Opini tentang penegakan syariah dan Khilafah menggema di seluruh penjuru Nusantara. Hampir sebulan lamanya, gelora semangat untuk mengembalikan kejayaan Islam silih berganti dari satu kota ke kota lain di seluruh Indonesia. Perhelatan akbar Konferensi Rajab 1432 H yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di 29 kota menjadi katalisator munculnya semangat baru kaum Muslim untuk memperjuangkan penerapan syariah Islam dalam naungan Khilafah.
Juru Bicara HTI M Ismail Yusanto menyatakan konferensi ini diadakan untuk memompakan semangat dan optimisme akan keberhasilan perjuangan penegakan kembali syariah dan Khilafah. ”Tentu perjuangan ini memerlukan kesungguhan, keikhlasan dan dukungan umat. Dukungan itu terlihat nyata dalam pelaksanaan Konferensi Rajab di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Luar Jawa Mengawali
Banjarmasin: Konferensi Rajab 1432 H pertama kali digelar di Kota Banjarmasin Kalimantan Timur. Sekitar 8 ribu orang memadati Stadion 17 Mei Banjarmasin. Mereka berasal dari Tanjung, Amuntai, Barabai, Kandangan, Rantau, Martapura, Pelaihari, Batulicin, Marabahan, Banjarbaru dan Banjarmasin. Di Kota Seribu Sungai ini, kegiatan sebesar itu barangkali baru pertama kali diadakan oleh organisasi massa Islam. Mereka ada yang harus menempuh perjalanan cukup jauh. Mereka harus melewatkan malam di perjalanan. Seperti yang dialami oleh sekitar 400 kaum Muslim asal Kabupaten Tabalong, Kalsel. Mereka rela berangkat ke Banjarmasin pada pukul 22.00 dari wilayah paling utara Kalsel ini. Mereka naik tiga bus, 12 mobil Kijang dan Avanza, serta 42 Colt L-300, memecah malam, menempuh perjalanan selama delapan jam. “Cukup melelahkan, tapi begitu kami sampai di stadion, lelah itu seolah sirna dan berganti dengan kegembiraan,” kata salah satu peserta.
KH Abdul Wahab Syahrani, pengasuh Pondok Pesantren Ibnu Mas’ud Putra Jarau Kab. Hulu Sungai Selatan, berkata, “Apa yang harus kita lakukan sekarang adalah memperjuangkannya dengan mengikuti perjuangan Rasulullah saw. Kita tidak boleh takut kepada Amerika. Kita hanya takut kepada Allah SWT dalam perjuangan ini.”
Kendari: Sepuluh hari setelah Konferensi Rajab Banjarmasin, konferensi yang sama digelar di Kendari (Sulawesi Tenggara), Bandar Lampung, Samarinda (Kalimantan Timur), Palu (Sulawesi Tengah), Ketapang (Kalimantan Barat), Jayapura (Papua), Batam (Kepulauan Riau) pada Ahad (12/6/11).
Di Kendari, lebih dari 15 ribu kaum Muslim berkumpul di arena utama ex-MTQ Nasional Kendari. Kursi yang disediakan panitia sebanyak 15 ribu tak sanggup menampung peserta. Sebagian peserta rela berdiri selama konferensi. Lainnya duduk di lantai yang cukup panas karena terik matahari. Sebagian peserta harus datang sehari sebelumnya karena daerah mereka sangat jauh. Kaum Muslim Kabupaten Konawe, misalnya. Mereka datang dengan mengendarai puluhan mobil dan bus. Sebagian malah naik motor. Begitu pula dengan ratusan rombongan peserta dari Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur. Mereka datang pada Sabtu (11/6) malam sekitar pukul 21.30 WITA. Ada pula rombongan dari Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton yang datang dengan kapal super jet pada hari Sabtu siang. Rombongan dari Kabupaten Konawe Selatan, Konawe Utara, Bombana, Konda, Wakatobi, harus mengarungi malam untuk sampai di Kendari. Ini membuktikan, jarak yang jauh tidak menyurutkan semangat kaum Muslim untuk ikut mengambil bagian sebagai saksi sejarah perhelatan akbar terbesar pertama kaum Muslim di Sulawesi Tenggara.
Samarinda: Tak kalah ramainya dengan kota lain, kaum Muslim di Samarinda berkumpul di Gelanggang Olah Raga (GOR) Segiri Samarinda. Sedikitnya 4 ribu orang hadir dalam ruang tertutup itu. Tak ada satu bangku pun yang tersisa. Hujan yang mengguyur kota Samarinda sejak pagi hari tidak menyurutkan langkah masyarakat Kaltim untuk menghadiri acara konferensi tersebut. Ini merupakan perhelatan terakbar yang pernah diselenggarakan kaum Muslim di Kaltim. Di dalam ruang ini, pekik takbir dan seruan penegakan syariah dan Khilafah menggelegar, memompa semangat peserta untuk mendukung penerapan syariah dalam naungan Khilafah.
