HTI

Cover (Al Waie)

Pengantar [Tipu-tipu di balik Pembatasan Subsidi BBM]

Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Pembaca yang budiman, Pemerintah kembali berencana mengeluarkan kebijakan anti rakyat. Kali ini kebijakan tersebut bertajuk: Pembatasan BBM Bersubsidi. Intinya, sebagian rakyat, yakni kalangan menengah ke atas, didorong untuk membeli pertamax (BBM non-subsidi), dan tidak membeli premium (BBM bersubsidi). Kebijakan ini memang tidak tampak seperti kebijakan anti rakyat. Sebab, kebijakan ini selintas tampak sekadar ingin agar BBM bersubsidi ini hanya dinikmati rakyat menengah ke bawah, dan tidak turut dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Paling tidak, itulah salah satu alasan Pemerintah.

Faktanya tidaklah begitu. Jutaan pemilik sepeda motor, misalnya, yang rata-rata dari kalangan menengah ke bawah, memang masih dibolehkan membeli BBM bersubsidi. Namun, kendaraan bermotor tentu tidak hanya yang beroda dua, tetapi juga terdiri dari kendaraan khusus, mobil bus dan mobil beban/penumpang yang jumlahnya juga bejibun. Lebih dari 80 persen dari kendaraan tersebut ternyata merupakan sarana produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Artinya, kendaraan tersebut digunakan masyarakat untuk bekerja dan berproduksi. Dengan demikian, jika ada peralihan dari premium seharga Rp 4.500 ke Pertamax yang harganya sekitar Rp 6.900 perliter saja, akan ada kenaikan Rp 2.400 perliter yang harus ditanggung masyarakat. Padahal saat ini, akibat gejolak pasar internasional, harga pertamax telah melambung mendekati Rp 8.000 perliter. Bisa dibayangkan, betapa beratnya beban masyarakat. Di sisi lain, justru kebijakan ini malah akan menguntungkan pihak asing di sektor hilir. Merekalah yang paling banyak menangguk keuntungan dari kebijakan ini.

Karena itu, mau tidak mau, kita berkesimpulan bahwa kebijakan di atas sesungguhnya hanyalah bagian dari rangkaian kebijakan liberalisasi di sektor migas di negeri ini, yang memang merupakan amanat UU Migas, yang tidak lain merupakan pesanan (baca: tekanan) lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia.

Al-Wa’ie kali ini berusaha mengelaborasi sekaligus mengkritisi kebijakan pembatasan BBM bersubsidi yang penuh tipu-tipu ini. Selain itu, tentu dipaparkan pula solusinya menurut Islam. Di seputar itulah tema utama al-Wai’ie kali ini, selain bahasan menarik lainnya. Selamat membaca!

Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

2 comments

  1. sudah saatnya kepemilikan umum yang diantaranya bbm dikembalikan kepada rakyat,hanya khilafah yang bisa melakukannya. Untuk itu mari kita bahu membahu mewujudkannya.ALLAHUAKBAR

  2. Abidin Mantoti

    pada faktanya dunia yang dipimpin demokrasi-kapitalis sedang menuju pada kehancuran. setidaknya ada dua indikasi untuk hal ini; pertama, terjadi perubahan yang diam-diam dalam konstalasi politik global yaitu kebangkitan intelektual dan kesadaran politik umat islam seluruh dunia; kedua, barat yang merupakan poros kufur dengan demokrasi-kapitalismenya sedang menghancurkan dirinya sendiri yaitu dengan beberapa kebijakan yang tidak sesuai dengan esensi ideologinya. sebenarnya hal ini wajar karena ideologi kapitalisme dan pemikiran derivasinya sangat rontok dan tidak manusiawi. hal ini menandakan fajar lahirnya Negara Khilafah yang dinanti-nanti oleh umat islam seluruh dunia. mari kita menggugat dunia dengan Islam. saudaraku yang kucintai masa depan milik qt. apa pun fakta yang kita hadapi, maka itu membuat para pengemban dakwah semakin cerdas menuju pemikiran yang lebih mustanir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*