Wikileaks. Itulah nama yang sekarang lagi tenar, khususnya di kalangan penguasa. Wikileaks-lah yang membocorkan kawat diplomatik rahasia dari kedutaan besar Amerika Serikat (AS) di berbagai negara kepada pemerintah pusatnya di Washington DC.
Untuk Indonesia saja Wikileaks mengaku memiliki 3.059 kumpulan kawat diplomatik. Misal: Cina bisa menyetir arah pembangunan di Indonesia agar sesuai dengan kepentingan mereka dan Cina berencana untuk membuat umat Muslim Indonesia menjadi sekular (kawat rahasia dari Kedubes AS di Beijing, 5/3/2007, kode referensi Beijing 1448); Australia berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menang lagi pada Pemilu 2009 (memo diplomatik AS, Sydney Morning Herald, 15/12/2010); AS dan Cina serius mengamati reformasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI) (no. ferensi 07BEIJING1448, Maret 2007); seperti dilansir Guardian, Rabu (19/1/2011), ada kawat yang mengungkap strategi AS untuk memanfaatkan social media di Indonesia untuk kepentingan AS; pemerintah AS menominasikan SBY sebagai penerima Nobel Perdamaian 2006 (kawat diplomatik Kedubes AS di Den Haag, 30/3/2006). Lalu yang ramai belakangan, tuduhan bahwa SBY korupsi dan menyalahgunakan wewenang (The Age, 11/3/2011). Tentu hal ini membuat berang penguasa. Tidak aneh jika Presiden SBY langsung membantahnya.
Apakah data ini benar? Pihak kedutaan besar AS tidak membenarkan (confirm) atau menolak (deny) kabel-kabel para diplomatnya itu. Dutabesar AS untuk Indonesia Scot Marciel hanya mengatakan (11/3/2011), “Pemerintah Amerika Serikat tidak mengomentari materi termasuk dokumen rahasia yang telah bocor. Tapi, saya bisa membicarakan bagaimana tipe laporan atau komunikasi yang dilakukan oleh Kedubes”. Inilah jawaban standar diplomat AS di negara mana pun.
Satu hal yang menarik dicatat adalah pernyataan Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana (12/3/2011), “Apa yang dilaporkan seorang diplomat kepada pemerintah pusatnya tidak mungkin direkayasa. Itu informasi yang didapat diplomat tersebut dari pejabat ataupun warga negara Indonesia lainnya.”
Sebagai umat Islam, benar atau tidaknya berita itu tidak penting. Siapa yang ada di balik pembocoran itu juga tidak penting. Sebab, secara syar’i pun kita tidak boleh menjadikan berita dari orang fasik, apalagi kafir, sebagai sandaran (Lihat: QS al-Hujurat [49]: 6).
Yang penting adalah apa yang disampaikan Wikileaks sebenarnya tidak ada yang mengagetkan. Semuanya sudah biasa kita dengar, tidak perlu menunggu Wikileaks. Berita tersebut sekadar akan lebih membukakan mata masyarakat umum yang jauh dari informasi politik keseharian. Konsekuensinya, masyarakat makin tahu karakter para penguasanya.
Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil dari kasus Wikileaks ini. Pertama: AS melalui kedutaan besarnya selalu mencatat semua hal, termasuk kebobrokan para politisi dan penguasa untuk suatu waktu dibongkar. Tujuannya, untuk menjatuhkan atau menekan mereka supaya lebih tunduk pada AS. Ini adalah pelajaran penting bagi para penguasa bahwa bergantung pada negara kafir imperialis seperti AS hanya akan mendatangkan kehinaan. AS hanya ingin menjadikan mereka sebagai budaknya. Lihatlah kasus Saddam Hussain, Musharraf, Soeharto, dll. Hanya berpegang pada Islam dan kaum beriman sajalah yang akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. Seharusnyalah para penguasa itu mengambil pelajaran, sadar kembali, bertobat kepada Allah dengan taubat[an] nashuha; menarik diri dari pengkhianatan mereka, kembali pada Islam dan saudara Muslim mereka serta meninggalkan tindak kezaliman yang mereka lakukan. Ingatlah, kemuliaan itu hanya milik Allah, Rasul dan kaum Mukmin. Mencari kemuliaan dari negara kafir imperialis hanya akan membuahkan kehinaan. Imam ath-Thabari dalam kitab tafsirnya mengutip perkataan Umar bin al-Khathab, “Kita adalah kaum yang telah dimuliakan Allah SWT dengan Islam. Pada saat kita mencari kemuliaan dari selain agama Islam ini niscaya Dia menghinakan kita tatkala itu pula.”
Kedua: sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak kebijakan dalam negeri dan luar negeri para penguasa lebih diabdikan untuk melayani kepentingan negara besar (asing), bukan untuk kepentingan rakyat. Kasus liberalisasi BBM dan ‘pencabutan subsidi’ BBM yang segera akan dilakukan di tahun 2011 ini adalah salah satu contohnya. Begitu juga UU Penanaman Modal, UU SDA, UU Kelistrikan, dsb. Bocoran Wikileaks menegaskan hal ini. Ini menggambarkan bahwa penguasa lebih mencintai asing daripada rakyatnya sendiri. Padahal suatu ketika Rasulullah pernah bertanya kepada para Sahabat, “Maukah kalian aku tunjukkan sebaik-baik dan seburuk-buruk pemimpin kalian? Pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang mencintai kalian dan kalian pun mencintai mereka; mereka mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka. Adapun seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang membenci kalian dan kalian pun membenci mereka; mereka yang melaknat kalian dan kalian pun melaknat mereka.” (HR Muslim).
Ketiga: bocoran Wikileaks menggambarkan kenyataan bahwa negara-negara kafir itu musuh yang nyata bagi kaum Muslim dan bahwa para penguasa itu tidak lain adalah alat mereka yang digerakkan sesuai dengan keinginan mereka. Mereka telah berkumpul untuk menghancurkan negeri kita dan mengepungnya dari segala sisi dengan kolusi, kemudahan dan bantuan dari antek-antek mereka di dalam negeri. Loyalitas para penguasa itu bukan diberikan kepada Allah, Rasul dan kaum Mukminin melainkan dipersembahkan kepada penguasa negara besar imperialis. Padahal bukankah Allah SWT menyatakan dalam firman-Nya (yang artinya): Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong (wali) dengan meninggalkan orang-orang Mukmin, apakah mereka mencari kekuatan/kemuliaan di sisi orang kafir itu? Sesungguhnya semua kekuatan/kemuliaan itu kepunyaan Allah. (QS an-Nisa [4]:139).
Keempat: bocornya dokumen tersebut makin menegaskan kebenaran atas apa yang selama ini disampaikan oleh Hizbut Tahrir Indonesia, bahwa AS berupaya mencengkeram Indonesia melalui antek-anteknya. Wallahu a’lam. []