Palu: Di ibukota Sulawesi Tengah, di tengah-tengah suasana yang agak panas pasca adanya ledakan bom, Konferensi Rajab 1432 H tetap digelar. Konferensi ini mengambil tempat di aula Masjid Agung Palu. Sebanyak 300 orang hadir dalam kegiatan tersebut. Yang menarik, acara ini juga dihadiri Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sulteng, Drs. H Syamsuddin H Khalid. Ia menyatakan perjuangan menegakkan Khilafah adalah kewajiban umat Islam secara keseluruhan. “Mari kita bersatu dalam barisan untuk mewujudkan impian tersebut bersama Hizbut Tahrir,” katanya.
Lampung: Di Bandar Lampung, sejak pagi kaum Muslim di provinsi paling selatan di Pulau Sumatera itu berduyun-duyun ke Gedung Sumpah Pemuda Pusat Kegiatan Olah Raga (PKOR) Way Halim Bandar Lampung. Berbagai kendala yang dialami peserta tak menyurutkan niat mereka hadir dalam konferensi ini. Rombongan peserta dari Kalianda, Lampung Selatan, misalnya. Mereka telah menyewa 14 mobil dan bus. Namun, kendaraan itu tak cukup karena peserta bertambah. Terpaksa mereka tunggang-langgang mencari mobil sewaan tambahan. Rombongan jamaah pondok pesantren Riyadhus Sholihin juga mengalami musibah. Kendaraan roda empat yang mereka tumpangi mogok di jalan. Mereka baru tiba di PKOR Way Halim pukul 09.00. Sementara itu, pembaca al-Quran, Syamsuri, rantai motornya putus di tengah jalan. Ia terpaksa meminjam motor agar sampai tujuan. Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda 606 Kalianda yang juga Ketua Forum Komunikasi Ponpes se Lampung Selatan, Kyai Endang Ahmad Arif, mengatakan, hanya orang munafik yang tidak setuju dengan penegakan Syariah dan Khilafah. “Percuma mendirikan pesantren kalau tidak setuju Khilafah!” tegasnya.
Batam: Masih di kawasan Sumatera, Konferensi Rajab berlangsung di GOR/Sport Hall Temenggung Abdul Jamal, Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada hari yang sama. Sekitar 2.000 orang kaum Muslim hadir di tempat tersebut. Mereka datang dari pulau-pulau di sekitar Batam, termasuk dari Singapura dan Malaysia. Tokoh masyarakat sekaligus Walikota Batam periode 2001 – 2005 Drs. H Nyat Kadir di hadapan peserta menyatakan, “Perjuangan HTI adalah kepada kebaikan dan terbukti tidak pernah melakukan kekerasan. Ini adalah perjuangan yang benar untuk suatu kebaikan dan menghilangkan kerusakan. Sebenarnya jika ada orang yang waras melihat perjuangan HTI ini maka dia akan turut mendukungnya hingga akhir hayat,” katanya seraya disambut takbir peserta.
KH Azhari Abbas, Ketua MUI Kepri, menyatakan, Islam melalui institusi Khilafah akan mampu memberantas penyakit masyarakat seperti seks bebas di kalangan remaja dan umum, termasuk korupsi. “Hanya dengan Khilafahlah umat akan selamat,” tandasnya.
Papua: Di kawasan paling timur Indonesia, Papua, konferensi pun diadakan. Bertempat di sebuah hotel, konferensi ini dihadiri sekitar 200 peserta. Tampak di antara mereka adalah warga asli Papua. Mereka datang dari berbagai kabupaten di Papua. Beberapa di antaranya jauh datang dari Provinsi Papua Barat.
Ketapang: Di Kota Ketapang, Kalimantan Barat, lebih dari 100 orang berkumpul di Aula Kantor Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Ketapang. Mereka larut dalam Konferensi Rajab. Para tokoh yang hadir menegaskan dukungan mereka terhadap penerapan syariah dalam bingkai Khilafah.
Bergeloranya semangat kebangkitan Islam di berbagai kota tersebut terus merambah kota-kota lain. Tak sampai seminggu, Sabtu (18/6) acara serupa berlangsung di Palembang (Sumatera Selatan) dan Ternate (Maluku Utara).
Palembang: Di Palembang, sedikitnya 1.200 orang dari berbagai kalangan menghadiri Konferensi Rajab di Gedung Serba Guna Asrama Haji Palembang. Konferensi yang digelar di kota yang pernah menerapkan syariah Islam sehingga dikenal dengan nama Palembang Darusalam ini semakin memantapkan dukungan penegakan syariah dan Khilafah. Ayik Farid, Sekretaris MUI Sumsel, menandaskan, tugas melakukan amar makruf nahi mungkar tidak mungkin terlaksana tanpa penegakan syariah dan Khilafah.
Konferensi ini mampu memompa semangat peserta. Salah satu peserta dari Desa Talang, Seleman, Kab. Ogan Ilir meminta ar-Raya untuk bisa dibawa pulang dan dipasang di kampungnya. Sebelumnya, Ibu Iir rela menitipkan gorengan di warung-warung—sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya—hanya untuk membelikan tiket untuk dirinya dan lima keluarganya, termasuk suaminya. Demikian juga dengan Ibu Marleni, seorang pembantu rumah tangga yang rela meminjam uang kepada majikan dengan jaminan gaji dua bulan ke depan untuk membeli tiket VVIP.
