Dalam lintasan sejarahnya yang panjang, khilafah Islamiyah dipenuhi dengan kemuliaan dan keagungan. Para ulama telah menorehkan keagungan dan kemuliaan tersebut dengan kedudukan mereka yang abadi dan tiada bandingannya bersama para penguasa serta perhatian mereka yang besar terhadap permasalahan umat. Mereka senantiasa melakukan kontrol (muhasabah) terhadap para penguasa sebagai pelaksana hukum syariah Islam dan mengawal mereka untuk hanya menerapkan Islam saja serta mengkritik sebagian mereka yang loyal kepada musuh-musuh Islam.
Mereka melakukan perannya tersebut dengan penuh kejujuran dan keikhlasan untuk Allah dan agama-Nya semata. Mereka laksana bintang-bintang yang menerangi para penguasa dan rakyatnya dalam gelapnya kehidupan. Para ulama pada zaman itu telah menampakkan kemuliaan Islam dan membangun hakikat syariah Islam yang bersih, murni dan jernih pada posisinya yang kokoh di hadapan para penguasa yang menyimpang bahkan di hadapan para penjahat sekalipun.
Dalam menyelesaikan urusan-urusan negara, para ulama berupaya menundukkan para pemimpin, kekuasaan dan rakyatnya pada syariah. Mereka bersabar dan tetap berani menyampaikan kalimat haq di hadapan para penguasa yang lalim tanpa mempedulikan kekuasaan, kekuatan dan besarnya bala tentara yang dimiliki para penguasa. Merekalah sesungguhnya para pemegang panji-panji syariah yang hakiki. Para penguasa lalim yang berpaling dari Islam tidak pernah bisa memanfaatkan mereka untuk mewujudkan keinginan hawa nafsu mereka.
Para ulama itu selalu mengingkari perbuatan-perbuatan buruk para penguasa, ucapan-ucapan mereka yang korup serta perilaku mereka yang curang. Mereka berusaha menasihati para penguasa dengan lantang, terus-terang, tidak berbelit-belit dan tanpa takut sedikit pun di jalan Allah terhadap celaan para pencela. Anda menyaksikan mereka rukuk dan bersujud di dalam penjara para penguasa lalim sembari mengharap rahmat Allah dan keridhaan-Nya.
Adapun dalam jihad dan perang melawan musuh Anda akan menyaksikan para ulama berada di barisan terdepan yang menggentarkan lawan. Demikianlah keteguhan para ulama dulu. Keberadaan mereka hanyalah untuk Islam semata dan merekalah pewaris para nabi yang sesungguhnya.
Kedudukan Mulia Ulama
Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّ مَثَلَ الْعُلَمَاء فِي اْلأَرْضِ كَمَثَلِ النُّجُوْمِ فِي السَّمَاءِ
Sesungguhnya perumpamaan para ulama di bumi seperti bintang-bintang di langit (HR Ahmad).
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
Ulama itu adalah pewaris para nabi (HR Abu Dawud dan Baihaqi).
Semua keutamaan itu hanya milik para ulama yang berjalan di atas kebenaran, mencintai kebaikan, melaksanakan amar makruf nahi mungkar, mengoreksi dan menasihati para penguasa, bekerja siang-malam demi kemaslahatan kaum Muslim, memperhatikan urusan-urusan umat serta siap menanggung kesulitan dan sakit demi hal itu.
Semua kemulian ini hanya milik para ulama pembela dan penjaga Islam; yang menghiasi diri mereka dengan akhlak para nabi serta mempresentasikan al-Quran dan as-Sunnah. Mereka amat memahami sabda Rasulullah Muhammad saw. sebagaimana dituturkan Imam al-Husain Ibnu Jalil ra.,”Siapa saja yang melihat penguasa lalim menghalalkan apa yang Allah haramkan, melanggar janji Allah, menyalahi sunnah Rasulullah saw. memperlakukan hamba Allah dengan dosa dan permusuhan, kemudian dia tidak merubahnya baik dengan perbuatan maupun ucapan, maka hak bagi Allah untuk memasukkan dirinya ke dalam neraka.” (HR ath-Thabrani dan Ibnu al-Atsir).
