Awalnya demokrasi diharapkan sebagai peredam putaran roda penindasan dan kediktatoran penguasa. Demokrasi berusaha menjadi pemain tunggal dengan menggeser semua ide-ide pesaing dan mengklaim diri: jika bukan demokrasi maka pastilah gibasan otoritarianisme yang akan mengoyak kebebasan sosial. Demokrasi pun menjelma menjadi penjara-penjara sosial baru dengan mengurung rakyat dalam kemiskinan, kebodohan, dan segudang tipu-tipu penguasa tiran lainnya.
Para pahlawan yang dulunya mati-matian menghamburkan peluru mendepak penjajah, hanya agar bisa mendengar rakyat berteriak “Merdeka!” dan melihat gurat-gurat senyum lepas rakyat menapak di negeri sendiri. Sekarang mungkin jika mereka masih hidup, mereka akan menangis dan geram bukan main melihat penjajah masih mengangkangi negeri ini. Penjajahan yang dilakukan bukan lagi dengan menempelkan bedil ke kepala orang pribumi, tetapi sekarang malah mempersenjatai dan menyokong dengan dolar anak-anak negeri untuk mengeksploitasi kekayaan negeri dan memperbudak saudaranya sendiri.
Kemerdekaan dalam demokrasi hanya untuk kepentingan kapital dan pemilik modal; kemerdekaan untuk mengeksploitasi kekayaan demi kemakmuran kantong sendiri. Jadilah kemerdekaan hanya indah di sampul depan demokrasi dan angan-angan kosong hasil kamuflase para penjajah dan anteknya.
Inti dari kemerdekaan hakiki adalah terkontrolnya tindakan dan pola sikap oleh rasionalitas pemikiran; pemikiran yang mendalam akan menuntun manusia tidak terperosok dalam jurang penghambaan pada makhluk, materi, dan hawa nafsunya sendiri. Inilah kemerdekaan Islam, cahaya kebebasan yang terpancar dari tauhid, bahwa semua yang dilakukan hanya mengharap ridha Allah SWT.
Sebagaimana yang dilakatakan oleh Saad bin Abi Waqqas ra. saat berhadapan dan menjawab pertanyaan Panglima Perang Persia Rustum, “Apa alasan kalian memerangi kami?” Sa’ad bin Abi Waqqas menjawab, “Untuk membebaskan kalian dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Allah SWT.”
Inilah pelontar semangat pembebasan yang membawa setiap jihad dan futuhat menjadi rahmat bagi setiap jengkal tanah yang ditapaki Islam. Tidak ada iming-iming gold, glory, dan gospel dalam kepala para mujahidin. Hanya kemuliaan di sisi Allah dan kemerdekan dari siksa-Nyalah yang menguatkan derap langkah mereka.
Islam menjamin kemerdekaan individu dengan menetapkan aturan yang tidak mencederai fitrah manusia. Dengan mengikatkan diri pada syariah Islam yang asalnya dari Allah SWT sebagai pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan, maka manusia akan terbentengi dari penyaluran naluri dan pemenuhan kebutuhan jasmani yang menyimpang, karena akal manusia yang terbatas cenderung menyorotkan aturan yang terkontaminasi oleh kepentingan dan terjajah oleh hawa nafsunya sendiri.
Kemerdekaan hakiki sesungguhnya adalah ketika terciptanya kehidupan seimbang dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama paripurna yang Allah turunkan untuk menyelaraskan kehidupan. Maka dari itu, tidak ada pilihan lain untuk meraih kemerdekaan hakiki selain penghambaan secara totalitas kepada Allah SWT. Tentu penghambaan secara totalitas itu harus dengan menegakkan syariah dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Allahu Akbar! [Arief Shidiq P.; Ketua GEMA Pembebasan; Wil. Sulsel-bar]