Ternate: Semangat kaum Muslim begitu terasa di Hotel Vellya, Ternate, Sabtu (19/6). Panitia tak menyangka, jumlah mereka yang hadir melebihi kapasitas. Kaum Muslim dari pulau-pulau kecil rela menerjang ombak menuju tepat konferensi. Kursi yang hanya 500 buah terpaksa harus ditambah. Tarian khas Maluku Utara pun disajikan. Tarian perjuangan itu klop dengan teatrikal tentang kewajiban menegakkan satu-satunya institusi pemerintahan yang diridhai Allah SWT, yakni Khilafah yang menerapkan syariah Islam secara kaffah.
Gaung Khilafah terus membahana. Sehari berikutnya, Ahad (19/6) konferensi digelar secara bersamaan di delapan kota lainnya: Pekanbaru, Padang, Banda Aceh, Lubuklinggau, Bengkulu, Jambi dan Pangkalpinang.
Banda Aceh: Di ujung barat Indonesia Banda Aceh, kaum Muslim berkumpul di aula gedung AAC Dayan Dawood. Lebih dari 1.500 orang sejak pukul 08.30 WIB sudah memenuhi aula tersebut. Mereka disambut Sanggar Seni Seulawet—sanggar yang sering tampil di panggung-panggung internasional—dengan rapa’ie geleng, yang berisi nasihat-nasihat mengajak umat untuk ikut mendirikan kembali Khilafah Islamiyah. Juga ada aksi teatrikal dari SMA 1 Lampeuneureut, Banda Aceh.
Pesan-pesan konferensi ini begitu mengena di mata para peserta sebab selama ini Aceh dikenal sebagai provinsi yang menerapkan syariah Islam. Mereka merindukan penerapan syariah Islam dalam arti sesungguhnya, yakni di bawah institusi Khilafah.
Padang: Tak jauh dari Aceh, gema Khilafah menggema di Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat. Di daerah yang cukup kental dengan nuansa syariah ini, sejak pagi kaum Muslim menuju ke Asrama Haji Padang. Antusiasme peserta memang luar biasa. Bagaimana tidak, panitia tidak bisa lagi membatasi jumlah yang hadir. Tiket yang disediakan ludes. Kapasitas kursi yang disediakan hanya 1.500 buah, sementara peserta yang hadir dua kali lipatnya. Beberapa peserta mengaku, rela berdiri untuk konferensi ini karena acara itu adalah momentum terindah yang dirindukan. Panitia pun akhirnya mengubah format konferensi, yang asalnya murni indoor, di dalam aula Asrama Haji Sumbar, hingga menjadi in-out door. Satu di dalam dan satu lagi luar aula. Sebagai peneduh, panitia membangun tenda yang bisa menampung lebih dari 1.500 peserta. Panitia pun menyiapkan panggung kembar, di luar. Orasi pun dilakukan secara bergantian dari kedua panggung. Peserta bisa menyaksikan para orator melalui layar lebar di samping panggung.
Buya Dr. H Sudirman, ulama sepuh dan berpengaruh di Sumbar itu menyatakan, “Mari kita berjuang bersama Hizbut Tahrir, karena Hizbut Tahrirlah yang sungguh-sungguh berjuang untuk menegakkan syariah dan Khilafah. Jangan takut berjuang dengan Hizbut Tahrir. Hizbur tidak melakukan aktivitas yang lain, kecuali dakwah menyampaikan kebenaran.”
Jambi: Bersebelahan dengan Sumatera Barat, kaum Muslim di Provinsi Jambi mengadakan acara yang sama di Auditorium RRI Jambi, Telanaipura. Sekitar 350 orang khusyuk mengikuti acara. M Yusran Ramli, Ketua DPD I HTI Jambi, menggugah peserta tentang hubungan Jambi dan Kekhilafahan. Ia menceritakan, pada tahun 98 H, Raja Sriwijaya Jambi, Srindavarman, mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz meminta dikirimkan dai yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Dua tahun kemudian Raja Jambi yang semula Hindu masuk Islam dan Sriwijaya Jambi menjadi Sriwijaya Islam. Selain itu, dalam perjuangan rakyat Jambi mengusir penjajah Belanda, Khalifah Turki Utsmani, Sultan Abdul Hamid II mengirim bantuan militer atas permintaan Sultan Thaha Saifuddin, raja Jambi masa itu. Namun sayang, Sriwijaya Jambi kemudian diserang oleh Sriwijaya Budha Palembang.
Pekanbaru: Di Pekanbaru, Provinsi Riau, panitia Konferensi Rajab bekerja keras menyiapkan sarana bagi peserta. Target peserta 2.000 orang, ternyata yang hadir 2.700 orang. Grand Ball Room Hotel Mutiara Merdeka Pekanbaru tak cukup untuk menampung peserta sebanyak itu. Sebagian peserta harus rela berdiri dan sebagian lainnya tak bisa masuk ke dalam ruang utama acara. Panitia terpaksa menempatkan mereka di tiga ruang lain dan melengkapi masing-masing ruang itu dengan layar lebar. Seorang tokoh nasional, yang juga mantan dosen IPDN Prof. Dr. Inu Kencana Syafi’ie, Msi, berkata. “Saya memang bukan anggota Hizbut Tahrir, namun saya mencintai dan membela Hizbut Tahrir. Saya mendukung Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir berjuang untuk mempersatukan umat. Hizbut Tahrir berjuang menegakkan syariah dan Khilafah. Maka saya pun mengajak Anda semua mendukung perjuangan mulia ini.”
