HTI

Hiwar (Al Waie)

Rochmat S Labib: Khilafah, Makin Dekat

Pengantar:

Gejolak Timur Tengah mutakhir melahirkan sikap pesimis namun juga optimis. Kita layak pesimis karena ’revolusi’ di Timur Tengah ternyata tidak mengubah apa-apa selain perubahan rezim. Bahkan revolusi tersebut rawan dibajak oleh kekuatan asing. Namun demikian, kita tetap layak bersikap optimis karena sesungguhnya kesadaran umat untuk melakukan perubahan terus tumbuh. Meski banyak ditutup-tutupi oleh media, sebagian mereka bahkan menghendaki perubahan ke arah Islam kaffah; mereka menghendaki syariah dan Khilafah. Betulkah demikian? Jika betul, mengapa saat ini tanda-tanda tegaknya Khilafah belum juga terlihat?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kali ini Redaksi mewawancarai Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia, Rochmat S Labib. Berikut petikannya.


Benarkah telah terjadi perubahan di Timur Tengah?

Perubahan hakiki belum terjadi. Perubahan masih sebatas pada pergantian rezim. Belum menyentuh persoalan dasarnya, yakni sistem yang diterapkan. Sistem yang diterapkan masih tetap sama, yakni sekular. Lebih ironis, rezim penggantinya pun belum menampakkan perubahan berarti terhadap Islam. Rezim baru pasca Ben Ali di Tunisia, misalnya, menolak pengesahan partai yang didasarkan agama, termasuk Hizbut Tahrir.

Namun demikian, ada pelajaran penting yang dapat diambil dari kejadian tersebut. Bahwa rezim diktator yang terlihat begitu perkasa itu sesungguhnya amat lemah. Realitas ini dapat melahirkan keberanian pada diri umat untuk melakukan perubahan yang lebih mendasar.


Mengapa perubahan hakiki belum terjadi?

Karena memang sejak sejak awal tidak dimaksudkan untuk itu. Rakyat di Timur Tengah yang puluhan tahun hidup di bawah represi penguasa diktator hanya ingin lepas dari mereka. Begitu penguasa yang korup dan represif itu jatuh, gerakan mereka pun berhenti. Ini menunjukkan bahwa target perubahan yang diinginkan hanya sebatas jatuhnya rezim. Ini juga menunjukkkan, keinginan berubah saja tidak cukup.

Untuk melakukan perubahan hakiki, setidaknya ada tiga pemahaman yang harus dimiliki. Pertama: pemahaman mengenai buruknya realitas yang sedang berlangsung. Kedua: pemahaman tentang realitas yang menjadi penggantinya, yakni sistem yang menjadi alternatifnya. Ketiga: metode yang tepat untuk melakukan perubahan itu.

Nah, dua hal terakhir ini yang belum dimiliki secara sempurna. Akibatnya, perubahan hakiki tidak terjadi. Bahkan seperti yang kita saksikan, tuntutan mereka bisa dibajak dan dibelokkan oleh negara-negara penjajah.


Bisa dicontohkan bentuk pembajakannya?

Media-media Barat mengopinikan bahwa rakyat di Timur Tengah menuntut dilakukan demokratisasi dan liberalisasi. Tokoh-tokoh yang ditonjolkan dalam aksi itu pun tokoh-tokoh sekular, liberal, dan pro Barat, seperti Muhammad Elbaradei, Amr Mousa, dan sebagainya. Padahal tuntutan demokratisasi dan liberalisasi itu tidak ada, setidaknya bukan menjadi arus utama. Sebaliknya, masyair dan syiar Islam justru sangat menonjol. Tuntutan penerapan syariah juga banyak disuarakan di tengah kerumunan massa di Lapangan Tahrir Kairo, Alexandria dan wilayah-wilayah Mesir lainnya. Demikian pula yang terjadi di Yaman, Suriah, Libya, dan lain-lain.


Ada yang menyatakan HT tidak tampak perannya dalam gejolak Timur Tengah, benarkah demikian?

Tidak tampak bukan berarti tidak ada. Menjadi semakin salah jika parameter yang digunakan adalah publikasi media. Sebagai partai politik yang mencitakan tegaknya Khilafah, Hizbut Tahrir terus bergerak melakukan aktivitas perubahan, termasuk di kawasan Timur Tengah. Jika tidak begitu tampak, setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama: faktor media. Ada keengganan media untuk memberitakan berbagai aktivitas yang dilakukan Hizbut Tahrir. Padahal banyak aktivitas yang dilakukan Hizbut Tahrir dalam gejolak di Timur Tengah. Di Tunisia. misalnya, banyak sekali longmarch atau masîrah diadakan dan digalang oleh Hizbut Tahrir. Bahkan Hizbut Tahrir juga bekerjasama dengan masyarakat dalam pembentukan Komite Rakyat untuk melindungi masyarakat dan kekayaannya. Ratusan seminar, ceramah dan khutbah Jumat juga dilakukan di pusat-pusat gejolak. Berbagai kontak dengan ribuan orang di Mesir dan Tunisia juga dilakukan, termasuk dengan para pembuat keputusan dan tokoh berpengaruh. Ini dikerjakan hampir setiap hari. Jutaan nasyrah juga telah disebar Hizbut Tahrir di berbagai aksi di Tunisia, Yaman, Yordania, Mesir dan lainnya. Bahkan nasyrah-nasyrah itu pun dikirim ke media-media terkemuka. Namun, pemberitaan media sangat minim jika tidak dikatakan nihil.


