Tsunami’ perubahan yang melanda beberapa negara di Timur Tengah sesaat telah membangkitkan kembali optimisme umat akan adanya perubahan menuju keadaan yang lebih baik. Gelombang perubahan tersebut juga mampu mengembalikan kegembiraan yang telah lama dirampas oleh penguasa-penguasa lalim dan fasik. Namun, di tengah rasa optimis dan kegembiraan itu, mereka melupakan perkara penting yang justru di kemudian hari akan menyebabkan terberangusnya kembali optimisme dan kegembiraan mereka. Mereka lupa bahwa selama Kapitalisme dan sistem demokrasi-sekular masih tegak berdiri, juga selama urusan negara mereka diserahkan kepada para penguasa antek negara kafir imperialisme, niscaya mereka akan terus dikungkung kesyirikan, kelaliman dan kenistaan. Mereka juga lupa, bahwa perubahan tidak cukup hanya mengganti penguasa saja, tetapi mengganti sistem kapitalis dengan sistem Islam. Sebab, akar masalah dari seluruh problem kehidupan yang menimpa mereka adalah penerapan sistem kapitalis-sekular dan pengabaian hukum syariah dalam ranah negara dan masyarakat. Selama hukum syariah belum diterapkan secara sempurna, juga selama eksistensi sistem kapitalis-sekular masih terjaga, selama itu pula kaum Muslim akan tetap didera dengan masalah. Untuk itu, perubahan harus diarahkan ke perubahan sistem, bukan hanya perubahan rezim.
Jika kita tidak bisa berharap terlalu banyak terhadap perubahan yang terjadi di Timur Tengah saat ini, lantas model perubahan seperti apa yang harus dipilih; inqilabiyyah (revolusioner) atau ishlahiyyah (evolusioner)? Penentuan model perubahan apa yang harus dipilih dikembalikan lagi pada realitas yang hendak diubah. Jika realitas yang hendak diubah adalah sistem kufur, maka perubahan yang harus dilakukan adalah mengganti asas dan aturan kufur yang diterapkan di dalam masyarakat tersebut dengan asas dan aturan Islam. Perubahan seperti ini disebut dengan perubahan revolusioner (inqilaabiyyah). Sebaliknya, jika asas dan aturan penyelenggaraan urusan masyarakat dan negara adalah Islam, maka yang dibutuhkan adalah perbaikan pada tataran cabangnya, bukan mengganti asas dan sistem aturannya. Model perubahan seperti ini disebut dengan perbaikan (ishlahiyyah). Hal ini hampir sama dengan seorang Muslim yang hendak memperbaiki keadaan orang kafir; ia harus mengubah akidah dan pandangan hidup orang tersebut terlebih dulu; setelah itu barulah orang tersebut diajari berbagai perkara furu’ semacam shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya. Mengubah akidah dan pandangan hidup merupakan bentuk perubahan inqilabiyyah. Adapun memperbaiki keadaan seorang Muslim agar semakin sempurna keislaman dan keimanannya merupakan bentuk perubahan ishlahiyyah.
Sesungguhnya negeri-negeri kaum Muslim saat ini menerapkan sistem kufur. Hampir seluruh negeri kaum Muslim telah menjadikan Kapitalisme-sekularisme sebagai asas pengaturan urusan negara dan masyarakat. Mereka mengadopsi hukum kufur sebagai aturan untuk mengatur urusan rakyat. Jika demikian keadaannya, maka perjuangan umat Islam harus diarahkan untuk mengubah asas dan sistem kufur yang diterapkan di masyarakat dengan Islam. Dengan kata lain, perubahan yang harus diusung oleh umat Islam adalah perubahan yang bercorak inqilabiyyah, bukan ishlahiyyah. Hanya dengan perubahan seperti ini saja Islam bisa ditegakkan secara sempurna di ranah masyarakat dan negara.
Lalu syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi agar masyarakat memiliki kapasitas untuk melakukan perubahan inqilabiyyah?
Mempersiapkan Perubahan Revolusioner
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencetuskan perubahan inqilabiyyah di tengah-tengah masyarakat.
Pertama: adanya visi perubahan yang kuat dan jelas. Visi perubahan yang harus ditumbuhkan di tengah-tengah masyarakat adalah mengubah sistem kufur menjadi sistem Islam. Dengan kata lain, di tengah-tengah umat harus ditumbuhkan sebuah kesadaran bahwa yang harus mereka tuntut bukan sekadar mengganti rezim, tetapi mengganti sistem kufur dengan sistem Islam. Mereka juga harus disadarkan bahwa sistem Islam hanya bisa ditegakkan ketika hukum syariah diterapkan secara menyeluruh dalam koridor Negara Khilafah Islamiyah.