Ketua Komisi Fatwa MUI Riau, KH. Abdurrahman Qoharuddin, juga menegaskan dukungan kepada HTI. “Kami dari Majelis Ulama, telah lama mengikuti dan menyaksikan sepak terjang kawan-kawan dari Hizbut Tahrir. Berbagai acara kami hadir, baik di Pekanbaru maupun di Jakarta. Perjuangan dakwah HTI adalah perjuangan yang mulia. Sudah saatnya secara terbuka kita menyatakan dukungan pada gerakan ini. Hizbut Tahrir berdakwah secara damai, tidak anarkis, tanpa kekerasan. Hizbut Tahrir meneladani manhaj dakwah Rasulullah saw. Maka kami dari Majelis Ulama menyeru kepada seluruh kaum Muslim untuk mendukung perjuangan Hizbut Tahrir menegakkan kembali Khilafah Islamiyah,” katanya seraya disambut takbir peserta.
Bengkulu: Masih di kawasan Sumatera, Gedung Teater Tertutup Bengkulu menjadi saksi seruan penegakan syariah dan Khilafah dari Bumi Raflesia itu. Lebih 350 kaum Muslim yang datang dari Kota Bengkulu dan sekitarnya memadati gedung yang terletak di kompleks Taman Budaya Bengkulu. Ada yang sudah menginap sehari sebelumnya di Bengkulu di tempat kerabatnya demi menghadiri acara ini. Rifdanur, Ketua Pimpinan Cabang Aisyah Ketahun, menegaskan dukungan terhadap dakwah HTI. “Buat ibu-ibu tolong suami-suami didorong ikut berjuang. Seandainya ibu-ibu yang hadir ini semua mendorong para suami ikut berjuang dengan HTI, saya yakin Khilafah segera tegak..Allahu Akbar..,” katanya bersemangat.
Yang menarik, ada seorang tokoh Bengkulu, Baharudin Saleh. Sebelumnya ia tak bersedia ketika dimintakan testimoni. Namun, setelah ia hadir dan merasakan atmosfer perjuangan dalam konferensi tersebut, ia malah meminta kepada panitia agar bisa tampil di mimbar untuk memberikan testimoni. Ia mendukung sepenuhnya penegakan syariah dalam naungan Khilafah.
Bangka Belitung: Di Provinsi Bangka Belitung, sebanyak 2.000 peserta menyemarakkan konferensi yang berlangsung di Convention Hall Hotel Novotel Pangkalpinang. Acara ini pun dihadiri oleh Wakil Gubernur Bangka Belitung Syamsuddin Basari dan beberapa jajaran muspida setempat.
KH Syiran Rois Am Syuriah NU Bangka Tengah, secara tegas mendukung apa yang telah diperjuangkan oleh HTI untuk menerapkan syariah dan Khilafah. “Kami dari pengurus NU Bangka Tengah mendukung sepenuh perjuangan yang dilakukan oleh HTI,” katanya sambil mengajak semua hadirin untuk menadahkan tangan berdoa bersama-sama demi tegaknya Khilafah.
Di sela-sela acara konferensi Wakil Gubernur Bangka Belitung mengatakan, dakwah yang dilakukan oleh HTI sangat positif. HTI mengingatkan umat Islam untuk kembali pada aturan Allah SWT. “Secara pribadi saya sangat mendukung sepenuhnya kegiatan yang dilakukan oleh HTI, karena ini sangat positif sekali, untuk mengatasi persoalan di tengah umat,” ujar Syamsuddin.
Menurut dia, apa yang didakwahkan oleh HTI sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan dakwahnya tidak berbenturan dengan aturan pemerintah. Perjuangan yang dilakukan oleh HTI harus diteruskan, karena sekarang ini kalangan generasi muda telah mengalami kemunduran moral. “Kita sambut apa yang menjadi kehendak dari masyarakat, apa yang sudah menjadi keinginan HTI untuk menerapakn syariah Islam, dan itu merupakan kehendak masyarakat karena saat ini dibutuhkan sebuah perubahan. Apa yang disampaikan oleh pembicara memang benar adanya, bahwa Indonesia belum merdeka sepenuhnya dan masih dalam penjajahan,” tegas Wagub.
Lubuk Linggau, Sehari setelah penyelenggaraan Konferensi Rajab di ibu kota propinsi yaitu di Palembang (18/6) acara yang sama diselengagrakan di kota Lubuk Linggau. Bertempat di eks gedung bioskop Sindang. Sehari seleumnya terjadi insiden ledakan di pasar SM Swalayan yang berjarak hanya empat ruko dari lokasi penyelnggaraan. Insiden itupun banyak diberitakan di media massa setempat bahkan nasional. Meski begitu, insiden tersebut tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kegiatan Konferensi Rajab di Lubuklinggau. Hal ini terlihat dari antusiasnya peserta menghadiri konferensi ini, baik dari kalangan ulama, intelektual, tokoh masyarakat, maupun mahasiswa.