Mengapa bisa begitu?

Pemberitaan media sangat ditentukan oleh pemiliknya. Maklum, media internasional dan regional itu banyak dikuasai kaum kapitalis dan menjadi corong bagi ideologinya. Sebaliknya, kejadian yang dapat mengancam kepentingan dan ideologi mereka tidak akan dipublikasi.

Sikap inilah yang dilakukan terhadap Hizbut Tahrir. Sebab, mereka tahu benar siapa dan bagaimana Hizbut Tahrir itu. Mereka tahu bahwa Hizbut Tahrir adalah gerakan Islam yang tidak pernah berkompromi dengan sekularisme, Kapitalisme, demokrasi, HAM, pluralisme, dan pemikiran Barat lainnya. Sebaliknya, justru Hizbut Tahrir tak henti mengungkap kedustaan, kebatilan dan kesesatan pemikiran-pemikiran tersebut.

Mereka juga tahu bahwa Hizbut Tahrir menolak tegas bernegosisasi dengan negara-negara kafir penjajah beserta antek-anteknya. Sebaliknya, Hizbut Tahrir terus menerus-menyingkap berbagai rencana jahat negara-negara kafir penjajah seperti Amerika, Prancis, Inggris, Jerman dan lainnya. Kebobrokan rezim-rezim di Dunia Islam ini yang sesungguhnya adalah antek negara-negara penjajah juga ikut ditelanjangi. Inilah yang terus-menerus diserukan Hizbut Tahrir kepada umat.

Sikap ini tentu dianggap berbahaya bagi kepentingan dan ideologi. Jadi tak aneh jika media itu melakukan aksi boikot terhadap Hizbut Tahrir.


Faktor lainnya?

Memang, ada aktivitas Hizbut Tahrir sengaja tidak dipublikasikan. Dalam berjuang, Hizbut Tahrir mendasarkan tharîqah (metodenya) pada sirah Nabi saw. untuk meraih kekuasaan, Rasulullah saw. melakukan thalabun-nushrah (mencari dukungan) kepada para pemegang kekuasaan. Untuk kepentingan itu, beliau pun mendatangi berbagai pemimpin kabilah. Akhirnya, beliau bertemu dengan pemimpin kabilah Aus dan Khajraj yang beriman dan menyerahkan kekuasaan kepada Nabi saw.

Metode ini pula yang ditempuh Hizbut Tahrir dalam meraih kekuasaan. Hizbut Tahrir memang menyampaikan secara terbuka tentang langkah thalabun-nushrah ini, tetapi pelaksanaannya dilakukan secara rahasia; tidak dipublikasikan, termasuk kepada media. Bahkan orang-orang yang ditugasi pun tidak dikenalkan pada masyarakat.

Inilah metode yang diadopsi Hizbut Tahrir dalam meraih kekuasaan; bukan dengan pengerahan massa atau people power.


Jika bukan untuk meraih kekuasaan, lalu apa tujuan diadakan masirah?

Hizbut Tahrir di berbagai negara memang banyak mengadakan masîrah (longmarch, red.), tetapi bukan untuk meraih kekuasaan. Masirah dilakukan untuk menyampaikan atau menentang sebuah pemikiran, mendukung atau menolak sebuah kejadian, atau mensosialisasikan dakwah dan Hizbut Tahrir di wilayah tertentu.


Sejauh mana dukungan umat terhadap ide Khilafah dan Hizbut Tahrir?

Alhamdulillah, sekalipun terus dihalangi oleh negara-negara kafir penjajah beserta antek-anteknya, dukungan terhadap umat terhadap Khilafah dan Hizbut Tahrir terus mengalir. Parameternya sederhana, acara-acara yang digelar Hizbut Tahrir mendapatkan sambutan besar dari umat. Jumlah orang yang menyatakan kesediaannya berjuang bersama Hizbut Tahrir juga terus meningkat. Hampir semua kalangan ada; mulai dari pelajar, mahasiswa, intelektual, pengusaha, birokrat hingga ulama. Di Indonesia, dalam Muktamar Nasional tahun 2009 lalu, sekitar 7000 ulama dari dalam dan luar negeri menyatakan tekadnya berjuang bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan Khilafah. Tahun 2010, tekad yang sama juga digemakan sekitar 6000 muballighah dari seluruh penjuru Indonesia pada Muktamar Muballighat Indonesia. Tahun ini, insya Allah kita akan menggelar Konferensi Rajab di kota-kota besar, mulai dari Aceh hingga Papua. Fenomena ini bukan hanya di Indonesia, namun hampir di seluruh dunia. Realitas ini juga sejalan dengan hasil hasil survey yang dilakukan berbagai lembaga riset. Hasilnya sama, jumlah pendukung ide Khilafah terus bertambah.

