Pengantar:
Seperti diketahui secara maraton selama satu bulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menggelar Konferensi Rajab 1432 H di 29 kota di Indonesia. Mengapa HTI menggelar acara kolosal itu? Dalam rangka apa? Apa korelasinya dengan dakwah penerapan syariah dan penegakan Khilafah? Pesan apa yang ingin disampaikan dari penyelenggaraan konferensi itu? Apa yang diharapkan dari semua itu serta apa yang harus kita lakukan ke depan?
Untuk menjawab pertanyaan itu redaksi al-waie mewawancarai Ustadz Ismail Yusanto, Jurubicara HTI. Berikut petikannya:
Ustadz, HTI menyelenggarakan Konferensi Rajab maraton selama satu bulan di 29 kota di Indonesia. Untuk apa acara kolosal itu diadakan?
Sebenarnya untuk ukuran Indonesia, acara itu tidak bisa disebut kolosal, mengingat wilayah Indonesia yang begitu luas dan penduduknya yang demikian banyak. Bila 29 kota itu mewakili propinsi, berarti Konferensi Rajab baru diselenggarakan di level propinsi. Padahal ada lebih dari 400 kota dan kabupaten yang belum tersentuh oleh gemuruhnya semangat konferensi. Tambahan lagi, dari segi jumlah ada total sekitar 130 ribu peserta, itu pun masih sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 240 juta orang. Namun, bagi HTI, ini tentu sebuah perhelatan yang tidak kecil. Konferensi ini melibatkan puluhan ribu peserta dengan persiapan yang cukup lama serta dana yang tidak sedikit.
Itu semua dilakukan agar agar ide syariah dan Khilafah serta semangat perjuangannya bisa menjangkau ke sebanyak mungkin orang di sebanyak mungkin wilayah Indonesia yang sangat luas dengan jumlah umat Islam yang sangat banyak itu. Harapannya, dukungan terhadap perjuangan itu kelak juga akan meningkat semakin banyak di seluruh wilayah Indonesia.
Apa tujuan penyelenggaan konferensi-konferensi itu?
Mengambil tajuk “Hidup Sejahtera di Bawah Naungan Khilafah”, Konferensi Rajab itu diselenggarakan sebagai medium untuk mencerdaskan dan mencerahkan umat tentang persoalan aktual, khususnya di bidang ekonomi dan kesejahteraan, yang tengah dihadapi oleh Indonesia dan negeri Muslim lain; juga tentang solusi seperti apa yang semestinya diambil agar persoalan itu bisa diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga kesejahteraan bisa benar-benar dapat diwujudkan.
Konferensi juga ingin mengingatkan seluruh umat bahwa di bulan Rajab pula, dulu Khilafah Utsmani runtuh. Namun, acara ini diadakan bukan untuk meratapi momen menyedihkan itu, tetapi justru untuk memompakan semangat dan optimisme akan keberhasilan perjuangan penegakan kembali syariah dan Khilafah. Tentu perjuangan ini memerlukan kesungguhan, keikhlasan dan dukungan umat. Dukungan itu makin nyata. Di antaranya terlihat melalui antusiasme peserta di semua tempat acara itu diselenggarakan.
Apa hubungan berbagai konferensi itu dengan Indonesia?
Semua orang tentu sepakat tentang banyaknya persoalan yang tengah dihadapi oleh negeri ini. Ada kemiskinan, kebodohan, pengangguran, tingginya angka putus sekolah, mahalnya biaya pendidikan dan layanan kesehatan, tingginya angka kriminalitas, maraknya pornografi dan pornoaksi, ketidakadilan ekonomi dan sebagainya. Dalam pandangan HTI, itu semua terjadi sebagai akibat dari penerapan sistem Kapitalisme yang mencengkeram negeri ini sekian lama. Sistem ini memang telah memberikan sejumlah kemajuan, tetapi itu terbatas pada aspek material dan hanya dirasakan oleh sebagian kecil rakyat Indonesia, sementara sebagian besar lainnya hidup dalam penderitaan.
Berbagai upaya sudah dilakukan, namun tidak kunjung segera membuahkan hasil. Rezim berulang berganti, namun tidak ada perubahan yang berarti. Sesungguhnya hal itu terjadi karena umat Islam telah berpaling dari penerapan syariah secara kaffah. Oleh karena itu, penegakan syariah secara kaffah di bawah naungan Khilafah mutlak diperlukan sebagai jalan untuk menyelesaikan secara tuntas berbagai persoalan tadi. Melalui penerapan syariah Islam saja, kesejahteraan dapat benar-benar dapat diwujudkan. Inilah wujud nyata dari janji Allah, bahwa Islam akan membawa rahmat bagi semua.
