Senin 11 April 2011 merupakan peristiwa penting dalam sejarah ‘kebebasan‘ bagi dunia. Di hari itu wanita yang memakai burqa (cadar) di tempat umum di denda dan dikenakan kursus kewarganegaraan. Polisi Paris menangkap 61 orang, di antaranya 19 perempuan, terkait rencana demonstrasi tanpa izin di Paris. Demonstrasi itu memprotes larangan mengenakan burqa di Prancis.
Seorang pejabat polisi Paris mengatakan 59 orang ditangkap saat ingin berunjuk rasa di Place de la Nation, sebelah timur Paris. Dua orang lainnya ditangkap saat ingin ke lokasi dari Inggris dan Belgia. Prancis akan mengenakan larangan penggunaan burqa di seluruh pelosok, Senin ini (11/04).
Perempuan yang tidak mengindahkan larangan ini akan dikenai denda. Pelanggar aturan ini kena denda sebesar 150 euro (215 dolar AS) atau kerja sosial. Seseorang yang memaksa perempuan mengenakan burqa akan didenda 30 ribu euro (43 ribu dolar AS). Diperkirakan ada dua ribu perempuan di Prancis yang mengenakan burqa. Total penganut Islam di Prancis mencapai lima juta orang, terbesar di Eropa Barat.
Barat lagi-lagi menunjukkan sikap hipokrit mereka sekaligus mencerminkan kegagalan ideologi Kapitalisme yang busuk. Di satu sisi Barat mengkampanyekan kebebasan beragama, namun mereka melarang wanita Muslimah untuk menjalankan kewajiban agama mereka. Barat mengkampanyekan negara tidak boleh campur tangan dalam masalah agama, tetapi dalam masalah niqab negara jelas-jelas melakukan intervensi.
Sungguh menggelikan melihat pemandangan di Prancis. Di satu sisi wanita-wanita semi telanjang yang mengumbar aurat mereka dibiarkan dengan alasan kebebasan. Namun, wanita-wanita Muslimah yang menutup aurat mereka sebagai cerminan ketaatan kepada Allah SWT justru dikriminalisasi; ditangkap di jalan-jalan dan didenda.
Pembenaran yang Menggelikan
Tudingan-tudingan untuk membenarkan larangan niqab ini pun tidak kalah lucunya. Mereka mengatakan niqab merupakan simbol belenggu terhadap kebebasan wanita. Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menyatakan niqab (purdah) melambangkan penindasan terhadap wanita dan tidak ada tempat di Prancis, lapor The Times.
Pertanyaannya, apakah dengan menangkap wanita berniqab dan menghukumnya merupakan tindakan membebaskan wanita? Padahal wanita Muslimah yang memakai niqab sendiri tidak pernah merasa bahwa niqab adalah belenggu mereka, karena mereka menjalankannya dengan ikhlas sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Bukan hanya niqab, Barat sering menuding Islam sebagai agama yang menindas wanita. Ini bertolak belakang dengan kenyataan. Ribuan wanita Eropa memeluk Islam dengan alasan yang jelas: Islam telah membebaskan mereka dari belenggu penindasan Kapitalisme!
Kevin Brice, dari Pusat Studi Kebijakan Migrasi di Universitas Swansea Brice, menyatakan alasan umum tentang pindah agamanya para wanita di Inggris adalah bahwa Islam menawarkan perlindungan kepada perempuan dan rasa identitas. Uniknya, wanita yang pindah agama itu lebih mungkin untuk memakai pakaian Muslimah daripada mereka yang terlahir Muslim. “Melalui pemakaian pakaian yang sederhana, dengan semua cara untuk berjilbab, hal ini tidak lagi tentang bagaimana Anda terlihat… Sudah mulai terbebas dari ide bahwa Anda ditentukan oleh ukuran baju Anda,” tambah Brice.
Seperti pengakuan Joanne Bailey, pengacara muda dari Bradford, saat menceritakan tentang kisahnya hingga masuk Islam kepada The Times. “Apa yang saya rasakan bertentangan dengan pikiran kebanyakan orang. Sungguh, Islam tidak memaksa dan menekan saya. Justru Islam memberi kesempatan bagi saya untuk menjadi diri saya sendiri seperti yang saya inginkan. Bahkan sekarang saya lebih tenang dari sebelumnya. Saya sangat bersyukur mendapatkan hidayah ini.”