Bertolak dari kenyataan tersebut, sesungguhnya berdirinya Khilafah tinggal selangkah lagi, yakni penyerahan kekuasaan dari Ahlul Quwwah kepada Hizbut Tahrir. Dalam konteks sekarang, Ahlul Quwwah itu adalah para jenderal dan perwira militer.


Ada yang menyatakan, sulit mendapatkan dukungan dari militer?

Sulit bukan berarti tidak bisa. Memang, masih banyak kalangan militer yang belum mendukung ide Khilafah. Namun, itu bukan keadaan yang statis. Semuanya bisa berubah. Penolakan mereka bisa jadi karena mereka belum pernah mendapatkan penjelasan utuh dan sempurna. Sepanjang mereka masih menggunakan akal, tidak sulit menerima kebenaran Islam. Apalagi mereka adalah Muslim. Selama masih memeluk Islam, keimanan mereka dapat disentuh untuk diajak berjuang menegakkan Islam.

Kepada para jenderal dan perwira militer diserukan agar mereka menjadi penolong agama Allah, sebagaimana kaum Anshar pada masa Rasulullah saw. Kemuliaan, derajat yang tinggi dan pahala yang besar akan mereka peroleh jika mereka bersedia menerima seruan tersebut. Dalam hadis riwayat al-Bukhari dari Jabir ra diberitakan, Arsy ar-Rahmân bergetar karena kematian pemimpin Anshar, Saad bin Muadz ra.

Sebaliknya, mereka juga diingatkan apabila terus menghambakan diri kepada Barat, nasib mereka di dunia akan terhina dan di akhirat kelak akan mendapat siksa yang berat.


Sejauh mana optimisme HT bahwa Khilafah akan tegak?

Secara i’tiqadi, kita yakin bahwa kekuasan hakiki di tangan Allah SWT. Dialah yang memberikan atau mencabut kekuasaan dari siapa pun yang dikehendaki-Nya. Kekuasaan, sebagaimana umur manusia, juga ada ajalnya. Sekuat apa pun kekuasaan itu dipertahankan, jika ajalnya telah tiba, kekuasaan itu akan lenyap. Inilah yang dialami oleh para penguasa Timur Tengah dan lainnya.

Secara spesifik, janji pertolongan Allah SWT berupa istikhlâf disebutkan dalam QS an-Nur [24]: 55. Kabar gembira tentang tegaknya Khilafah juga diberitakan dalam banyak Hadis Nabi saw. Dalam riwayat Ahmad, Khilafah ‘alâ minhâj al-nubuwwah akan datang setelah masa mulk[an] jabriyyan (penguasa diktator), mulk[an] ‘adhdh[an] (penguasa yang menggigit). Dalam hadis riwayat ad-Darimi juga diberitakan bahwa kota Konstantinopel dan kota Roma akan dibebaskan. Konstantinopel berhasil dibebaskan oleh Sultan Muhammad al-Fatih, lalu diubah namanya menjadi Istanbul. Adapun kota Roma, hingga kini masih belum pernah dibebaskan. Insya Allah, kota itu juga akan dibebaskan oleh Khilafah.

Fakta yang ada kian mengukuhkan keyakinan tersebut. Ideologi Sosialisme telah hancur. Kapitalisme sudah gonjang-ganjing, keropos dan banyak dikritik karena terbukti gagal mensejahterakan manusia. Realitas ini mengharuskan adanya sistem alternatif. Tidak ada yang tepat kecuali Islam.


Namun, mengapa masih ada sebagian umat Islam yang ragu, bahkan menganggap Khilafah sebagai utopia?

Itu justru aneh. Orang kafir saja ada yang yakin tegaknya Khilafah. Michael Loreyev, direktur sebuah perusahaan dan Wakil Presiden Rusia Union of Industrialists dan Wakil Ketua Duma (Rusia Assembly) memprediksi pada tahun 2020 akan muncul beberapa negara besar di dunia. Salah satunya adalah Khilafah. Ini juga sejalan dengan prediksi The National Intelligence Counted menyebut kemungkinan munculnya Khilafah baru pada tahun 2020.

Keseriusan negara-negara kafir penjajah melakukan berbagai cara untuk menghalangi perjuangan Khilafah menjadi bukti nyata bahwa mereka tidak menganggap Khilafah sebagai utopia, namun ancaman nyata. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*