Pertarungan antara kebenaran (al-haq) dan kebatilan (al-bathil) terus berlangsung. Saat ini ada dua hal yang digunakan untuk menghabisi Islam dan pejuangnya. Pertama: seruan penerapan hukum kufur yang makin telanjang dan berani. Kedua: serangan untuk menjauhkan umat dari ajaran Islam.
Sejak beberapa waktu diserukan agar ganja dan jenis narkotika lainnya dilegalkan. Dalihnya, untuk penelitian. Padahal penelitian tentang ganja dalam dunia kedokteran telah lama berlangsung dan tidak ada persoalan. Wajar belaka bila suara lantang agar ganja dilegalkan sebenarnya ditujukan untuk melegalkan ganja itu sendiri. Dalih penelitian hanyalah alasan yang mengada-ada. Mereka pun beralasan ganja dan narkotika ada maslahatnya. Inilah cara pandang sekular yang menggunakan ‘asas manfaat’, bukan halal haram. Padahal semua perkara tentu ada maslahatnya bagi orang-orang tertentu. Narkotika ada maslahatnya bagi pecandu, pelacuran bermanfaat bagi lelaki hidung belang, korupsi berguna untuk para koruptor, dsb. Bila asas manfaat yang digunakan maka semuanya menjadi boleh. Inilah kerusakan mendasar sekularisme.
Gayung pun bersambut. Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar (13/5/2011) mengatakan bahwa pecandu narkotika yang beratnya di bawah satu gram tidak akan dipenjara, tetapi hanya direhabilitasi. Kemaksiatan terus diperjuangkan dan dibela.
Fenomena lain adalah munculnya Komunitas Pecinta Israel yang berencana memperingati hari jadi Israel di beberapa kota di Jawa. Padahal Israel adalah penjajah negeri Muslim Palestina. Hal ini menambah kejelasan bahwa di Indonesia ada pihak yang pro penjajah. Komnas HAM mengatakan bahwa perayaan hari jadi Israel di Indonesia pada 18 Mei merupakan bagian dari kebebasan berpendapat dan berekspresi. Ini pun menerangkan betapa isu HAM tidak lebih dari sekadar alat penjajah untuk mencengkeramkan kekufurannya. Sekali lagi, jelas sekali kemungkaran secara terbuka terus disuarakan.
Pada saat bersamaan muncul isu gerakan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah IX (NII KW IX). Pemerintah pun membiarkan. Padahal isu ini telah berulang sejak dua puluh tahun lalu. Tidak aneh bila muncul pandangan bahwa NII KW IX ini merupakan buatan intelijen sejak zaman Ali Murtopo era Soeharto. Yang diangkat adalah masalah penipuan, pencurian, tidak shalat, dsb yang menjadi bagian ajaran kelompok ini. Tentu kita akan sependapat, “Ajaran itu bertentangan dengan Islam. Aneh mengklaim memperjuangkan Islam, tetapi dengan cara yang bertentangan dengan Islam.”
Namun persoalannya bukan sekadar itu. Isu NII KW IX ini telah melahirkan sikap untuk segera mengesahkan RUU Intelijen yang akan melahirkan pemerintahan represif. Pengawasan terhadap masjid, pengajian di sekolah, intel masuk kampus, dsb terjadi di banyak tempat seperti Jakarta dan Bogor. Orangtua melarang anaknya ikut kerohanian Islam (rohis) di sekolahnya atau aktif mengaji di kampusnya. Masyarakat dibuat anti terhadap syariah Islam dan isu Negara Islam. Akhirnya, kecurigaan terhadap Islam dan para pengembannya muncul kembali. Padahal kita sering menyatakan bahwa kepribadian Islam bagus, rumah tangga Islam bagus, akhlak Islam bagus dan ekonomi Islam bagus. Namun, mengapa wacana Negara Islam menjadi jelek?! Ironis.
Sejatinya tidak dilakukan generalisasi hingga semua yang menyerukan syariah Islam atau daulah islamiyah disikat. Aliran NII KW IX al-Zaitun itu saja yang diadili. Adapun gagasan syariah Islam, Negara Islam, ekonomi Islam, dsb yang berasal dari Islam biarkan bebas bergerak agar kemakrufan tetap menyebar. Namun, satu hal yang pasti adalah ajakan pada kebaikan (amar ma’ruf) dibungkam. Tampaknya, penguasa di negeri Muslim terbesar ini tengah melakukan amar mungkar nahi makruf, bukan amar makruf nahi mungkar.
Realitas ini mengingatkan kita pada firman Allah SWT (yang maknanya): Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama. Mereka menyuruh kemungkaran dan melarang kemakrufan serta mereka menggenggam tangannya (kikir). Mereka telah lupa kepada Allah. Karena itu, Allah pun melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik (TQS at-Taubah [9]: 67).
Imam Ibnu Katsir menegaskan, dalam ayat ini jelas dinyatakan perilaku orang munafik bertolak belakang dengan perilaku kaum Mukmin. Kaum Mukmin melakukan amar makruf nahi mungkar, sedangkan kaum munafik melakukan sebaliknya, yakni amar mungkar nahi makruf (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, IV/172).
Tidak mengherankan bila perkara menjadi terbalik-balik. Yang benar dianggap salah, yang salah dianggap benar. Kemungkaran dibela dan diperjuangkan, kebenaran Islam dicurigai dan dibungkam. Muaranya, muncullah kefasikan berupa menyebarnya kemaksiatan dimana-mana dalam berbagai aspeknya. Ini karena, seperti kata ayat di atas: Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.
Bila kemunafikan penguasa ditambah dengan kemunafikan masyarakatnya terus terjadi maka kehancuran negeri ini hanya tinggal menunggu waktu saja. Lupakah kita akan firman Allah SWT tentang kaum munafik: Belum datangkah kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, yaitu kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan penduduk negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata. Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri (TQS at-Taubah [9]: 70).
Oleh sebab itu, umat Islam berkewajiban untuk menyelamatkannya. Hanya satu cara menyelamatkannya, yaitu dengan menerapkan syariah Islam dan menyatukan umat Islam dalam Khilafah. Itulah penerapan Islam secara kaffah yang akan menebarkan rahmat bagi seluruh alam.Wallahu a’lam. []