Siapa saja saat menerima uang hasil jerih payahnya, walaupun nominalnya sama dengan bulan lalu, Rp 3.000.000,- misalnya, nilainya tidak lagi sama. Setiap orang yang punya uang mengalami penurunan nilai mata uangnya. Inilah “pembobolan Uang” dalam sistem ekonomi saat ini. Pembobolan uang rakyat ini berlangsung sistemik dan diterima sebagai sebuah aturan main ekonomi modern saat ini. Itulah pembobolan uang seluruh rakyat Indonesia melalui Inflasi. Diprediksi tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 2011 ini sekitar 7%.
Mengapa Terjadi Inflasi?
Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga barang-barang secara umum yang terjadi terus-menerus. Akar masalah timbulnya inflasi bukan hanya sekadar naiknya permintaan atau turunnya pasokan barang di pasar, melainkan karena nilai mata uang mengalami proses pelemahan. Melemahnya nilai mata uang dapat disebabkan oleh dua hal: Tarikan Permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan Tekanan Produksi karena kurangnya produksi barang dan jasa, termasuk kurangnya kemampuan distribusi barang dan jasa.
Namun, secara asasi mata uang dalam sistem Kapitalisme pasti mengalami penurunan nilai dan krisis adalah karena hal berikut:
1. Uang Kertas.
Uang kertas (fiat money) adalah uang yang tidak memiliki nilai instrinsik, karena tidak lagi dijamin oleh emas. Keberadaan uang kertas yang tidak di-back up oleh emas menjadikan uang itu tidak riil dan nilainya ditentukan oleh persepsi atau kepercayaan orang terhadap uang tersebut. Apalagi dengan tidak adanya back up emas, negara bisa dengan mudah mencetak uang untuk menutup defisit anggaran belanjanya. Hal ini menimbulkan kelebihan uang yang beredar di masyarakat, yang dapat menaikan inflasi.
2. Perburuan rente (rent seeker) dari sektor ekonomi non-riil.
Sektor ekonomi non-riil menjadi jantung dari ekonomi kapitalis modern saat ini. Pasar saham dan obligasi, pasar uang, future trading, transaksi investasi derivatif dan yang sejenisnya adalah aktivitas ekonomi non-riil. Dikatakan non-riil karena transaksi yang terjadi di sektor ini tidak berkaitan dengan produksi barang dan jasa atau membuka lapangan pekerjaan baru.
Ekonomi non-riil menyebabkan pertumbuhan uang lebih cepat daripada pertumbuhan barang dan jasa itu sendiri. Akibatnya, nilai dari uang tersebut untuk membeli barang atau jasa menjadi berkurang.
Jika dikaji berdasarkan rumus Equation of exhchange, M x V = P x Q, maka jumlah uang yang beredar dikalikan kecepatan berputarnya sama dengan tingkat harga dikalikan dengan pertumbuhan barang dan jasa. Dalam ekonomi kapitalis M (jumlah uang) bisa bertambah dengan cepat karena adanya sektor non riil.
3. Ekonomi Kapitalisme telah mengadopsi sistem ribawi, yang menjadikan uang sebagai komoditas untuk mendapatkan keuntungan dengan dibungakan.
Uang sejatinya hanyalah sebagai alat tukar atas barang dan jasa. Namun, sistem ribawi ini menolak untuk menjadikan uang hanya sebagai sarana mempermudah transaksi barang dan jasa. Jika bisa mendapatkan “profit” tanpa harus bertransaksi barang dan jasa, mengapa tidak? Begitulah cara berpikir dalam sistem ini.
Maka dari itu, munculah istilah Cost of Money dan Cost of Fund, yang menggambarkan keserakahan para pemilik uang atau kapital. Setiap sen uang yang dipinjamkan harus menghasilkan kelebihan dari sekadar kembali pokoknya saja. Ini guna menutupi peluang keuntungan yang hilang (opportunity lost) bila uang tersebut diputarkan sendiri dalam sebuah kegiatan usaha.
Riba inilah yang membentuk kecenderungan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank sekadar untuk mendapatkan bunga, alih-alih menginvestasikannya di sektor riil. Akibatnya, uang tidak berputar sebagaimana seharusnya. Pertumbuhan barang dan jasa pun menjadi mandek. Inilah yang mengakibatkan adanya inflasi.
Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi kapitalis yang menerapkan ketiga asas di atas. Oleh karena itu, inflasi menjadi bagian keseharian kita. Padahal inflasi menimbulkan kerugian ekonomi cukup besar bagi suatu negara. Artinya, pada skala makro, jika pada tahun 2011 pendapatan negara ditargetkan 1.086 triliun rupiah, maka dengan adanya inflasi sebesar 7%, nilai uang tersebut akan berkurang sebanyak 76 triliun rupiah!
Anda bisa membayangkan kerugian yang didapat oleh rakyat. Padahal subsidi non-energi saja, yang dialokasikan oleh Pemerintah, sebesar 51 triliun rupiah (data pokok RAPBN 2011). Apalagi jika inflasi semakin besar dan tidak terkendali, bukan tidak mungkin ekonomi negara ambruk atau bangkrut.