Fenomena semakin bertambahnya wanita modern Barat yang memeluk agama Islam menurut Dr. Nazreen Nawaz, Perwakilan Muslimah Hizbut Tahrir Inggris, telah meruntuhkan mitos perlakuan semena-mena Islam atas kaum wanita. Hal ini meruntuhkan cerita-cerita yang populer di Barat yang menempatkan Islam sebagai antitesis hak-hak wanita wanita modern dan terpelajar. Menurut Nazreen, wanita Muslimah justru melihat jilbab sebagai pembebasan; membebaskan mereka dari nilai harga diri yang ditentukan berdasarkan ukuran pinggang mereka, bentuk tubuh mereka, dan menurut pandangan (seksual) orang lain. Pakaian Muslimah justru membebaskan mereka dari batasan masyarakat liberal sekular, yakni belenggu standar keindahan kaum wanita dan fesyen, di mana menjadi gemuk atau terlihat tua dipandang sebagai kejahatan. Itulah mitos kecantikan yang membuat wanita menjadi tidak realistis dan melumpuhkan harga diri untuk mengejar ‘standar kecantikan semu’: wanita sempurna tanpa cacat secara fisik.
Pakaian Muslimah justru memberdayakan wanita dengan lebih memfokuskan pada hal-hal penting di luar penampilan fisik; memusatkan pemberdayaan wanita untuk meningkatkan intelektualitas dan keterampilan wanita, bukan disibukkan oleh tubuh mereka. “Mitos kecantikan liberal Barat justru mencerminkan keyakinan bahwa penampilan seorang wanita—bukan kemampuannya—sebagai paspor menuju sukses, “ tegas Nazreen.
Melindungi Martabat Wanita?
Mereka yang melarang niqab kerap berlindung dengan kata-kata: demi menjaga hak dan martabat wanita. Faktanya, mereka menyeret dan memperlakukan wanita yang berniqab di jalan-jalan Prancis. Perempuan Muslimah tidak perlu dikuliahi dalam hal ‘martabat perempuan’ oleh negara-negara sekular yang mengkampanyekan pantai-pantai dengan banyak perempuan terbuka dan kebebasan yang mengekspresikan pergaulan bebas, sementara mereka melarang mode yang menunjukkan kesopanan.
Jika pemerintah Prancis ingin menjadi negara pembawa-obor martabat perempuan, maka mengapa mereka tidak membentuk komisi-komisi yang menyelidiki dampak merendahkan dari prostitusi, klub-klub tari telanjang, dan industri pornografi atas ‘martabat’ perempuan di bawah premis kebebasan berekspresi dan dorongan untuk mengejar keuntungan?
Negara Kapitalisme juga telah kehilangan legitimasi sebagai penjaga martabat wanita, mengingat potret buram sistem sosial di negara di negara-negara kapitalis. American Newsweek edisi Januari 2003 menyatakan, “Lebih dari separuh anak yang dilahirkan di Sweden lahir dari pasangan yang tidak menikah..Di Prancis dan Britain angka ini mencapai 30%. Berdasarkan laporan News And World Report, lebih dari sejuta anak gadis Amerika yang mengandung dan 75% adalah tanpa nikah. Pusat penelitian ini juga mendapati setiap dua orang anak yang lahir di Amerika, satu darinya adalah anak hasil hubungan zina.
Meningkatnya keruntuhan moral di Barat diiringi pula dengan meningkatnya kekerasan seksual seperti pemerkosaan. Di Amerika setiap tahun lebih dari 700 ribu wanita telah diperkosa. Lembaga penelitian RAINN dalam laporannya menyatakan, “Dari setiap enam orang wanita di Barat, seorang darinya adalah menjadi korban pemerkosaan.”
Lembaga menyingkap fakta buruk 40% dari pemerkosaan tersebut dilakukan di dalam rumah dan sebagian besar dilakukan oleh keluarga dekat, 20% di kawasan tetangga, teman atau saudara dan 25% lagi di tempat umum.
Kapitalisme Gagal!
Argumentasi bahwa Prancis adalah negara sekular, karena itu siapapun yang hidup di Prancis harus mengikuti nilai-nilai Prancis, tentu telah menutup pintu dialog tentang masalah ini. Argumentasi yang menggunakan nalar kekuasaan negara bukan nalar intelektual dan kemanusiaan. Ini sekaligus mencerminkan kegagalan ideologi Kapitalisme untuk memenangkan secara intelektual perdebatan ini. Nalar kekuasaan selalu berujung pada larangan. Ini sebagaimana Barat menggunakan bom untuk memaksakan ideologi busuk mereka di negeri-negeri Islam.
Larangan atas niqab hanyalah tindakan putus asa yang diambil oleh pemerintah yang gagal mencoba untuk membendung bertambahnya perempuan Muslim yang menolak liberalisme Barat dan mengadopsi Islam sebagai jalan spiritual, sosial dan jalan politik dalam hidup. Larangan ini merupakan penindasan sistem sekular untuk memaksa perempuan Muslim meninggalkan nilai-nilai Islam mereka dan mengambil nilai-nilai Barat. Seperti Andre Gerin, ketua Komisi Niqab Prancis yang mengatakan, “…Burqa adalah puncak gunung es…Islamisme benar-benar mengancam kita.” [Farid Wadjdi]