HTI

Muhasabah (Al Waie)

Perubahan

Kapitalisme dan liberalisme adalah biang kehancuran. Negara ini telah menjual tanah dan air kepada asing.” Begitu salah satu pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin pada saat saya bersama DPP Hizbut Tahrir Indonesia bersilaturahmi kepada beliau akhir Januari lalu. Kontan saja ketika itu saya menyambutnya, “Ya, kini Tanah Air kita sudah dijual kepada Amerika Serikat (AS) dan negara penjajah lainnya. Indonesia seakan telah dijadikan bagian dari AS. Apalagi Presiden SBY pernah menyatakan, ‘America is my second country (Amerika adalah negeri kedua saya).’”

Terkait masalah ini ada hadis yang penting direnungkan. Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra., bersabda, “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia. Pada saat itu pendusta dipercaya, sedangkan orang jujur didustakan; amanat diberikan kepada pengkhianat, sementara orang jujur justru dikhianati. Kala itu Ruwaybidhah turut bicara.” Lalu beliau ditanya oleh seorang Sahabat, “Apakah ruwaybidhah itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum/rakyat.” (HR Ibnu Majah).

Dalam riwayat Imam Ahmad, ruwaibidhah dijelaskan sebagai “orang fasik yang berbicara/mengurusi persoalan publik.”

Dalam sabda Rasulullah Muhammad saw. tersebut tampak bahwa kondisi buruk itu terjadi pada saat pemutarbalikkan nilai dan fakta begitu dominan. Kenyataan sekarang mirip dengan apa yang dinyatakan Baginda Rasulullah saw. itu. Kini, yang benar dianggap salah, yang salah dianggap benar; pengkhianat dipercaya, yang jujur dianggap dusta; Kapitalisme dijadikan sistem kehidupan, sementara sistem Islam dibuang, kecuali sebatas dalam peribadahan; Ahmadiyah yang telah jelas-jelas mengacak-acak ajaran Islam dibela, sedangkan ormas Islam justru diancam Presiden untuk dibubarkan dengan alasan melakukan kekerasan; LSM yang merupakan kepanjangan tangan AS diberi tempat luas, sementara ormas/organisasi Islam terus dicurigai.

Hadis itu menjelaskan juga bahwa keburukan masyarakat terjadi pada saat kedustaan merajalela, ‘pemerintah berbohong’—sekalipun sebenarnya bohong itu merupakan salah satu cara untuk menutupi kegagalan. Selain itu, sebagaimana dalam hadis tadi, keburukan terjadi pada saat mereka yang mengurusi urusan publik adalah ruwaybidhah, kaum yang fasik. Oleh sebab itu, perlu ada perubahan.

Perasaan yang sama terungkap pada pertemuan silaturahmi pimpinan/tokoh ormas/lembaga Islam pada awal Februari 2011 yang dihadiri tidak kurang dari lima belas ormas/lembaga. Memang, kesadaran bahwa Indonesia tengah berada di jurang kebinasaan hampir merata. Segenap kalangan menyadari itu. Tidak berlebihan bila disebutkan bahwa Pemerintah telah menjadikan negara ini gagal; gagal dalam mensejahterakan rakyat; gagal dalam menegakkan hukum sehingga hukum tebang pilih dan pilih tebang; gagal menjaga moralitas; dan gagal menjaga akidah umat. Semua pihak menyadari perlunya perubahan. Persoalannya adalah kemana perubahan itu seharusnya diarahkan.

Dalam pertemuan pimpinan/tokoh ormas/lembaga Islam tadi saya berkesempatan menyampaikan bahwa ada tiga hal yang penting dijadikan patokan dalam melakukan perubahan. Pertama: memahami kondisi sekarang yang buruk (al-ahwal al-fasidah). Masyarakat dan para pemuka masyarakat penting memahami realitas buruk yang kini tengah terjadi. Perlu terus ditumbuhkan kesadaran bahwa Kapitalisme dan liberalisme yang kini diterapkan di Indonesia telah mengantarkan negeri ini ke jurang kehancuran. Kedua: memahami kondisi baik yang seharusnya (al-ahwal ash-shahihah). Terkait dengan al-ahwal ash-shahihah ini harus dengan tegas dan jelas didefinisikan sebagai keadaan saat syariah Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebab, hanya dengan penegakkan Islam secara total sajalah kemaslahatan akan diraih dan kemafsadatan dapat dijauhkan. Hanya dengan cara itulah Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin dapat diwujudkan. Ketiga, menempuh jalan menuju perubahan dari kondisi sekarang yang buruk (al-ahwal al-fasidah) menuju kondisi baik yang seharusnya (al-ahwal ash-shahihah). Ketiga hal ini penting untuk dipahami oleh pemuka Islam dan segenap umat.

Masyarakat sekarang sedang diperebutkan; pro akidah dan syariah Islam ataukah pro ‘akidah dan syariah’ Kapitalisme. Agar umat tidak tertipu oleh berbagai propaganda antek Barat maka setidaknya ada tiga hal yang perlu ditanamkan dalam tubuh umat. Pertama: menanamkan budaya pembinaan (tsaqafah tatsqifiyah). Umat Islam wajib mendalami ajaran Islam. Selian pembinaan akidah dan syariah, yang juga penting menjadi budaya umat Islam adalah pembinaan politik (siyasiyah). Generasi Islam pertama benar-benar memiliki budaya ini. Para Sahabat Nabi saw. berupaya untuk mengikuti pengajian beliau. Namun, ketika tidak sempat mengikuti beliau, mereka bertanya kepada Sahabat lain yang hadir. Sahabat yang tidak hadir pun diperintahkan oleh Rasulullah saw. untuk menyampaikan Islam kepada yang tidak hadir. Dengan mendalami ajaran Islam, termasuk politik, umat akan memahami realitas yang tengah terjadi serta menilai ralitas itu berdasarkan Islam. Dengan itu masyarakat tidak akan terpedaya oleh isu HAM, kebebasan beragama, liberalisasi, dll.

Kedua: menanamkan bahwa Islam adalah budaya kemajuan (tsaqafah tanmiyah). Umat perlu menyadari bahwa kemajuan yang dicapai oleh dunia Barat adalah kemajuan yang dibangun di atas penjajahan, kemajuan yang tolok ukurnya hanyalah materi. Karena itu, kemajuan mereka adalah kemajuan semu. Sebaliknya, kemajuan Islam adalah kemajuan hakiki. Sekadar contoh, pada abad sekarang, di WC hotel-hotel berbintang hanya disediakan tisu untuk membersihkan kotoran setelah buang air. Alasannya, supaya WC selalu kering. Padahal, sebersih-bersihnya pakai tisu, mesti ada sisanya. Sebaliknya, Islam menjadikan air sebagai alat istinja (membersihkan kotoran). Kalau tidak ada, barulah boleh menggunakan yang lain seperti batu. Ini menunjukkan bahwa Islam merupakan peradaban bersih, berbeda dengan yang lain.

Ketiga: menanamkan budaya berkorban (tsaqafah tadhiyah). Perjuangan memerlukan pengorbanan. Untuk itu, perlu ditumbuhkan budaya berkorban demi kebaikan Islam dan umatnya. Bila ini telah dimiliki maka umat akan siap mengorbankan apapun demi menegakkan Islam.

Perubahan ke arah Islam insya Allah tinggal menunggu waktu saja. Para pemimpin ormas/lembaga Islam pun sepakat tentang perubahan itu. Hal ini terungkap kembali dalam pertemuan ormas Islam yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia pada 11 Februari 2011. Alhamdulillah. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*