Apakah Konferensi Rajab ini bisa dianggap sebagai batu pijakan dakwah HTI untuk membuat lompatan dalam dakwah ke depan?
Iya, bisa. Dakwah sesungguhnya adalah kerja membangun sebuah proses. Dari kecil menuju besar. Dari lingkup kecil menuju kepada lingkup yang lebih besar. Dari sedikit orang menuju ke banyak orang. Dari lemah tanpa kekuatan menuju era penuh dukungan. Begitu juga yang terjadi pada HTI. Dari satu halqah di satu kota di pertengahan tahun 80-an sekarang telah berkembang menjadi ratusan bahkan ribuan halqah di ratusan kota di seluruh Indonesia. Dulu ketika Konferensi Khilafah Internasionalpertama kali diselenggarakan di tahun 2000, jumlah peserta yang 5000 orang rasanya sudah sangat banyak. Tak terbayang, 7 tahun kemudian, konferensi serupa bisa diselenggarakan dengan 100 ribu peserta di tempat yang jauh lebih besar: Gelora Bung Karno. Saya yakin, di benak para peserta yang datang dari berbagai daerah ketika itu juga tidak membayangkan bahwa di tahun 2011 ini, konferensi yang kurang lebih sama bisa diselenggarakan di daerah mereka masing-masing. Jadi, setiap capaian dakwah, baik dalam konteks personal maupun jamaah, sesungguhnya adalah batu pijakan atau steping stone bagi pencapaian dakwah berikutnya. Oleh karena itu, penting untuk kita bersikap setia dan sabar dalam mengikuti setiap proses dalam dakwah. Bila banyak hal-hal yang sebelumnya tidak terbayang bisa dilakukan, kini ternyata bisa. Begitu pula apa yang saat ini tampak sulit dibayangkan seperti bagaimana nushrah dari ahlun nushrah dapat diraih, juga bagaimana tegaknya kembali khilafah bakal terjadi, suatu saat pun insya Allah itu menjadi mungkin dicapai.
Apa saja yang bisa dianggap sebagai batu pijakan HTI untuk membuat lompatan-lompatan dalam dakwah?
Yang paling utama sebenarnya adalah kesetiaan kita semua pada proses-proses internal, utamanya dalam halqah dan pengaturan tubuh jamaah. Inilah daya hidup Hizbut Tahrir. Inilah sesungguhnya batu pijakan utama yang darinya kita bisa melakukan banyak hal yang sebelumnya tampak tidak mungkin, termasuk melakukan banyak sekali kegiatan-kegiatan secara terbuka mulai dari Konferensi Khilafah Internasional di tahun 2000, kemudian demo memprotes invasi AS ke Afganistan tahun 2001 yang saat itu hanya diikuti oleh 3000 peserta tapi mengagetkan banyak orang dan beritanya menjadi headline semua koran dan televisi. Lalu ada aksi Selamatkan Indonesia Dengan Syariah di tahun 2002 dengan 15 ribu peserta yang sangat monumental. Inilah demo terbesar di sepanjang SU MPR sekaligus dinilai paling tertib. Aksi ini juga mendapatkan liputan luas media massa dan mengundang perhatian banyak kalangan. Yang paling fenomenal tentu saja adalah Konferensi Khilafah Internasional (KKI) tahun 2007. Teman-teman di luar menyebut acara ini sebagai The Biggest Khilafah Conference ever. Setelah itu ada Muktamar Ulama Nasional (MUN) tahun 2009 yang diikuti oleh 7000 ulama dari seluruh Indonesia dan sejumlah negara, menandai mulainya terjalin dukungan para ulama secara lebih nyata. Lalu ada Muktamar Muballighah Indonesia (MMI) dan Kongres Mahasiswa Islam Indonesia (KMII) di tahun 2010. Yang terakhir tentu saja adalah Konferensi Rajab di 29 kota di seluruh Indonesia.
Di luar itu, ada pula steping stone lain, yaitu pada aspek pendukung seperti peningkatan kemampuan Divisi Infokom dalam penguasaan teknologi informasi dan komunikasi sedemikian bisa membuat berbagai tayangan yang sangat impresif. Juga terbitnya tabloid Media Umat dan berbagai program elektronis lain yang membuat ide HTI bisa menyebar secara lebih luas.
Rangkaian acara ini cukup besar, apalagi di tingkat daerah, amat jarang ada acara sebesar itu. Namun, mengapa tidak begitu banyak media yang meliput?