Ulama: Pilar Kebaikan Masyarakat
Rasulullah saw. bersabda:
صِنْفَانِ مِنَ النَّاسِ اِذَا صَلُحَا صَلُحَ النَّاسُ وَاِذَا فَسَدَا فَسَدَ النَّاسُ: اَلْعُلَمَاءُ وَاْلاُمَرَاءُ
Ada dua kelompok manusia, jika keduanya baik maka baiklah manusia, dan jika keduanya rusak maka rusaklah manusia: mereka adalah ulama dan umara (HR Abu Nua’im).
Saat ini para penguasa berperilaku lalim dan tidak bermoral, menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang Allah halalkan. Di sisi lain para ulamanya hanya diam, tidak mengingkari, apalagi menasihati para penguasa tersebut. Mereka berusaha mencari selamat buat dirinya.
Para ulama itu berpandangan bahwa diamnya mereka di hadapan kelaliman penguasa merupakan hikmah. Kita menyaksikan sebagian ulama itu, jika memberikan nasihat dalam sebuah kesempatan, nasihatnya mematikan hati bukan menghidupkannya. Di antara mereka bahkan ada yang dengan penuh semangat menyerang siapa saja menjelaskan kerusakan sistem dan membongkar kelaliman penguasa. Melalui media dan mimbar-mimbar mereka malah memuji-muji para penguasa lalim tersebut. Mereka menyatakan, “Sesungguhnya demokrasi itu berasal dari Islam, sama dengan syura.” Padahal demokrasi hakikatnya adalah sistem kufur yang diharamkan untuk diambil, diterapkan dan dipropagandakan.
Di antara mereka juga ada yang berusaha untuk mendapat pengakuan para penguasa. Mereka lalu membenarkan kebohongan dan kelaliman para penguasa.
Peran Ulama Pada Masa Lalu
Kami akan menyaksikan cahaya mereka dalam menjaga keberlangsungan Khilafah Islamiyah dan penerapan syariah serta dalam upaya mengembalikan Khilafah setelah kejatuhannya.
Pertama: Saat terpisahnya Andalusia dari Kekhilafahan ‘Abasyiah. Ulama memiliki peran penting pada saat Abdurrahman ad-Dakhil mengumumkan terpisahnya Andalusia dari Khilafah ‘Abasiyah. Peran penting itu adalah dalam mejelaskan bahwa pemisahan Andalus dari Khilafah ‘Abasiyah hukumnya adalah haram. Perkara ini mendorong pengiriman pasukan oleh Khalifah ke Andalus untuk menyatukannya kembali ke tubuh Khilafah dengan memerangi ‘Abdurrahman ad-Dakhil dan para pendukungnya meski usaha ini gagal.
Kedua: Saat menggabungkan Mesir dan Syam ke dalam tubuh Khilafah Abasiyah. Saat Shalahudin al-Ayubi menjadi amir di Mesir dan Syam yang merupakan bagian dari Khilafah Fathimiyah yang kafir, para ulama menjelaskan bahwa Mesir dan Syam merupakan bagian dari Khilafah Islamiyah Abasiyah. Inilah yang mendorong Shalahudin memerangi Daulah Fathimiyah serta mengembalikan Mesir dan Syam ke tubuh Khilafah Abasiyah.
Ketiga: Saat menggabungkan Maghrib dan Andalusia ke dalam tubuh Khilafah Islamiyah Abasiyah. Yusuf Ibnu Tasyifin telah mampu menyatukan wilayah Maghrib yang telah terpisah dari Abasiyah beberapa kurun. Karena kesungguhan, kezuhudan dan ketakwaan serta pengaruhnya, para ulama dan fuqaha maghrib yang jujur mengutus Yusuf Ibnu Tasyifin untuk menghadap Khalifah Abasiyah Al-Muqtadha bi Amrillah. Kemudian ia menyampaikan perihal bergabungnya Maghribi dengan Kekhilafahan Abasiyah pada tahun 379 H. Beliau lalu meminta Khalifah untuk menggabungkan Maghrib ke wilayah kekuasaannya.