Kedua: adanya kelompok kuat yang mampu memimpin dan mengawal umat menuju perubahan revolusioner. Ini didasarkan pada kenyataan bahwa menegakkan Khilafah Islamiyah adalah aktivitas berat yang tidak mungkin dipikul oleh individu atau sekelompok individu. Menegakkan Khilafah hanya bisa diwujudkan dengan kerja kolektif yang melibatkan sejumlah orang yang teroganisasi secara baik dalam sebuah jamaah islamiyah. Oleh karena itu, adanya kelompok Islam yang berjuang menegakkan Khilafah Islamiyah merupakan sebuah keniscayaan demi tercetusnya perubahan revolusioner. Hanya saja, syariah Islam telah menetapkan bahwa gerakan Islam yang harus didirikan oleh kaum Muslim adalah gerakan kuat yang memiliki kemampuan untuk menegakkan Khilafah Islamiyah, bukan sekadar mendirikan sebuah gerakan Islam. Untuk itu, gerakan Islam harus mempersiapkan dirinya dengan persiapan-persiapan dan bekal-bekal yang mampu mentransformasikan dirinya menjadi gerakan Islam yang kuat dan dominan. Di antara persiapan dan bekal yang harus disiapkan gerakan Islam adalah master plan (rancangan induk perubahan) atau ats-tsaqafah al-mutabannah. Master plan (rancangan induk perubahan) atau ats-tsaqafah al-mutabannah memuat sejumlah konsepsi rinci dan praktis tentang sistem pemerintahan Islam, sistem ekonomi Islam, sistem sosial Islam, sistem pendidikan Islam, sistem politik dalam negeri dan luar negeri, serta sistem-sistem lain yang dibutuhkan untuk membangun Khilafah Islamiyah. Gerakan Islam ini juga harus memiliki metode perjuangan yang sahih yang sejalan dengan manhaj dakwah Nabi saw. serta benar-benar mampu mengantarkan umat pada perubahan yang hakiki. Setelah bekal dan persiapan ini dimiliki, gerakan Islam tersebut harus terjun ke masyarakat, berinteraksi dengan mereka serta memimpin mereka dalam perjuangan menegakkan syariat dan Khilafah Islamiyah.
Ketiga: adanya opini umum (ra’yu al-‘am) yang lahir dari kesadaran umum (wa’yu al-‘am). Yang dimaksud opini umum adalah: (1) opini umum untuk membela Islam dan keinginan untuk hidup di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah; (2) opini umum untuk membela dan membantu gerakan Islam yang hendak mendirikan Daulah Khilafah Islamiyah. Adapun yang dimaksud dengan kesadaran umum (wa’yu al-’am) adalah kesadaran umum terhadap beberapa hal: (1) kesadaran tentang Islam, terutama pemikiran tentang Khilafah dan kekuasaan; (2) kesadaran tentang permusuhan dan upaya-upaya penyesatan yang dilakukan kaum kafir untuk menghalang-halangi tegaknya Khilafah; (3) keasadaran bahwa umat tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari problematikanya, kecuali jika mereka mampu membebaskan dirinya dari pemerintahan yang menerapkan hukum-hukum kufur; (4) kesadaran terhadap tipudaya dan permainan politik kaum kafir untuk memalingkan umat dari jalan yang benar; 5) kesadaran umat untuk mendukung gerakan Islam mukhlish yang berjuang untuk membebaskan umat dari dominasi sistem kufur dan serta kesadaran untuk mendukung gerakan Islam hingga siap menyongsong urusan yang sangat besar (tegaknya Khilafah Islamiyah).
Keempat: adanya kesadaran politik (wa’yu as-siyasi) di tengah-tengah umat. Yang dimaksud dengan kesadaran politik adalah kesadaran untuk selalu memandang setiap persoalan, baik lokal maupun internasional, dari sudut pandang Islam. Kesadaran politik bukanlah sekadar kesadaran memahami kejadian-kejadian politik kekinian dan konstelasi politik internasional, tetapi kesadaran untuk memandang urusan dunia berdasarkan perspektif akidah dan syariat Islam.
Kelima: adanya dukungan ahlun-nushrah atau ahlul-quwwah kepada gerakan Islam. Pasalnya, ahlul-quwwah adalah pemilik kekuasaan real di tengah-tengah masyarakat sekaligus representasi dari kekuasaan sebuah masyarakat. Tanpa dukungan mereka, gerakan Islam tidak akan mungkin mampu meraih kekuasaan dari tangan umat dan mendirikan Khilafah Islamiyah. Dalam banyak kasus perubahan, mulai dari Tunisia hingga Mesir, gerakan rakyat yang kuat tetap tidak memiliki kapasitas untuk menjatuhkan sebuah kekuasaan tanpa dukungan dari ahlul-quwwah. Untuk itu, adanya dukungan dari ahlul-quwwah merupakan syarat bagi terjadinya peralihan kekuasaan, dari kekuasaan kufur menuju kekuasaan Islam.
Inilah beberapa bekal dan persiapan yang harus dimiliki gerakan Islam untuk mencetuskan perubahan revolusioner di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, aktivis gerakan Islam tidak boleh lupa, bahwa kemenangan adalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, selalu menjaga keikhlasan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT merupakan perkara yang tidak boleh ditawar-tawar bagi siapa saja yang hendak memperjuangkan tegaknya agama-Nya. Selain persiapan yang maksimal, keikhlasan dan kedekatan seorang Muslim kepada Allah SWT merupakan faktor penting agar mereka mendapatkan pertolongan-Nya.
Wallahu al-Musta’an wa Huwa Waliyy at-tawfiq. [Fathiy Syamsuddin Ramadhan An-Nawiy]