Bila Konferensi Khilafah Internasional (KKI) yang diselenggarakan tahun 2007 lalu di Gelora Bung Karno dengan tema “Saatnya Khilafah Memimpin Dunia” yang diikuti oleh 100 ribu peserta boleh dianggap puncak (the peak), maka Konferensi Rajab (KR) yang diselenggarakan di sepanjang bulan Rajab 1432 H, bertepatan dengan bulan Juni 2011 ini, boleh dianggap sebagai lerengnya. Bila kita berjalan dari puncak menurun menyusuri lereng, berarti kita sedang berjalan menuju bumi atau membumi (down to earth). Ini tentu hanya kiasan. KKI jelas bukan benar-benar puncak. KR juga bukan lereng. Namun, ini bisa dijadikan penggambaran tentang bagaimana proses peletakan ide syariah dan Khilafah serta penanaman ide itu kepada masyarakat itu dilakukan oleh HTI.
++++
KKI 2007 bisa dianggap puncak karena tiga hal. Pertama: dari segi ide. “Saatnya Khilafah Memimpin Dunia” adalah ide puncak. Rasanya tidak ada lagi ide yang lebih besar daripada tema yang diangkat pada KKI itu. Ini memang ide besar HT, yang sesungguhnya juga adalah ide Islam. Bila khilafah didefiniskan sebagai ri’asat[un] ammat[un] lil muslimin jami’[an] fi ad-dunya li tathbiqi ahkam asy-syar’i al-islami wa haml ad-da’wah al-islamiyah ila al-‘alam (kepemimpinan umum bagi kaum Muslimin seluruhnya di dunia untuk menerapkan hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia), maka realisasinya memang adalah kepemimpinan Khilafah atas dunia ini. Hanya bila Khilafah memimpin dunia, dunia ini akan dipimpin oleh kekuatan yang bakal menebarkan rahmatan lil alamin, seperti yang pernah terjadi pada masa lalu. Ini bukan isapan jempol. Sejarah memang membuktikan Khilafah Islam pernah menjadi adikuasa dunia beratus tahun lamanya.
Kedua: dari segi jumlah peserta. Seratus ribu adalah jumlah peserta maksimal yang bisa dikumpulkan di satu tempat. Di Indonesia, tidak ada lagi tempat yang lebih besar daripada Gelora Bung Karno. Jadi benar, dari segi jumlah peserta, KKI 2007 memang adalah puncak karena kita tidak bisa lagi menyelenggarakan acara dengan jumlah peserta lebih besar dari pada itu.
Ketiga: dari segi tempat acara. Gelora Bung Karno Jakarta, tempat KKI diselenggarakan, adalah tempat terbesar dan termegah yang ada di negeri ini hingga saat ini. Tidak ada lagi tempat yang lebih besar dan lebih megah dari tempat itu. Jadi, penyelenggaraan KKI 2007 di Gelora Bung Karno dari segi tempat memang juga sudah puncak.
Namun, puncak itu tidak selalu berkonotasi bagus, termasuk dalam konteks dakwah sekalipun. Mungkin benar bahwa KKI 2007 adalah puncak dari segi ide, jumlah peserta dan tempat acara. Namun, tidak berarti bahwa penyelenggaraan KKI itu adalah merupakan pencapaian dakwah HTI yang tertinggi. Dari segi peserta mungkin cukup besar. Namun, jumlah 100 ribu itu jelas tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan 200 juta jumlah penduduk Muslim Indonesia yang harus menjadi obyek dakwah. Mungkin setelah mengikuti KKI mereka menjadi lebih paham apa itu Khilafah dan mengapa harus Khilafah. Namun, tetap saja lebih banyak umat yang belum paham daripada yang sudah. Apalagi ditambah kenyataan bahwa sebagian besar dari mereka adalah massa dengan keterikatan terhadap dakwah yang masih relatif longgar. Di sinilah event-event besar yang diadakan kemudian untuk membumikan ide syariah dan Khilafah seperti Konferensi Rajab itu menemukan relevansinya.
