مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
Siapa saja yang mengimani Allah dan Hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau diam. Siapa saja yang mengimani Allah dan Hari Akhir hendaklah memuliakan tetangganya. Siapa saja yang mengimani Allah dan Hari Akhir hendaklah memuliakan tamunya (HR Ashhab at-Tis’ah dan lainnya).
Makna Hadis
Memuliakan, berbuat baik dan tidak menyakiti tetangga itu dijelaskan dalam banyak hadis. Ath-Thabarani mengeluarkan hadis dari Bahz bin Hakim, dari bapaknya dari kakeknya; al-Kharaithi dalam Makârim al-Akhlâq, dari hadis Amru bin Syuaib, dari bapaknya dari kakeknya; Abu asy-Syaikh dalam Kitâb at-Tawbîkh dari hadis Muadz bin Jabal: Mereka (para Sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, apa hak tetangga atas tetangga?” Rasul menjawab, “Jika ia berutang kepadamu, hendaklah engkau utangi. Jika meminta bantuan, hendaklah engkau bantu. Jika sakit, hendaklah engkau jenguk. Jika membutuhkan, hendaklah engkau beri. Jika jadi miskin, hendaklah engkau bantu. Jika ia mendapat kebaikan, hendaklah engkau beri selamat. Jika ia tertimpa musibah, hendaklah engkau turut berbela sungkawa (bertakziyah). Jika ia meninggal, hendaklah engkau mengantarkan jenazahnya ke pemakaman. Jangan meninggi-kan bangunan di atas bangunannya hingga menghalangi angin darinya, kecuali dengan izinnya. Jangan mengganggunya dengan aroma masakanmu, kecuali engkau memberinya (berilah barang sedikit). Jika engkau membeli buah, maka hadiahi dia, dan jika engkau tidak melakukannya, maka masukkan sembunyi-sembunyi dan jangan engkau biarkan anakmu keluar membuat anaknya marah (karena menginginkannya).” Redaksinya saling berdekatan dan jalurnya kebanyakan merujuk kepada Amru bin Syuaib. Dalam hadis penuturan Bahzu bin Hakim dinyatakan, “Jika ia menjadi lemah, maka engkau tutupi dia.” Sanad-sanadnya lemah (wâhiyah), tetapi beragamnya jalurnya mengindikasikan hadis tersebut memiliki asal.”
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ، وَالضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ، فَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهْوَ صَدَقَةٌ، وَلاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِىَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ
Siapa saja yang mengimani Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tamunya, jâizatahu adalah sehari semalam, dan bertamu itu tiga hari, lebih dari itu adalah sedekah kepadanya dan tidak halal tetap berdiam di situ hingga tuan rumah mengeluarkannya (HR al-Bukhari dan Muslim).
الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقِيمَ عِنْدَ أَخِيهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمُهُ قَالَ: يُقِيمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَىْءَ لَهُ يَقْرِيهِ بِهِ
“Bertamu itu tiga hari dan pengutamaannya adalah sehari semalam. Tidak halal bagi seorang laki-laki Muslim berdiam di rumah saudaranya hingga membuatnya berdosa.” Mereka (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana membuatnya berdosa?” Rasul saw. menjawab, “Berdiam di rumahnya, sementara ia tidak punya sesuatu untuk menjamu tamu itu (HR Muslim).