Imam Muslim telah menuturkan riwayat dari Auf bin Malik, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Sebaik-baik pemimpin kalian ialah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian; mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah mereka yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian; kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim).
Bagaimana dengan pemimpin umat Islam sekarang? Tanpa ragu kita mengatakan hampir sebagian besar pemimpin negeri Islam sekarang ini masuk dalam kategori seburuk-buruk pemimpin. Sebagian besar pemimpin negeri Islam justru membenci dan melaknat rakyatnya sendiri. Sebaliknya, rakyatnya pun demikian. Mengapa rakyat membenci dan melaknat pemimpin mereka sendiri?
Pertama: sebagian besar pemimpin negeri Islam telah melalaikan hak-hak utama rakyat yang menjadi tanggung jawab pemimpin. Lihatlah, sebagian besar negeri Islam, meskipun kaya-raya, rakyatnya miskin. Mereka tidak mendapat makanan, pakaian dan tempat tinggal yang layak. Padahal semua itu merupakakan kebutuhan pokok manusia. Pendidikan pun sebagian besar mahal dan tidak berkualitas. Di sisi lain tidak sedikit rakyat yang terlantar menahan sakit keras hingga ajal menjemput karena biaya kesehatan yang mahal.
Alih-alih memperhatikan rakyat, para penguasa itu beserta keluarga dan kroni-kroni pendukung kekuasaannya justru memperkaya diri. Mereka tanpa malu, di depan rakyat yang menderita, mempertontonkan kekayaaan hasil kejahatan mereka; merampas kekayaan alam negara dan merampas hak rakyat dengan cara korupsi, manipulasi dan kolusi.
Kedua: para penguasa zalim di negeri Islam telah menjadi penguasa pemalak rakyat (jibayah) dan perampok kekayaan negara. Mereka membuat kebijakan kapitalistik yang memperberat beban rakyat yang sudah berat. Mereka megutip berbagai pajak dari rakyat. Mereka mengurangi dan mencabut apa yang mereka klaim sebagai subsidi terhadap rakyat (meskipun hal itu sebenarnya merupakan hak rakyat). Mereka melepaskan diri dari tanggung jawab untuk mengurus rakyat, membiarkan rakyat mengurus diri mereka sendiri. Ironisnya, semua ini mereka lakukan dengan cara menipu.
Di Indonesia hal yang nyata tampak dari UU UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kebijakan yang memalak rakyat atas nama jaminan sosial. Hizbut Tahrir Indonesia dalam pernyataan persnya dengan tegas mengkritik UU yang menipu rakyat ini. Hizbut Tahrir Indonesia menilai, UU ini secara fundamental telah mengubah kewajiban negara dalam memberikan jaminan sosial menjadi kewajiban rakyat serta mengubah jaminan sosial menjadi asuransi sosial.
UU ini juga telah memposisikan hak sosial rakyat menjadi komoditas bisnis. Bahkan dengan sengaja UU ini akan menciptakan eksploitasi atas rakyat sendiri demi keuntungan pengelola asuransi. Ini tentu sangat berbahaya karena berarti negara telah mempertaruhkan nasib jutaan rakyatnya kepada kuasa pasar yang rakus.
Ketiga: para pemimpin diktator ini telah memberikan jalan yang seluas-luasnya bagi asing untuk merampok kekayaan alam negeri Islam. Penguasa lalim itu lebih memilih tunduk pada kebijakan ekonomi dan politik negara imperialis lewat organ-organ penjajahan mereka seperti IMF dan Bank Dunia. Kekayaan alam negeri Islam dirampok atas nama pasar bebas, kebebasan berinvestasi, privatisasi, hutang luar negeri untuk membangun dan istilah-istilah muluk lainnya.
Ironisnya, semua itu dilegalkan oleh undang-undang negara. Padahal kekayaan alam negeri Islam, kalaulah digunakan untuk kepentingan rakyat, tentu lebih dari cukup. Namun, semua itu memang tidak akan pernah cukup bagi bagi negara-negara rakus yang didukung oleh pemimpin negeri Islam yang serakah.
Keempat: Sebagian besar pemimpin negeri-negeri Islam adalah diktator yang represif. Kekuasaan mereka, mereka gunakan secara keji dan brutal untuk menindas rakyat, membungkam aspirasi rakyat. Penguasa ini menangkap, menyiksa, membunuh, mengadili secara lalim siapapun dari rakyatnya yang dianggap mengancam dan berlawanan dengan kepentingan politiknya.
Para pemimpin diktator dan refresif ini bersikap keji, karena mereka telah menjadi kaki tangan dan boneka negara-negara imperialis. Tuan-tuan mereka ini telah memberikan tugas khusus kepada mereka: membungkam aspirasi rakyat dan perjuangan rakyat untuk menegakkan syariah Islam dan Khilafah. Sebab, penegakan syariah Islam mengancam kepentingan penjajahan Barat di negeri negeri Islam.
Para penguasa lalim ini pun memberikan label jahat kepada rakyatnya sendiri. Tujuannya, apalagi kalau bukan membenarkan pembunuhan terhadap rakyatnya. Umat Islam yang memperjuangkan syariah Islam dan Khilafah dituduh radikal, teroris, garis keras, ekstremis, militan mengancam negara dan lain-lain. Kaum Muslim Palestina, Afganistan, Pakistan dan Irak, yang berjuang membebaskan negeri Islam dari penjajah kafir Amerika dan sekutunya dicap teroris.
Pemerintah boneka Pakistan dan Afganistan, atas nama perang melawan militan dan teroris, membiarkan pesawat-pesawat tempur Amerika dan sekutunya untuk membombardir rakyatnya sendiri.
Di Irak, penguasa boneka, untuk membela kepentingan Amerika, atas nama membangun negara demokrasi, memberikan jalan kepada tentara-tentara asing untuk dengan seenaknya membunuh hampir satu juta rakyat Irak. Tanah kaum Muslim juga diberikan oleh penguasa boneka Saudi dan Turki untuk menjadi pangkalan militer negara-negara imperialis. Dari sana pesawat Amerika dan tentara-tentaranya membunuh umat Islam.
Menghadapi para penguasa lalim ini tentu umat Islam tidak boleh diam. Penguasa lalim ini harus diberikan pilihan jelas: menerapkan syariah Islam sehingga mereka dicintai dan didoakan oleh rakyat atau pilihan diturunkan. Namun, perubahan yang harus dilakukan umat Islam tidak boleh berhenti sekadar mengganti rezim (penguasa) yang lalim ini. Perubahan sekaligus harus menyentuh sistem yang lalim yang memberikan legitimasi kepada mereka. Caranya adalah dengan mengganti sistem Kapitalisme jahiliah dengan sistem Islam di bawah naungan Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah. []