Memang dari segi publisitas, Konferensi Rajab tidaklah semeriah dan seheboh Konferensi Khilafah Intenasional tahun 2007 yang ketika itu bukan hanya diliput oleh media dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Mungkin buat mereka acara konferensi seperti ini dianggap bukan berita. Secara obyektif, Konferensi Rajab yang untuk diikuti oleh banyak peserta dengan gagasan dan aneka atraksi yang menarik sesungguhnya adalah sebuah kegiatan besar dan mestinya bisa menjadi sebuah berita. Namun, secara subyektif, mungkin mereka menilai di dalam acara konferensi itu tidak ada unsur ‘news’. Saya kira di sinilah mengapa pemberitaan mengenai konferensi Rajab terasa amat minim, apalagi untuk media tingkat nasional.
Namun demikian, selain untuk tujuan opini, sebenarnya Konferensi Rajab lebih ditekankan untuk tujuan pembinaan. Ingat, ada kriteria yang cukup ketat untuk menjadi peserta, yakni mereka yang sudah memiliki pemahaman yang cukup tentang syariah, Khilafah dan dakwah. Nah, aspek pengokohan pendirian pada diri peserta itulah yang saya kira berhasil dicapai dengan sangat baik.
Bagaimana peran Konferensi Rajab ini terhadap penguatan opini umum kaum Muslim?
Saya sangat yakin, Konferensi Rajab ini telah berhasil menanamkan opini dengan sangat kuat kepada seluruh peserta yang hadir tentang syariah dan Khilafah, tentang kewajiban dan kemestian tegaknya Khilafah. Ini saja sudah merupakan keberhasilan yang luar biasa. Saya yakin pada satu atau dua tahun mendatang akan terdapat perkembangan dukungan yang sangat signifikan di berbagai daerah di Indonesia terhadap ide syariah dan Khilafah, serta khususnya terhadap dakwah HT.
Penting juga untuk dilihat bahwa melalui kegiatan itu makin kokoh pula tertanam kepercayaan pada HT. Kepercayaan ini merupakan landasan paling penting dalam menubuhkan dukungan bagi kepemimpinan HT di tengah umat. Dengan kepemimpinan itulah, HT akan membawa umat kepada perubahan politik yang dicita-citakan.
Tujuan dakwah ini agung dan tentu butuh pengorbanan yang agung pula. Kira-kira, menurut Ustadz, siapkah umat melakukannya?
Acara ini telah memberikan banyak sekali pelajaran. Khususnya tentang arti pengorbanan dan bagaimana menghimpun kemampuan para syabab. Tidak mungkin acara sebesar ini, baik dalam arti skala maupun cakupan wilayahnya, bisa terlaksana dengan baik tanpa adanya pengorbanan dan kerjasama yang sangat baik di antara para syabab. Di situ ada pengorbanan waktu, tenaga, pikiran dan tentu saja biaya. Saya kira ini merupakan awal yang baik, bahwa dengan pengorbanan, keikhlasan dan kerjasama tim ternyata bisa dihasilkan sebuah langkah yang luar biasa, yang tidak terbayang sebelumnya. Hebatnya lagi, ini terjadi secara massif di banyak daerah. Karena itu, capaian dari acara ini pun dapat dirasakan oleh banyak person di banyak tempat. Ada proses pembuktian bahwa kita bisa. Dulu tampak sulit, seperti menghimpun sekian ribu kader, menghelat kegiatan besar dengan biaya ratusan juta dan sebagainya, dengan usaha sungguh-sungguh ternyata semua itu bisa dilakukan.
Ini tentu akan menjadi bekal penting untuk melangkah lebih jauh, karena perjuangan ini masih harus menempuh jalan yang panjang dan berliku. Dengan kemampuan yang ada sekarang, saya berharap kita menjadi lebih mampu menghadapi semua itu dengan baik sehingga perjuangan ini bisa mencapai tujuan akhirnya, bukan terhenti di tengah jalan.
Apa harapan dari rangkaian konferensi itu?
Harapan yang paling kental tentu saja adalah cepat tegaknya Khilafah. Tampaknya melalu konferensi itu, peserta sampai pada kesimpulan (dan ini kesimpulan yang benar) bahwa tidak ada jalan lain untuk keluar dari kemelut ini kecuali melalui tegaknya Khilafah yang akan menerapkan syariah secara kaffah. Mungkin karena sudah tak tahan lagi hidup dalam tatanan sekularistik semacam ini, maka umat sangat berharap Khilafah segera tegak.
Apa yang harus dilakukan ke depan oleh para aktivis dan umat pada umumnya?
Untuk para aktifis, tidak ada lain, harus tetap sabar dan ikhlas serta sungguh-sungguh dalam berdakwah. Sekali lagi, dakwah adalah soal kesetiaan dan kesabaran membangun proses dalam membentuk kekuatan jamaah dan kesadaran umat. Untuk umat, juga tidak ada lain kecuali harus secara sungguh-sungguh dan ikhlas mendukung dan berjuang bersama jamaah yang tegas hendak mewujudkan tegaknya syariah dan khilafah. []