Kewajiban puasa Ramadhan diturunkan pada tahun kedua hijrah. Lalu apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para Sahabat pada Ramadhan tahun itu? Jawabannya adalah perang Badar al-Kubra.
Di saat pertama kalinya menunaikan kewajiban puasa Ramadhan itu, Rasul dan para Sahabat berperang menghadapi pasukan kafir Qurays dibawah teriknya sinar matahari di tengah panasnya gurun pasir di lembah Badar. Saat itu pasukan kaum muslim yang berjumlah sekitar 305 orang harus menghadapi pasukan kafir Quraisy yang berjumlah sekitar 900 – 1000 orang. Artinya, satu orang sahabat harus menghadapi tiga orang tentara musuh. Rasul saw bersama para Sahabat keluar dari Madinah tanggal 8 Ramadhan. Peperangan itu sendiri terjadi pada 17 Ramadhan.
Dari sepenggal kisah di atas dapat dipahami, ternyata Rasul saw dan para Sahabat tidak hanya mengisi bulan Ramadhan, selagi mereka berpuasa, untuk memperbanyak amalan sunnah seperti memperbanyak membaca al-Quran, berdoa, zikir dan shalawat; memperbanyak sedekah; shalat tarawih berjamaah; i’tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan; umrah, dsb. Tetapi mereka juga mengisinya untuk melakukan aktivitas wajib, yakni jihad
Khalifah menyerukan jihad ketika aktivitas wajib lainnya, yakni dakwah, mendapatkan halangan fisik dari penguasa kafir negeri-negeri kufur yang membuat kaum Muslim tidak dapat berdakwah kepada rakyat negeri tersebut.
Jihad Masa Rasul
Sejarah mencatat halangan fisik terhadap dakwah Islam sering terjadi pada bulan yang di dalamnya ada hari yang lebih baik dari seribu bulan itu. Meletuslah Perang Badar Kubra, 17 Ramadhan 2 H/14 Maret 624 M. Rasulullah pun mengirim Detasemen Zaid bin Haritsah ke Ummi Qarfah pada Ramadhan (6 H/627M). Masih pada Ramadhan yang sama Nabi saw. pun mengutus Detasemen ‘Abdullah bin Utaikh untuk membunuh Salam bin Abi Huqaiq.
Setahun kemudian, Nabi Muhammad saw. mengirim Detasemen Ghalib bin Abdullah al-Laitsi ke penduduk Mani’ah, pada bulan Ramadhan 7 H (628 M). Pembebasan Kota Makkah dan jatuhnya kota suci ini ke tangan kaum Muslim tanpa darah, juga terjadi pada bulan Ramadhan 8 H (630 M).
Rasul saw. pun mengutus Detasemen Saad bin al-Asyhali untuk menghancurkan berhala Manat pada tanggal 24 Ramadhan 8 H (630 M); Detasemen Khalid bin al-Walid untuk menghancurkan berhala Uzza pada tanggal 25 Ramadhan 8 H (630 M); juga Detasemen Amru bin al-‘Ash untuk menghancurkan berhala Sawa’ pada bulan dan tahun yang sama. Perang Tabung pun pecah pada bulan Ramadhan tahun 9 H (631 M).
Perang-perang lainnya di era pemerintahan Khulafaur Rasyiddin, serta era para khalifah setelahnya pun banyak terjadi pada bulan Ramadhan. Karena itu, dapat dipahami ternyata Ramadhan bukan saja bulan perjuangan untuk meningkatkan ketakwaan setiap pribadi kaum Muslim dengan amalan sunnah, tetapi juga dengan melakukan amalan wajib berupa dakwah dan jihad untuk membebaskan manusia dari cengkeraman sistem kufur.
Sejarah pun mencatat banyak peperangan dan kemenangan justru diraih oleh kaum Muslim sejak zaman Nabi Muhammad saw. hingga generasi berikutnya pada bulan yang agung ini. Tidak sedikitpun puasa mereka mempengaruhi semangat dan kekuatan mereka untuk mengalahkan musuh-musuh mereka. Sebaliknya, justru pada bulan ini, mereka melipatgandakan aktivitas mereka karena imbalan pahala yang besar di sisi-Nya. Dengan modal ketaatan mereka yang tinggi di bulan ini, maka kemenangan demi kemenangan pun bisa mereka rengkuh. Inilah yang membuat sejarah Ramadhan umat Islam dipenuhi dengan berbagai peristiwa peperangan dan kemenangan.
Junnah (Perisai)
Namun, sejak runtuhnya Khilafah Utsmani pada 1924 H, kaum Muslim tidak lagi memiliki seorang khalifah. Saat ini kaum Muslim kembali memasuki bulan Ramadhan ke 90 tanpa khalifah.
Puasa Ramadhan merupakan salah satu jalan agar umat Islam bertakwa. Dalam proses ini, aktivitas amar makruf dan nahi mungkar adalah salah satu jalan penting untuk mengejawantahkan nilai-nilai ketakwaan dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas dakwah saat ini hendaklah tidak saja berproses pada perbaikan individu, tetapi kehidupan secara meluas. Proses perbaikan kehidupan secara luas tidak mungkin dilakukan tanpa adanya Khilafah. Khilafahlah yang menjadikan kehidupan bernegara dan bermasyarakat diatur dengan Islam. Karena itu, kaum Muslim wajib berdakwah untuk menegakkan kembali Khilafah.
Menurut Syaikh Mahmud bin Abdul Lathif Uwaidhah dalam dalam Al-Jami’ li Ahkam ash-Shiyam, puasa adalah junnah, yaitu penjagaan dan pelindung dari neraka. Puasa itu pembungkam syahwat bagi orang yang belum mampu menikah, menjadi penebus dosa-dosa dalam fitnah dan menjadi pemberi syafaat pada saat hari kiamat.
Demikian pula dengan Khilafah. Khilafah adalah junnah bagi umat Islam, karena menjaga umat dari fitnah dan kehinaan; menjadi pelindung bagi umatdari serangan dan penjajahan bangsa-bangsa lainnya. Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya imam (khalifah) adalah junnah (perisai) orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung.” (HR Muslim).
Semangat keberislaman umat dan tokoh-tokoh simpul umat biasanya dalam kondisi yang prima setiap kali memasuki bulan Ramadhan. Ini merupakan kesempatan emas buat para pengemban dakwah untuk memahamkan serta mengajak mereka agar turut berjuang menegakkan syariah Islam kaffah dalam bingkai Khilafah.
Dalam berbagai kesempatan ceramah tarawih, kuliah shubuh, khutbah Jumat, dan diskusi-diskusi ketika i’tikaf, misalnya, manfaatkanlah sebaik mungkin untuk menjelaskan kepada umat bahwa kaum Muslim wajib menegakkan kembali junnah umat Islam tersebut. Jangan lupa, perbanyak pula frekuensi silaturahmi kepada para ulama dan tokoh-tokoh umat untuk turut diajak memikirkan masalah umat dan upaya penegakkan kembali junnah ini. Dengan itu tiada hari pada bulan Ramadhan ini tanpa dakwah. Berdoalah selalu semoga Ramadhan kali ini merupakan Ramadhan terakhir tanpa Khilafah. Amin. [Joko Prasetyo]