Gemuruh pekikan takbir para peserta membahana di sela-sela penyampaian materi oleh apra pembicara. Pementasan teatrikal yang menggambarkan keruntuhan kapitalisme dan tegaknya kembai syariah dan khilafah membuat peserta makin memahami dan merasakan urgensi penerapan syariah dan tegaknya kembali khilafah. Beberapa orang peserta pun langusng menyatakan keinginan dan kesediaan mereka untuk berjuang bersama HIzbut Tahrir.
Gema penegakan syariah dan Khilafah terus menyeruak di kota lainnya. Pada Ahad (26/6), Konferensi Rajab 1432 H digelar di delapan kota, yakni Medan, Makassar, Luwuk, Tanjungpinang, Gorontalo, Palangkaraya, dan Pontianak.
Pangkaraya: Di Kota Palangkaraya, warga dicengangkan dengan ribuan bendera putih dan hitam bertuliskan khat Arab Laa ilaha illalLah tertancap di sepanjang jalan A Yani yang merupakan jantung Ibukota Kalimantan Tengah. Sebuah spanduk ukuran raksasa sepanjang 40 meter yang bertuliskan tema konferensi yaitu “Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Khilafah” dipasang di depan Gedung Pertemuan Umum Tambun Bungai, Palangkaraya.
Sekitar 1.000 orang dari Palangkaraya dan sekitarnya seperti Sukamara, Lamandau, Pangkalan Bun, Buntok dan Muara Teweh. Mereka menempuh perjalanan sangat jauh, 12 jam perjalanan. Berbagai ujian pun dialami. Seperti kaum Muslim dari Sukamara, Lamandau dan Pangkalan Bun, tiga bus yang mereka sewa tidak datang sesuai jadwal yakni pukul 06.00WIB. Bus baru datang pada sore harinya, yakni pukul 18.00. Akibatnya, mereka baru sampai ketika acara dimulai. Selain mendengarkan orasi, para peserta disuguhi seni marawis dan teatrikal.
Gorontalo: Di Gorontalo, konferensi berlangsung di Gedung Juliana, Kota Gorontalo. Kaum Muslim yang hadir sekitar seribu orang, dari Kota Gorontalo dan sekitarnya. Mereka mengikuti acara konferensi dengan khikmat.
Tanjung Pinang: Di Kepulauan Riau, setelah di Batam, konferensi juga diadakan di Kota Tanjungpinang. Mereka yang sudah ikut konferensi di Batam ternyata masih banyak juga yang tertarik di acara konferensi Tanjungpinang meski harus melewati laut. Bahkan ada peserta sekeluarga terpaksa menginap terlebih dulu di sebuah masjid dalam perjalanan ke Tanjungpinang. Di ibukota Provinsi Kepulauan Riau ini, konferensi berlangsung di di Aula Serbaguna Kantor Gubernur Kepulauan Riau. Sedikitnya 600 orang hadir pada acara ini. Banyak tokoh ormas Islam yang hadir seperti MUI, DMI, DDII, Majelis Taklim, pelajar, mahasiswa, Forum Komunikasi Masjid dan Mushala (FKMM), Forum Komunikasi Mubaligh (FKM).
Selain parade pengibaran al-Liwa dan ar-Raya di awal acara, panitia menghadirkan adik-adik TPA al-Hasanah Bintan Timur Kab. Bintan sebagai bagian pengisi acara. Mereka tampil dua kali di sela pemaparan pembicara. Yang pertama adalah persembahan Tari Saman dengan diiringi lagu shalawat yang dibawakan dua orang divantara mereka sendiri. Nasyid “Tiada Islam Tanpa Syariah” menjadi persembahan kedua yang mampu membakar semangat hadirin apalagi ditambah dengan pengibaran al-Liwa dan ar-Raya oleh mereka dan para hadirin.
Luwuk Banggai. Di kabupaten Banggai, acara Konferensi Rajab juga sukses diselenggarakan pada Ahad (26/6) bertempat di gedung Darma Wanita Luwuk, Kabupaten Banggai. Lebih dari 400 orang peserta dari berbagai kalangan baik pelajar, mahasiswa, kalangan majelis ta’lim, tokoh dan masyarkat dari berbagai latar belakang hadir pada perhelatan akbar yang digelar oleh DPD II HTI Kabupaten Banggai itu.
Acara selain diisi oleh penyampaian materi oleh para pembicara juga disemarakkan oleh penampilan tatrikal dan pemutaran video perjuangan.
Para peserta tampak begitu antusian mengikuti acara. Gemuruh pekikan takbir menggema sepanjang acara. Yel-yel “Syariah dan Khilafah” pun berulang-ulang diteriakkan oleh para peserta dengan semangat.