Saat Yusuf bin Tasyifin berhasil menaklukan Spanyol dan memerangi raja mereka al-Fonso VI hingga menyerah, beliau lalu mencopot raja-raja kecil di wilayah tersebut untuk menggabungkan Andalus dan Maghrib ke dalam tubuh Khilafah Islamiyah Abasiyah.
Keempat: Saat kejatuhan Khilafah Abasiyah. Kejatuhan Khilafah Islamiyah Abasiyah sangat mengguncang kaum Muslim. Di sinilah peran para ulama yang mukhlis tampak. Mereka menjelaskan hukum syariah berkenaan apa yang wajib dilakukan oleh kaum Muslim pada saat seperti itu.
Seorang ulama besar, Izzuddin Ibnu Abdissalam memiliki peran besar dalam meyakinkan kaum Muslim untuk mengembalikan kewibawaan Khilafah dan berhasil.
Kelima: Saat memerangi pasukan Tatar.
Ulama besar Syaikh Ibnu Taimiyah berperan sangat istimewa dalam memotivasi dan menggerakkan tentara di bawah kepemimpinan Birbis yang berhasil mengalahkan Tatar satu tahun setengah setelah runtuhnya Khilafah.
Keenam: Saat pembebasan Konstantinopel. Para ulama berperan besar dalam menggerakkan kaum Muslim untuk membebaskan Konstantinopel dengan bersandar pada hadis Rasulullah saw. yang menjelaskan tentang kedudukan orang yang berhasil membebaskannya. Al-Alim al-Kabir Aaq Syamsudin (Muhammad Hamzah) adalah pembebas konstantinopel secara maknawi. Sebab, beliau adalah guru dari Muhammad al-Fatih sang pembebas Konstantinopel. Beliau pernah berkata kepada al-Fatih saat memberikan pelajaran sebelum beliau menjadi kepala Negara Utsmaniyah, “Engkau adalah pembebas Konstantinopel!” Al-Fatih pun menjadi yakin bahwa beliaulah yang akan berhasil membebaskan konstantinopel, dan hal itu terealisasi pada tahun 1453 H.
Ketujuh: Saat memproklamirkan berdirinya Khilafah Islamiyah setelah jatuhnya Khilafah Abasiyah. selama lebih dari dua kurun pada masa para raja (Bani Mamalik-Moghul-Daulah Utsmaniyah) kaum Muslim tidak memiliki Khilafah kecuali hanya sebutan saja karena kecintaan kaum Muslim terhadap agama mereka dan kedudukan Khilafah dalam hati mereka.
Setelah Sultan Salim I berhasil membebaskan Mesir dan Syam, tampaklah peran ulama dalam upaya menyatukan kaum Muslim dan membaiat satu khalifah saja. Mereka sepakat untuk menurunkan khalifah Abasiy yang hanya sekadar nama dan menyempurnakan baiat bagi satu khalifah secara de facto. Lalu dibaitlah Khalifah Salim I sebagai satu-satunya khalifah bagi kaum Muslim.
Saat itu terbuktilah kelembutan Imam Jalaludin as-Suyuthi yang terus-menerus menyerukan kesatuan kaum Muslim dan mengembalikan Khilafah. Akhirnya, bendera Khilafah berkibar di Mesir, tempat Imam as-Suyuthi wafat setahun sebelum melihat Khilafah yang selalu beliau serukan.
