HTI

Hadis Pilihan (Al Waie)

Amalan Yang Memasukkan Ke Surga

(Al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-22)

عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ وَصُمْتُ رَمَضَانَ وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَالَ « نَعَمْ ». قَالَ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا

Jabir bin Abdullah ra. menuturkan bahwa seorang laki-laki pernah datang kepada Rasulullah saw. lalu bertanya, “Bagaimana pendapatmu jika aku menunaikan shalat-shalat wajib, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, sementara aku tidak menambahnya dengan apapun; apakah aku masuk surga?” Rasulullah saw. menjawab, “Benar.” Orang itu berkata, “Demi Allah, aku tidak menambahnya dengan sesuatu pun.” (HR Muslim dan Ahmad)


Di dalam riwayat lain disebutkan laki-laki itu adalah an-Nu’man bin Qawqal. Ada beberapa hadis serupa. Semua itu menunjukkan bahwa amal salih mengantarkan seseorang masuk ke surga.

Sebagian ulama memaknai ungkapan “ahlaltu al-halâl (aku menghalalkan apa yang halal) mencakup dua aspek: Pertama, meyakini atau menganggap yang halal itu adalah halal. Kedua, melakukan yang halal itu.

Ungkapan al-halâl itu maknanya adalah lawan dari al-harâm (yang diharamkan). Sebutan al-halâl itu mencakup semua benda yang halal, dan tentu tidak mesti semua diambil; juga mencakup semua perbuatan yang halal, dan itu mencakup perbuatan yang wajib, sunah, mubah dan makruh (perbuatan makruh adalah halal sebab siapa yang melakukannya tidak berdosa). Tentu saja perbuatan halal itu tidak harus dilakukan semua. Bahkan ada yang lebih baik ditinggalkan dan dapat pahala karenanya, yaitu perbuatan yang makruh; ada yang sebaiknya ditinggalkan sebagai bentuk ke-wara’-an atau kehati-hatian, yaitu yang syubhat atau meragukan; dan ada yang sebaiknya ditinggalkan sebagai cerminan baiknya keislaman seseorang, yaitu perbuatan mubah yang kurang bermanfaat. Karena itu, makna ahlaltu al-halâl itu lebih tepat adalah meyakini atau menilai yang halal itu adalah halal. Adapun untuk melakukannya tentu bergantung pada status hukum perbuatan itu apakah wajib, sunnah, mubah atau makruh. Cerminan ahlaltu al-halâl itu di antaranya adalah tidak mencela orang yang mengambil sesuatu yang halal atau melakukan perbuatan yang halal; termasuk perbuatan mubah atau bahkan makruh sekalipun. Sebab, syariah sendiri tidak menimpakan celaan (dzamm) kepada orang itu.

Adapun makna “harramtu al-harâm (aku mengharamkan apa yang haram)” mencakup dua aspek: Pertama, meyakini atau menganggap yang haram itu adalah haram. Kedua, menjauhi/meninggalkan yang haram itu. Meyakini atau menganggap sesuatu (benda atau perbuatan) adalah haram tetapi diambil atau dilakukan dan meninggalkan sesuatu (benda atau perbuatan) yang haram bukan karena meyakini atau mengganggapnya adalah haram, semua itu tidak bisa dikatakan secara sempurna mengharamkan apa yang haram.

Dalam hadis ini hanya disebutkan kewajiban dan tidak disebutkan yang sunnah. Ungkapan an-Nu’man, “wa lâ azîdu ‘alâ dzâlika syay’an (aku tidak menambah hal itu dengan apapun),” menurut para ulama maknanya adalah aku tidak akan menambah kewajiban-kewajiban itu dengan yang sunnah. Dalam hal ini Imam an-Nawawi dalam Syarh al-Arba’în mengatakan, “Pengarang Al-Mufhim mengatakan, “Nabi saw. di dalam hadis ini tidak menyebutkan untuk si penanya sesuatupun dari yang tathawwu’ (sunnah) seluruhnya. Ini menunjukkan kebolehan meninggalkan (tidak melakukan) yang tathawwu’ secara keseluruhan. Akan tetapi, siapa yang meninggalkan dan tidak melakukannya sedikitpun maka laba yang banyak dan pahala yang besar telah luput darinya. Siapa yang terus menerus meninggalkan yang sunnah maka itu adalah kekurangan dalam agamanya dan mencederai keadilannya. Jika ia meninggalkannya karena meremehkan dan membencinya, maka itu merupakan kefasikan yang layak mendapat celaan.’”

Ibn Rajab dalam Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam mengatakan, “Hadis ini menunjukkan bahwa siapa yang melakukan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan keharaman-keharaman, ia masuk surga. Telah mutawatir hadis-hadis dari Nabi saw. dengan makna ini atau yang mendekati.”

Hadis ini dan hadis-hadis lain yang semakna menetapkan masuk surganya orang yang melakukan amal-amal salih tertentu, di antaranya adalah shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, berhaji, jihad, dsb. Ada juga hadis yang menetapkan siapa yang mengucapkan kalimat tauhid (syahadat) akan masuk surga. Di sisi lain, ada nas-nas lain yang menyebutkan perbuatan-perbuatan yang menghalangi seseorang masuk surga atau menjerumuskannya ke neraka, seperti memutus shilaturrahmi, takabur, berlaku iri-dengki, berdusta, perbuatan dosa besar, dsb. Di dalam al-Quran juga disebutkan orang yang lebih berat timbangan amal baiknya masuk surga, dan orang yang lebih ringan timbangan amal baiknya akan masuk neraka (lihat QS al-Qari’ah [101]: 6-8). Adapun orang yang mati dalam keadaan kafir akan kekal di neraka.

Di dalam nas, penetapan dan penafian masuknya seseorang ke surga itu ada dua macam: al-awwalî (sejak awal) dan al-ma’âlî (nantinya atau pada akhirnya). Jadi manusia di akhirat terbagi tiga golongan. Pertama: sejak awal masuk surga tanpa diazab dulu di neraka, yaitu orang yang timbangan amal baiknya lebih berat, atau orang yang melakukan amal salih yang membuatnya langsung masuk surga, dosa-dosanya diampuni atau kesalahan-kesalahannya diterima kafaratnya oleh Allah. Kedua: yang nantinya masuk surga, jadi tidak sejak awal, karena diazab—dibersihkan—dulu di neraka, yaitu penganut tauhid yang timbangan amal baiknya lebih ringan dari amal buruknya, dan ia mati tidak dalam keadaan kafir. Ketiga: sama sekali dinafikan masuk surga, artinya sejak awal masuk neraka dan kekal di dalamnya, yaitu orang yang mati dalam keadaan kafir.

Karena itu, hadis ini dan nas serupa harus dipahami tidak semata-mata sebatas hadis itu saja, tetapi harus dipahami secara integral dengan nas-nas lainnya menurut kaidah tersebut. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman].

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*