Di kabupaten yang terdiri dari banyak pulau ini, tidak sedikit dari peserta yang harus menempuh perjalanan jauh untuk bisa menyaksikan Konferensi Rajab ini. Misalnya, peserta dari Kabupaten Banggai, termasuk beberapa daerah diluar kota air Luwuk Kabupaten Banggai. Banyak dari mereka yang rela datang dan menginap sehari sebelum acara Konferensi Rajab digelar karena ingin mengikuti acara sejak dari awal.
Di dalam acara ini KH Muslimin Lahadji, SH. pimpinan Ponpes Darul Khair, Masing, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, menyampaikan testimoninya. KH Muslimin Lahadji, mengatakan, perjuangan Hizbut Tahir, saudara-saudara dari Hizbut Tahrir harus mendapat dukungan penuh umat. Beliau sepakat, berbagai problematika umat yang terjadi hanya dapat di atasi apabila hukum islam dapat diterapkan secara kaffah dalam bingkai daulah khilafah. Karena itu, menurutnya, saatnya umat islam harus bersatu dengan mengambil solusi yang sama.
Acara Konferensi Rajab di Luwuk ini selain diliput oleh beberapa media cetak lokal, juga disiarkan langsung oleh beberapa stasiun radio lokal.
Medan: Di ibukota Sumatera Utara, Medan, sekitar 2.600 kaum Muslim dari berbagai kalangan di Sumatera Utara menghadiri konferensi di Gedung Selecta, Medan. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Sumut. Atmosfer perjuangan melingkupi tempat acara.
Drs. Suprayetno, WMA, dosen di IAIN yang alumnus S3 Canada University dalam testimoninya mengatakan, merinding bulu kuduknya saat masuk ruangan Selecta ini karena ia seakan diberi hidayah dan petunjuk bahwa bahwa Hizbut Tahrirlah wadah ia berjihad dan berdakwah yang benar dan sesuai dengan hati nuraninya. Ia mengatakan, sebagai orang akademisi, secara ilmiah ia menyakini benar bahwa Khilafah yang diperjuangkan umat Islam dan Hizbut Tahrir pasti tegak dalam waktu dekat. Ia pun menyeru semua intelektual yang ‘keblinger’, yang selama ini menolak Khilafah, untuk mau bersatu, bergabung dengan Hizbut Tahrir untuk memperjuangkan Khilafah sebagaimana dirinya. “Kembali saya ingatkan dan ajak, wahai semua kaum Muslim dan para inteletual yang keblinger yang menolak Khilafah, agar Anda semua mau bergabung bersama dalam perjuangan menegakkan Khilafah,” ucapnya penuh dengan semangat.
Tampil pula menyampaikan testimoninya, pengusaha CEO/Owner Madinah Syariah—Supermarket berbasis syariah pertama di Indonesia—M Pendi Leong. Meski seorang muallaf, ia meyakini bahwa perjuangan penegakan Khilafah adalah kewajiban dan solusi bagi dunia sekarang. “Tiada kemulian tanpa Islam, tiada Islam tanpa syariah, dan tidak ada syariah tanpa Khilafah,” katanya mengobarkan semangat peserta konferensi.
Pernyataan dukungan atas perjuangan ini datang dari Komisi Fatwa MUI Padang Sidempuan. Ia mengaku sangat merindukan penerapan syariah dalam bingkai Khilafah. Tokoh yang cacat tubuhnya ini mengaku rela menempuh jarak yang jauh—perjalanan sehari semalam—dari Tapanuli Selatan untuk mengikuti Konferensi Rajab karena rindunya pada Khilafah sudah memuncak.
Beberapa peserta menitikkan air mata menyambut seruan syariah dan Khilafah.
Makassar: Di Makassar, Sulawesi Selatan, kaum Muslim memadati Celebes Convention Center. Mereka datang dari berbagai daerah di Sulawesi Selatan. Acara dimulai dengan Seni Tunrung Pakanjara dan Sinrilik. Sebuah bola dunia berwarna emas ukuran besar dipasang di atas panggung. Di depan sekitar 10 ribu orang, panitia menyuguhkan teatrikal Anggaruk (Sumpah Setia Kesatria) untuk menegakkan Khilafah. Atraksi ini mendapatkan perhatian para pengunjung.
Selain mendengarkan paparan dari para pembicara, konferensi ini diisi pula oleh testimoni dari tokoh-tokoh sepuh Sulsel di antaranya Abd Wahab Maming dan KH Syamsuddin Latif. Mereka mendukung penerapan syariah dalam naungan Khilafah karena hal itu merupakan kewajiban agama.
Di balik acara itu, berbagai kisah menarik menyertai. Kafilah dari Bajeng Barat menumpang truk yang bermuatan penuh peserta ditambah lagi sebuah metromini. Mereka mengalami musibah. Dua kendaraan ini terjerembab ke sawah yang cukup dalam. Menurut logika, seharusnya truk dan metromini itu terbalik. Namun, kehendak Allah lain, ratusan kafilah itu selamat hingga tiba di tempat acara.