Ini seperti ekonomi negara Zimbabwe, Afrika bagian Selatan, yang kolaps pada tahun 2008 lalu. Tingkat inflasinya mencapai 2,2 juta persen. Terakhir kali bank sentral Zimbabwe mengeluarkan pecahan $100,000,000,000,000,- (100 triliun dolar) yang menjadi uang dengan nominal terbesar di dunia. Harga tiga butir telur ayam di Zimbabwe senilai $ 100 miliar dolar.
Solusi Islam
Berbeda dengan sistem Kapitalisme yang selalu berhadapan dengan krisis ekonomi, Islam memberikan pemecahan yang mendasar. Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhûl, dharar, mengandung penipuan, dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut di atas sebagian besarnya tergolong aktivitas-aktivitas non-riil. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan munculnya perselisihan.
Islam telah meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya; memperoleh manfaat yang nyata dengan memberikan kompensasi yang juga bersifat nyata. Transaksinya bersifat jelas, transparan dan bermanfaat. Jika salah satu pihak atau keduanya dirugikan, hal itu adalah kezaliman, dan harta ataupun keuntungan yang diperoleh di atas penderitaan pihak lain adalah harta dan keuntungan yang batil. Allah SWT berfirman:
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
Janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil (QS al-Baqarah [2]: 188).
Artinya, janganlah kalian memakan harta pihak lain dengan cara yang tidak sesuai dengan syariah. Karena itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek non-riil dicela dan dicampakkan; sedangkan sektor riil memperoleh dorongan, perlindungan dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen-instrumen ekonomi maupun transaksi-transaksi berikut:
1. Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu emas dan perak.
Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Satu dinar emas nilainya setara dengan 4,25 gram emas dan 1 dirham perak setara dengan 2,975 gram perak. Dengan standardisasi sistem dua logam tersebut, berarti Islam telah menjadikan mata uang sebagai alat tukar, memiliki nilai intrinsik (zatnya) dan nominal yang sama; bukan ‘uang-uangan’ saat masyarakat dipaksa dengan undang-undang supaya menganggap bahwa mata uangnya sebagai mata uang ‘betulan’ sebagaimana yang terjadi saat ini.
Kelebihan lain dari sistem mata uang standar emas dan perak adalah nilainya yang stabil, tidak mengalami inflasi. Harga hewan kurban pada masa Rasul saw. kurang lebih 1 dinar perekor kambing. Sekitar 1.400 tahun kemudian, yakni saat ini, harga kambing kurban juga berkisar di harga 1 dinar (4.25 gr emas x Rp 416.000,- / gr = Rp. 1.768.000,-).
2. Islam telah mengharamkan aktivitas riba, apapun jenisnya; melaknat para pelakunya; dan memaklumkan perang terhadap pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Jika kalian tidak mengerjakannya (meninggalkan sisa riba), ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian (QS al-Baqarah [2]: 278-279).
Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak dalam sistem keuangan dan perbankan modern (dengan adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-trasnsaksi derivatif yang biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa.
(Boleh ditukar) Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam yang setara (sama nilai dan kualitasnya) dan diserahterimakan langsung (dari tangan ke tangan). Siapa saja yang menambahkan (suatu nilai) atau meminta tambahan sesungguhnya ia telah berbuat riba (HR al-Bukhari dan Ahmad).
3. Transaksi spekulatif nyata-nyata diharamkan oleh Allah SWT.
Transaksi tersebut dikategorikan suatu yang kotor dan menjijikan, sebagaimana firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Karena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan (QS al-Maidah [5]: 90).
4. Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar (mengandung kemadaratan), baik bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan dibuang jauh-jauh.
Rasulullah saw. bersabda:
Tidak boleh mencelakakan dan tidak boleh membawa celaka (Imam Malik, al-Muwaththa, II/745).
5. Al-Ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan, pengkhianatan, rekayasa dan manipulasi; termasuk di dalamnya transaksi ghubn al-fâhisy, menyembunyikan cacat/kekurangan, tidak sesuai penjelasan (keterangan tertulis) dengan zatnya, dan sejenisnya.
Rasulullah saw. bersabda:
Tidak halal seorang Muslim menjual barang yang dia ketahui mengandung cacat, kecuali ia memberitahukan cacatnya (HR al-Bukhari).
6. Transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum memenuhi syarat-syarat sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa dilakukan dalam future trading.
Rasulullah saw. bersabda:
(Tidak halal) jual-beli barang yang tidak kamu miliki (HR Abu Dawud).
Seluruh jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non-riil yang dapat mengakibatkan dharar bagi masyarakat dan negara, memunculkan ekonomi biaya tinggi, serta bermuara pada bencana dan kesengsaraan pada umat manusia.
Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat kafir adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup. Sayangnya, para penguasa negeri-negeri Muslim saat ini lebih suka mengekor di belakang sistem kapitalis Barat yang terbukti menyengsarakan dan rusak.
Karena itu, sistem ekonomi Islam yang berbasis pada sektor riil hanya mampu dilakukan oleh negara yang berani menghadapi kekuatan sistem ekonomi kapitalis. Hal itu dapat dijalankan hanya dengan mewujudkan terlebih dulu Negara Khilafah Islamiyah! []