Mengambil tajuk, “Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Khilafah”, Konferensi Rajab diselenggarakan sebagai medium guna mencerdaskan dan mencerahkan umat, bahwa: Pertama, benar saat ini rakyat Indonesia tengah dirundung banyak sekali masalah, khususnya yang menyangkut kesejahteraan, sosial dan ekonomi. Ada kemiskinan, kebodohan dan pengangguran; tingginya angka putus sekolah, biaya pendidikan dan layanan kesehatan; tingginya angka kriminalitas, pornografi dan pornoaksi, ketidakadilan ekonomi dan sebagainya.
Kedua, bahwa berbagai upaya sesungguhnya telah dilakukan untuk mengatasi berbagai problem itu, mulai dari penyusunan berbagai undang-undang dan peraturan, hingga pergantian rezim yang sudah terjadi berulang. Namun, keadaan tetap tak berubah, bahkan ada tendensi makin buruk. Memang, keadaan tidak akan berubah karena semua itu terjadi sebagai akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang mencengkeram negeri ini sekian lama.
Ketiga, bahwa oleh karena itu, penegakan syariah secara kaffah di bawah naungan Daulah Khilafah mutlak diperlukan sebagai jalan untuk menyelesaikan berbagai persoalan di atas secara benar dan tuntas. Melalui penerapan syariah Islam saja, kesejahteraan yang dijanjikan dapat benar-benar dapat diwujudkan. Inilah wujud nyata dari janji Allah, bahwa Islam akan membawa rahmat bagi semua.
++++
Dari segi tema, Konferensi Rajab (KR) 2011 memang terasa lebih membumi. Bila KKI 2007 mengangkat tema yang sangat global, KR 2011 berbicara tentang hal yang lebih kongkret dan lebih dekat dengan persoalan keseharian masyarakat di negeri ini. Dari sini diharapkan masyarakat menjadi lebih memahami bahwa syariah dan Khilafah bukanlah demi siapa-siapa, tetapi demi hidup mereka. Bila mereka merasa ‘sumpek’ menjalani hidup seperti saat ini, maka inilah jalan yang bakal membawa angin kesegaran dan perbaikan. Inilah jalan Islam. Jalan yang telah ditunjukkan oleh Rabb sekalian alam.
Dari segi tempat penyelenggaraan, KR 2011 tidak lagi terpusat seperti halnya KKI 2007; diselenggarakan di 29 kota di seluruh Indonesia dari Aceh hingga Papua. Inilah yang membuat event ini bisa diikuti oleh lebih banyak orang dari berbagai tempat, termasuk mereka yang tinggal di pelosok. Peserta KR Kalimantan Timur yang diadakan di Samarinda pada 12 Juni lalu, misalnya, ada yang datang dari daerah yang terpencil. Mereka harus menggunakan 4 atau 5 moda transportasi. Pertama naik angkot, lalu naik speedboat, ganti naik pesawat, lalu berganti lagi dengan bis menuju lokasi.
Masih dari sisi peserta, KR 2011 juga diikuti oleh peserta yang memiliki keterikatan lebih dalam daripada peserta KKI 2007 karena jauh sebelum hari-H mereka sudah melalui sejumlah proses pembinaan. Maka dari itu, dari sisi personal touch-nya KR 2011 ini lebih terasa ketimbang KKI 2007 dulu yang memang lebih banyak diikuti oleh massa cair. Hasilnya juga segera tampak. Misalnya, dua mobil peserta KR Kendari, belum lagi sampai di tempat asalnya sudah berkirim sms ke mas’ul atau penanggung jawab dakwah HTI di daerah darimana mereka berasal bahwa mereka tidak sabar lagi untuk segera ikut pembinaan HTI. Ada lagi seorang imam masjid yang meminta al-Liwa dan ar-Raya untuk dipasang di depan mihrab masjidnya sebagai tanda bahwa jamaah masjid itu mendukung perjuangan syariah dan Khilafah.
Maka dari itu, untuk lebih makin membumi, ke depan perlu diselenggarakan event besar lagi di tempat yang lebih banyak. Bila KR 2011 diselenggarakan di level propinsi, ke depan barangkali bisa diselenggarakan di level kota/kabupaten, bahkan kecamatan dan desa. Mengapa tidak? []