Lain lagi kisah dari Takalar. Sehabis acara, hanya dua kata yang terucap dari para muayyid, “Luar biasa!” Ada juga seorang peserta yang tak memiliki cukup uang untuk membeli tiket masuk. Ia tak pendek akal, dua ayam betinanya diserahkan kepada panitia sebagai ganti pembayaran tiket. Dengan bermodal dua ayam betina, tiket regular A seharga 50 ribu rupiah ada di tangan. Keterbatasan finansial bukan alasan untuk tidak meleburkan diri dalam barisan perjuangan penegakan syariah dan Khilafah.
Sehabis acara pun masih ada kisah lucu yang menarik. Bendera al-Liwa dan ar-Raya yang dipasang panitia sepanjang jalan menuju tempat acara, sebagian raib. Eh, tak lama kemudian muncul pesan singkat ke ponsel panitia, “Afwan, kami mohon maaf kepada panitia, sekaligus memohon keikhlasannya. Bendera sepanjang jalan kami ambil sebagai kenang-kenangan.”
Bahkan ada peserta yang mengaku mengambil tiga lembar ar-Raya dan al-Liwa, kemudian membawanya konvoi sepanjang perjalanan pulang. Panitia pun tersenyum dan menjawab SMS itu, “Ya kami ikhlaskan. Tapi Anda harus berjuang bersama hizbut tahrir, menjadi pejuang syariah dan Khilafah.”
Balasan pun datang dari para pecinta ar-Raya dan al-Liwa itu. Jawabannya singkat, namun penuh makna, “Allahuakbar!”
Gempita Konferensi di Pulau Jawa
Yogyakarta: Di Pulau Jawa, Konferensi Rajab diawali di Yogyakarta, Ahad (19/6). Hall utama Jogja Expo Center (JEC) menjadi saksi gelora perjuangan penegakan syariah dan Khilafah. Pembukaan acara Konferensi Rajab di tempat ini tergolong unik. Peserta disambut dengan tembang Macapat, nyanyian/lagu khas Jawa. Sebagian peserta memang tidak mengerti bahasa ’halus’ tembang tersebut, tetapi sebagian besar peserta bisa menikmatinya. Hadirin yang berjumlah 10 ribu orang itu kemudian disuguhi tari Saman dari Aceh yang diperagakan oleh tim dari asrama Aceh. Para peserta datang dari dua provinsi sekaligus, yakni Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tampak pula di tengah-tengah peserta Prof. Hasan Ko Nakata (Ketua Asosiasi Muslim Jepang). Cucuran air mata tampak menetes ketika teatrikal dipanggungkan.
Surabaya: Di ibukota Jawa Timur, Surabaya, kaum Muslim dari Jawa Timur dan Bali berkumpul di Gelora Delta Sidoarjo. Sebanyak 30 ribu orang memadati tempat duduk stadion. Kibaran bendera al-Liwa dan ar-Raya menghiasi dinding stadion dan jalan-jalan menuju tempat acara. “Sangat menyentuh dan menggugah hati,” ungkap seorang wartawan media menilai acara ini.
Acara cukup sukses mengingat sebelumnya ada intrik-intrik dari pihak-pihak tertentu yang berusaha melepaskan umat dari Hizbut Tahrir. Kampanye negatif terhadap HTI sempat muncul. Namun demikian, ternyata kaum Muslim tidak terpengaruh oleh hal itu. Mereka tetap berbondong-bondong menghadiri konferensi.
Mereka datang dari ujung timur Jatim, yakni Banyuwangi, sampai ujung barat, yaitu Ngawi. Ada juga yang dari pelosok seperti Pacitan, Dampit. Bahkan ada yang datang dari luar pulau seperti Madura, Bawean, dan Kangean. Kaum Muslim dari Bali pun mengirimkan delegasi berjumlah 80 orang. Peserta yang datang pertama dari Pacitan, yakni pukul 02.00. Mereka terpaksa menunggu di luar sebelum tempat acara dibuka pada pukul 06.00.
Yang menarik adalah pernyataan AKP Andi Arisandi, Kabag. Ops Polres Sidoarjo dalam rakor terpadu lintas instansi sebagai persiapan konferensi. Ia menyampaikan bahwa begitu mendengar bahwa DPD HTI Jatim akan melakukan acara besar di Gelora Delta Sidoarjo dengan menghadirkan 30.000 orang maka menyatakan sangat percaya hal itu. Ketika tersampaikan akan masuknya 280-an bus dari berbagai daerah ke Kota Sidoarjo maka ia menyatakan ini jauh lebih banyak dari pertandingan Deltras yang biasanya hanya 50-an bus. Polisi juga menurunkan Polwan berkerudung untuk membantu pengamanan.
Dukungan masyarakat luar biasa. Seorang ibu, tokoh Aisyiyah dari Tuban rela dengan dana sendiri memberangkatkan satu bus jamaahnya (60 orang) meski ibu ini bukan termasuk orang kaya. Ada pula pasangan suami-istri yang merelakan cincin perkawinan mereka untuk infak Konferensi Rajab ini. Masih banyak kisah lain yang menunjukkan kesungguhan kaum Muslim semata demi mengharap ridha Allah SWT.
Yang tak kalah menarik, ada seorang peserta yang sudah hadir 1 bulan sebelum hari H. Namanya, Laode Muwahhidin, seorang ustadz dari Kepulauan Aru, Maluku Utara. Ia memilih datang lebih awal karena jadwal kapal ke Jawa.
