Meski sudah melahirkan tiga orang anak, penampilannya masih tomboy: pakai kaos, celana jeans dan sepatu sket bila bepergian. Bila sekedar berada di sekitar rumah atau ke warung, celana pendek dan kaos menjadi favoritnya. “Malu pakai baju perempuan, apalagi pakai kerudung,” ujar Nur Aliyah, warga Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Namun, tidak lama sejak mengikuti tabligh akbar dai mantan artis Hari Moekti awal Februari 2009 di Masjid Al-Birru, Jagakarsa, penampilannya berubah 180 derajat: kerudung dan jilbab selalu dia kenakan tiap kali ke luar rumah. Bahkan perempuan kelahiran Jakarta 46 tahun lalu itu kini menjadi seorang aktivis dakwah. Suami, ketiga anaknya, kedua orangtuanya, saudara-saudaranya, serta tetangganya, semua dia ajak memahami Islam kaffah.
Korban Sekularisme
Aliyah mulai benar-benar melepaskan kerudung sejak duduk di bangku SMP. Sebelumnya, semasa SD ia rajin mengaji dan mengenakan karebo (sebutan untuk pakaian Muslimah saat itu), namun pulang ngaji karebo-nya kembali dilepas. “Terus sudah selesai digantungin. Pakai celana pendek lagi. Kalau keluar, baru pakai celana panjang,” kenangnya.
Aliyah merasa tidak bersalah dengan caranya berpakain. Ia pun memiliki karakter yang tidak mau diam bila melihat hal-hal yang dia anggap tidak benar. Celakanya, nilai yang dianggap benar olehnya saat itu adalah nilai sekularisme, nilai yang memisahkan kehidupan sehari-hari dengan agama.
Makanya ketika duduk di bangku SMA dan melihat ada temannya mengenakan kerudung dan rok yang lebih panjang dari anak sekolah lainnya, ia langsung angkat bicara. “Ini sekolahan. Kamu jangan pakai kerudung begitu. Kalau pakai kerudung itu di pengajian!” ketusnya saat itu.
Menentang Kezaliman
Meski demikian, Aliyah pun termasuk orang yang peduli. Ia tidak suka bila melihat ada orang yang dizalimi. Ia langsung melabrak teman-temannya yang mengejek teman sekelasnya yang terkena penyakit kulit eksim.
Ia pun muak dengan pemerintahan yang korup yang dipertontonkan di televisi. Ia senang sekali ketika melihat ada suara-suara lantang di televisi menentang kezaliman pemerintah. Apalagi melihat Hizbut Tahrir di televisi yang mengibarkan bendera hitam dan putih demo menentang kenaikan harga BBM, menentang kezaliman lain yang dilakukan pemerintah.
Makanya, ketika melihat ada pamflet tablig akbar yang diselenggarakan HTI Jagakarsa, ia dan salah satu anak perempuannya datang. Ia mendengar ceramah Kang Hari Moekti dengan seksama dan mengisi angket kesediaan mengenal Hizbut Tahrir lebih lanjut.
Dua pekan setelah ia melingkari opsi bersedia, kemudian datanglah Reni Setia, aktivis Muslimah HTI Jagakarsa yang diutus mengontak dirinya. Usai mendengar aktivis itu menjelaskan visi, misi dan aksi HT, Aliyah langsung berkomentar, “Ih, ini mah ngajakin mendirikan Negara Islam.”
Dengan enteng sang aktivis menjawab, “Emang iya.”
Sejenak Aliyah tertegun memikirkan jawaban aktivis tersebut. “Apa iya, jangan-jangan nanti aku jadi pemberontak. Tapi ya sudah deh, ikutin saja dulu,” ujarnya menceritakan jalan pikirannya saat itu.
Ia pun menyangka nantinya dirinya akan disuruh melakukan bom bunuh diri. Namun, sangkaan itu sirna setelah dijelaskan bahwa metode mendirikan Negara Islam itu dengan dakwah bukan dengan bom.
Setelah dijelaskan tentang akidah Islam dan kewajiban terikat terhadap syariah, maka dua bulan setelah pertemuan itu, tanpa membantah ia pun langsung bersedia mengamalkan al-Quran Surat an-Nur Ayat 31, yakni mengenakan kerudung hingga menutup dada, serta menggunakan baju terusan tanpa terpotong (jilbab) hingga di bawah mata kaki (irkha), sesuai dengan al-Quran Surat al-Ahzab Ayat 59. Ia selalu mengenakan keduanya setiap kali ke luar rumah atau ketika menemui laki-laki yang bukan mahram di dalam rumah sesuai perintah Nabi Muhammad saw. di dalam berbagai hadisnya.
Ilmu yang dia dapat dari pertemuan rutin sepekan sekali, ia sampaikan kembali kepada teman-teman, tetangga dan keluarganya. Teman dan keluarganya tidak semua tinggal di Jagakarsa. Ada yang di kecamatan lain, bahkan di luar Jakarta. Karena itu, pada hari ini ia bisa di Lenteng Agung, esoknya ke Pondok Labu, di hari lain ke Bogor. Semua dia ajak untuk mengkaji Islam lebih dalam. Selain itu ia pun memberikan oleh-oleh bacaan buat mereka. “Waktu aku kontak-kontak itu, ngasih Media Umat, al-Wa’ie dan al-Islam. Pokoknya, itu tas penuh. Biar kata ga ada duit, biarin saya beli, nanti rezekinya Allah beri lagi,” ujar wanita yang berlangganan lima eksemplar Tabloid Media Umat itu.
Penuh Berkah
“Ibu Aliyah itu orangnya mau berpikir, mau berubah ke arah yang lebih baik, banyak ibu-ibu yang dikontak, meski sudah dijelaskan tentang akidah Islam, keterikatan terhadap syariah dan dibacakan dalil-dalilnya tetap saja tidak berubah,” ujar Reni kepada al-wa’ie.
Hari Moekti dalam tablig akbarnya di Al-Birru dua tahun lalu, dengan tegas mengatakan semoga yang hadir dalam majelisnya saat itu mendapatkan berkah dari Allah SWT. “Berkah artinya ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan)!” lantangnya di depan Aliyah dan ratusan warga Jagakarsa lainnya.
Subhanallah, rupanya Aliyah mendapat keberkahan itu. “Yang istiqamah, ya Bu!” Amiin. [Joko Prasetyo]
tetap iistiqomqh ya bu…smoga khilafah segera tegak dan mudah2an qt tergolong orang yg ikt memperjuangkan..anin…