melupakan label mereka atas Muslim dalam basis nasionalisme. Sebagai gantinya, mereka sekarang mengatakan kaum Muslim yang menginginkan persatuan dan Khilafah sebagai “radikal dan ekstremis” lintas batas. Namun, semua itu tidak akan bisa menghalangi perjuangan umat Islam menegakkan Khilafah

Faktanya, pada tahun 2007, Hizbut Tahrir Indonesia telah menghimpun lebih dari 100.000 orang dalam satu stadium terbesar di dunia, di Kota Jakarta, untuk Konferensi Khilafah Internasional. Peserta yang juga dihadiri undangan lebih dari 60 negara menyuarakan opini mereka untuk Khilafah. Selanjutnya pada tahun 2009, ada Konferensi Ulama Pendukung Syariah dan Khilafah, juga di Jakarta, yang dihadiri lebih dari 6000 ulama dari Indonesia dan juga berbagai negeri Muslim. Para ulama bergabung dan mengulangi ikrar mereka untuk berjuang mendirikan kembali Khilafah sesuai dengan metode kenabian; metode yang ditempuh Hizbut Tahrir tanpa ada penyimpangan sejak 1953.

Umat Mendukung Persatuan, Khilafah dan Syariah

Sungguh, Barat telah gagal dalam usahanya untuk menghentikan partai seperti Hizbut Tahrir untuk menyebarkan ide Khilafah, persatuan dan syariah. Tindakan-tindakan sangat brutal dan kasar atas perjuangan politik menegakkan Khilafah menjadi kontraproduktif. Terbukti dukungan terhadap perjuangan syariah dan Khilafah malah semakin bertambah.

Sebuah survey tanggal 25 Februari 2009 oleh Universitas Maryland di AS menemukan dukungan untuk kesatuan politik tersebar luas di antara negeri-negeri Muslim; mereka menginginkan Khilafah dan syariah. Bersamaan dengan itu muncul penolakan terhadap aksi kekerasan. Berkaitan dengan tujuan jangka panjang Pemerintahan Islam, yakni “untuk menyatukan semua negeri-negeri Islam menjadi satu Negara Islam atau Khilafah”, hasil survey menunjukkan bahwa itu didukung 70% di Mesir, 69% di Pakistan dan 51% di Indonesia.

Persoalan lain yang penting adalah “kebutuhan akan penetapan hukum syariah di setiap negeri Islam”. Hasilnya di Mesir 81% mengatakan mereka setuju dengan tujuan ini. Di Pakistan merespon hal yang sama 76%; di Indonesia 49% mendukung hal ini dibandingkan dengan 42% yang tidak setuju.

Ketika ditanyakan apakah mereka setuju dengan tujuan “mencampakkan nilai-nilai Barat dari negeri-negeri Islam,”? Jawabannya, mayoritas di Mesir, Indonesia dan Pakistan mengatakan setuju. Sama dengan hasil survey pada tahun 2007; 88% di Mesir, 76% di Indonesia, 60% di Pakistan setuju. Di Moroko, survey pada akhir 2006 menunjukkan 64% setuju dan 21% tidak setuju.

Para Muslimah juga mendambakan Khilafah dan syariah. Berdasarkan laporan New York Times, poling yang diadakan oleh Gallup Organization menemukan bahwa Muslimah tidak melihat mereka sebagai orang yang ditindas. Dalam sebuah interview yang diadakan secara langsung di delapan negara Islam yang menonjol menunjukkan “mayoritas responden tidak berpikir pengadopsian nilai-nilai Barat akan membantu politik Dunia Islam dan kemajuan ekonomi”.

Selain itu, pada tahun 2010, para Muslimah di Jakarta telah mengadakan Konferensi Mubalighah yang dihadiri lebih dari 6000. Para peserta menguatkan dukungan terhadap perubahan politik di negeri-negeri Muslim. Pada tahun yang sama, Muslimah di Ukraina telah mengadakan sebuah “Konferensi Khilafah”; lebih dari 1000 Muslimah dari berbagai profesi telah mengikuti konferensi ini. Seruan untuk Khilafah menjadi lebih terdengar di kalangan Muslimah di Timur Tengah, Pakistan, Afrika, dan juga di kalangan Muslimah yang tinggal di Barat.

Tahap Akhir Kemunculan Pemerintahan Baru Dunia

Survey secara obyektif atas perasaan umat Islam dan aspirasinya yang dipimpin oleh partai politik Islam dunia seperti Hizbut Tahrir di satu pihak, dan langkah-langkah menyedihkan yang diambil oleh Barat dan sekutu-sekutunya dengan pertolongan para penguasa kriminal di tanah-tanah Muslim di lain pihak, menunjukkan bahwa umat ada pada sebuah negara yang bergejolak; seperti “air yang direbus dalam ketel”.

Hizbut Tahrir telah menyebarkan ide persatuan, Khilafah dan syariah ke lebih dari 50 negara dari Moroko sampai Indonesia; dari Timur Tengah sampai Asia Tengah. Dengan izin Allah SWT, perjuangan ini sukses dalam membuka topeng para penjajah dan para agennya. Umat Islam tidak lagi berkumpul di belakang para penguasa yang berkhianat seperti yang mereka lakukan pada tahun 50-an, 60-an, 70-an dan 80-an.

Pada tahap ini, prioritas utama dari dakwah yang penting dilakukan adalah meyakinkan para ahlul quwwah (para pemilik kekuatan) dari kalangan para tentara-tentara Islam dan para jenderal untuk melakukan kewajibannya kepada Allah SWT; menyampaikan kepada para tentara Islam tugas utama mereka adalah menolong din Allah SWT, menjadi kaum Anshar Abad 21, seperti kaum Anshar yang ada di Madinah pada masa Nabi saw.; meminta para jenderal umat Islam itu untuk mendukung seruan Khilafah dan mendirikan Negara Khilafah Islamiyah, dengan mencabut sistem kufur dan para agen pengkhianat yang telah dicangkokkan oleh para penjajah. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*