Satu di antara pertanyaan mengenai penerapan syariah Islam yang sering muncul adalah berkenaan dengan perlakuan negara dan kedudukan non-Muslim di dalam Daulah Islam. Sebenarnya pertanyaan ini adalah pertanyaan yang wajar yang dilatari oleh ketidaktahuan setelah lenyapnya Daulah Islam setelah eksis selama 13 abad. Ada pula yang memang sengaja melemparkan opini buruk terhadap syariah. Targetnya jelas, agar muncul penolakan terhadap penerapan syariah dalam kehidupan bernegara. Ini terutama yang dimotori oleh para aktivis Liberal.
Islam adalah agama yang sempurna. Islam diturunkan oleh Allah SWT melalui Malaikat Jibril as. kepada nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan dirinya sendiri. Agama Islam adalah agama universal yang ditujukan untuk seluruh umat manusia. Al-Quran telah menyatakan hal ini di beberapa tempat: Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui (TQS Saba’ [34]: 28).
Warga Negara Islam yang non-Muslim tidak dipaksa masuk ke dalam Islam (QS al-Fath [48]: 16), tempat peribadatan mereka pun tidak akan dimusnahkan (QS al-Hajj:67-68]. Bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda, “Barangsiapa menyakiti dzimmiy, maka aku berperkara dengannya, dan barangsiapa berperkara dengan aku, maka aku akan memperkarakannya pada Hari Kiamat.” (As-Suyuthi, Jami’ Shaghir, hadis hasan).
Nah, jika semua hal yang ditakutkan tersebut telah terjawab, apa lagi yang mesti ditakutkan terhadap penerapan syariah Islam oleh Negara Khilafah yang juga telah terbukti selama 13 abad silam mengayomi umat Islam maupun non-Muslim dengan meninggalkan tinta emas kejayaan peradaban Islam. Wallahu a’lam bi ash-shawab. [Adi Victoria; Pengelola blog: http://adivictoria1924.wordpress.com; Tinggal di Samarinda]