HTI

Opini (Al Waie)

Negara Teroris, Bikin Miris

Debu membumbung tinggi, putih mengangkasa, seperti asap raksasa. Ada bunyi dentuman reruntuhan beton yang menggelegar. Disambut jeritan kepiluan yang menyahut-nyahut. Begitulah suasana mencekam 10 tahun silam. Saat menara kembar, World Trade Center (WTC) setinggi 110 lantai, rubuh berkeping-keping sesaat setelah ditabrak oleh pesawat jumbo jet 767.

Bagaikan negara yang teraniaya, Amerika Serikat (AS) bangkit. Tudingan dengan aroma fitnah dan konspirasi pun diarahkan kepada Usama bin Laden. Pimpinan al-Qaidah, sebagai dalang penghancuran WTC. Sejak itu, membaralah dunia. Berdalih “war on terrorism (WOT)” AS melakukan perburuan teroris ke seluruh penjuru dunia, terutama di negeri-negeri Islam.

Pelan-pelan mulailah terkuak skenario di balik WOT. Perang melawan teroris dalam terawangan analisis yang cemerlang sejatinya adalah perang melawan Islam. Jika benar Usama bin Laden menghancurkan WTC dan Imam Samudra mengebom sepenggal jalan di Legian Bali dikatakan teroris dan layak divonis hukuman mati, lalu predikat apa yang layak disematkan kepada Bush kala menghancurleburkan Irak dan Afganistan? Hukuman apa yang layak ditimpakan padanya? Ah, lagi-lagi ketidakadilan yang begitu nyata.

Sudah saatnya Islam bangkit dari keterlenaannya. Umat Islam pun harus berani bersuara lantang. Mereka harus memetakan sikap pada dua warna yang kontras: berdiam diri dan terus “menikmati” aroma fitnah yang membodohi; atau bangkit melawan, bangun dari keterlenaan. Opsi pertama tentu tak layak dipilih. Umat Islam hadir untuk menjadi yang terbaik, bukan hadir untuk terfitnah apalagi tertindas. Maka dari itu, bangkit dan melawan adalah pilihan umat yang bermental juara.

Masalahnya yang berani menentang WOT yang dilancarkan AS, serta membuka konspirasi yang ada di baliknya hanya umat yang tersimpulkan dalam organisasi Islam. Jamak sudah organisasi Islam yang mengumandangkan perlawanannya. Namun ingat, WOT dikawal oleh sebuah kekuatan, yang tak sebatas pada ormas Islam atau partai politik. WOT dikawal oleh kekuatan negara adidaya. Mendaulat ormas Islam untuk melawan tentu tak adil rasanya. Negara harus dilawan dengan negara. Artinya, untuk melawan hegemoni AS dalam politik, ekonomi, militer, termasuk WOT, maka umat Islam minimal harus memiliki negara seperkasa AS. Sayang, negeri berpenduduk Muslim (termasuk Indonesia) masih malu-malu menentang atau sekadar menegur AS atas ketidakadilannya. Padahal fakta dan bukti telah terpampang nyata.

Nah, di sinilah pentingnya kaum Muslim mengulang sejarah suksesnya, meleburkan diri dalam payung satu negara. Khilafah Islamiyah, begitu nama negaranya yang telah akrab dan sering bersenandung di telinga. Selain sebagai tuntutan akidah, berdirinya Khilafah Islamiyah tentu akan menjadi pesaing baru terhadap AS yang kini menjadi negara adidaya. Jika kini AS sering berkelakar memfitnah Islam, bahkan melakukan ekspansi militer dengan dalih WOT, maka kelak Khilafahlah yang akan membungkam semua itu. Yakinlah! [Badiuzzaman Aktivis SENADA (Sekolah Pena Dakwah), Tinggal di Makassar]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*