Bertepatan dengan 27 Rajab 1432 H (berdasarkan kalender resmi) atau 29 Juni 2011, puncak acara Konferensi Rajab 1432 H berlangsung di tiga kota yakni Mataram, Bandung, dan Jakarta. Pelaksanaan di Mataram ini seharusnya pada 19 Juni namun diundur karena suatu hal.
Bandung: Di Bandung, konferensi digelar di Stadion Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung. Sekitar 25 ribu warga Jawa Barat menyemarakkan konferensi ini. Sejak pagi mereka terlihat berduyun-duyun ke stadion dengan mengendarai bus, mobil pribadi dan sepeda motor.
Ada hal yang menarik perhatian puluhan ribu pasang mata sesaat setelah pembacaan ayat suci al-Quran, peserta dikejutkan dengan munculnya para narasumber dari arah tribun barat dengan menaiki kavaleri berkuda. Di barisan terdepan tampak dengan gagah KH Muhammad Shiddiq al-Jawi menaiki kuda berwarna hitam. Berikutnya disusul oleh Dr. Arim Nasim, Dr. KH Fahmy Lukman, H. Budi Mulyana, Taufik Abdul Karim, Nurhilal Ahmad, M.Si dan Luthfi Afandi, SH. Kudanya pun bukan sembarang kuda, tapi ini didatangkan khusus dari Pusat Persenjataan Kavaleri TNI AD di Parongpong, Bandung yang konon merupakan satu-satunya tempat pelatihan kuda kavaleri di Indonesia. Tak aneh, kuda-kudanya terlihat gagah dan terlatih dengan berbagai medan bahkan salah satunya adalah ‘jawara’ berlari sejauh 60 kilometer. Tingginya pun tidak sebagaimana kuda biasa, bahkan tinggi punggungnya saja ada yang mencapai 1,8 meter. Tak aneh pula, jika seluruh narasumber harus menaiki kursi terlebih dulu untuk bisa menaiki punggung kuda. Bukan hanya itu, yang mengawalnya pun tergolong istimewa, yakni para tentara TNI AD yang rata-rata berpangkat letnan dua. Subhanallah!
Di ujung acara perhelatan konferensi rajab, 10 pasukan kavaleri berkuda mengelilingi stadion si Jalak Harupat dengan membawa panji ar-Raya sembari disambut oleh puluhan ribu peserta dengan pekikan takbir. “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!”
Jakarta: Puncak rangkaian Konferensi Rajab 1423 H digelar di Stadion Lebak Bulus, Jakarta. Stadion itu berubah menjadi lautan manusia. Hanya bagian tengah lapangan saja yang tidak terisi manusia. Semua sudut dipenuhi kaum Muslim dari Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang, Cianjur, Sukabumi, hingga warga dari Banten. Lebih dari 20 ribu kaum Muslim tumpah di stadion kebanggaan Jakmania tersebut. Kursi yang disediakan panitia tak mencukupi. Semua di luar dugaan. Begitu pun para hadirin rela duduk di atas rumput.
Seorang tokoh ormas Islam sempat bertanya kepada seorang panitia, apakah peserta konferensi ini datang dari seluruh Indonesia? Panitia ini menjawab, “Tidak. Hanya sekitar Jakarta.” Ia pun kaget. “Bagus, bagus,” katanya sambil mengangguk.
Atmosfer penegakan syariah dan Khilafah memang menyelimuti benak mereka. Tak heran sebelum konferensi berlangsung, mereka rela menyumbangkan harta-harta mereka untuk kesuksesan acara ini. Mereka ada yang menyumbangkan telepon selulernya hingga ada yang mempersembahkan benda-benda antik agar dijual panitia untuk kegiatan ini.
Di sela-sela orasi, hadirin disuguhi teatrikal yang menggambarkan dunia yang gelap saat ini dan kemudian akan kembali terang dengan tegaknya syariah dalam naungan Khilafah. Peserta pun diajak berpartisipasi dengan membawa kertas dengan dua sisi warna hitam dan emas. Ketika teatrikal menggambarkan kondisi gelap, peserta meletakkan warna hitam di atas. Ketika Khilafah kembali, mereka diminta meletakkan warna emas di atas. Jadilah seluruh lapangan berwarna emas begitu selubung bola dunia berwarna emas yang ada di tengah lapangan dibuka.
Selain itu, hadirin disuguhi balon Zepelin yang terbang di atas peserta selama konferensi. Di tubuh balon tersebut tertulis, “Indonesia menuju Khilafah”. Ada pula atraksi flying fox. Enam orang meluncur dari atap stadion dengan membawa bendera al-Liwa dan ar-Raya serta asap berwarna.
Pekik takbir terus berkumandang. ’Khilafah, khilafah, Khilafah,” mengiringi setiap atraksi. Beberapa tokoh umat pun tak sadar mengeluarkan air mata. Mereka pun terharu dan rindu: kapan Khilafah tegak kembali. Semoga tak akan ada lagi Konferensi Rajab karena Khilafah telah berdiri. Allahu Akbar! [Mujiyanto]