Kedelapan: saat kejatuhan Khilafah Utsmaniyah 1924 M/1432H. Jatuhnya Khilafah Ustmaniyah berpengaruh besar pada jiwa-jiwa kaum Muslim. Para ulama menangis. Seorang alim yang mukhlis serta memiliki kesadaran dan pemahaman yang baik terhadap realita dan hukum syariah, Syaikh Said Biran, lalu memobilisasi ribuan kaum Muslim untuk melakukan perlawanan terhadap penjahat abad ini, yakni Attaturk yang terlaknat. Perlawanan itu berlangsung hingga beberapa bulan hingga beliau bersama pengikutnya ditawan setelah peperangan yang sengit melawan negara sekular Kemalis yang di-back up Eropa dan Inggris sebagai pendukung utamanya.
Peran Ulama dalam Mengembalikan Khilafah
Setelah bencana besar yang dialami kaum Muslim, yaitu kejatuhan Khilafah Utsmaniyah tahun 1924, maka peran ulama saat ini adalah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membebaskan kaum Muslim dan menyelamatkan mereka dari perpecahan dan ketercerai-beraian dengan mendirikan Khilafah yang dengannya umat menjadi mulia. Untuk itu bangkitlah sekumpulan ulama mukhlis yang memiliki pemikiran cemerlang. Mereka mendirikan jamaah (partai) yang bekerja untuk mengembalikan Khilafah yang baru itu. Mereka dipimpin oleh Al-Fadhil al-‘Alim al-Mujtahid as-Siyasi Syaikh Taqiyudin an-Nabhani rahimahullah. Partai yang dimaksud adalah Hizbut Tahrir yang meletakkan di atas tanggung jawabnya amanah mengemban Islam dan mengembalikan Khilafah ar-Rasyidah, yang dengannya syariah Islam akan diterapkan dalam semua urusan kehidupan.
Hizbut Tahrir dari hari ke hari semakin dekat pada maksud dan tujuannya, yaitu mendirikan Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah, meskipun para rezim dan berbagai media sengaja menyembunyikan aktivitasnya yang besar dan agung, yang dengan izin Allah SWT akan menghantarkan pada tegaknya kembali Khilafah Islamiyah ‘ala Minhaji an Nubuwwah.
Karena itu, terkait sejumlah ‘revolusi’ di sejumlah negeri Arab saat ini, para ulama yang mukhlis yang bekerja untuk menegakkan Khilafah Islamiyah menginginkan revolusi berjalan di jalan yang benar yang mengarah pada tegaknya Khilafah dan penerapan Islam. Sebab, yang melakukan revolusi dan mengorbankan darah mereka adalah Muslim, bukan orang-orang kafir. Maka dari itu, perubahan hakiki haruslah mengarah pada tegaknya Khilafah dan penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Mereka itulah para ulama Hizbut Tahrir yang bekerja siang-malam demi tegaknya Khilafah. Selain mereka juga banyak para ulama di luar Hizbut Tahrir yang juga menyerukan Khilafah di tengah-tengah revolusi. Hal itu sebagaimana dilakukan oleh Syaikh Abdul Majid az-Zandani di lapangan Tahrir di Shan’a, Ibukota Yaman pada tanggal 8/3/2011. Saat itu beliau berkata,”Sesungguhnya Khilafah telah datang!” Seruan beliau kemudian disambut Takbir para jamaah.
Karena itu, kami menyampaikan kepada beliau dan para ulama semisalnya untuk segera bergabung dengan aktivitas Hizbut Tahrir yang memiliki manhaj yang sempurna, termasuk konstitusi Khilafah yang siap diterapkan jika Khilafah berdiri. Hendaknya Anda dan para pengikut Anda bekerja bersama Hizbut Tahrir untuk kemenangan bersama meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kita semua mengetahui bahwa Dewan Transisi dan negara sipil bukanlah solusi. Demikian juga sistem republik dan segala konstitusi yang ada padanya bukanlah solusi. Solusi satu-satunya hanyalah penerapan syariah Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah bagi seluruh kaum Muslim di dunia.
Khilafah adalah kewajiban dari Tuhan kita. Dialah yang telah memuliakan kita, menghinakan musuh-musuh kita dan membebaskan tanah negeri kita. Khilafah adalah menara kebaikan dan keadilan di seperempat bumi. []