HTI

Dunia Islam (Al Waie)

Lintas Dunia [Desember 2011]

Khilafah Menghantui Kaum Sekular di Tunisia

Pernyataan Sekretaris Jenderal Gerakan Islam an-Nahdhah sekaligus calon untuk posisi Perdana Menteri berikutnya, Hamadi Jebali tentang “Khilafah Rasyidah keenam di Tunisia” telah memicu kontroversi luas, terutama di kalangan kaum sekular. Mereka melihat bahwa nilai-nilai modernitas menjadi terancam setelah kemenangan an-Nahdhah dalam Pemilu baru-baru ini. Sebuah video klip Jebali menunjukkan bahwa ia sedang berpidato di depan pendukungnya pada pertemuan di kota Sousse. Di sana ia mengatakan, “Saudara-saudaraku, Anda sedang menghadapi saat bersejarah dalam siklus peradaban baru, insya Allah, yaitu dalam Khilafah Rasyidah keenam.”

Namun, Fawzi Gamoun, Direktur Kantor Jebali mengatakan—dalam wawancara dengan dia—bahwa “Jebali bermaksud sedang menantikan pemerintahan yang baik dan transparan, yang akan memutus semua korupsi. Jadi, tidak bermaksud mendirikan sistem Islam, seperti yang dipromosikan oleh para pemburu di air keruh.”

Bahkan gerakan an-Nahdhah berjanji langsung setelah kemenangannya untuk menghormati kebebasan berperilaku, termasuk tidak akan memaksakan hijab, dan mengadopsi kebijakan ekonomi terbuka. Akan tetapi, sejauh ini kaum sekular masih memperlihatkan keraguannya terhadap janji yang disampaikan gerakan an-Nahdhah.

Menyusul pernyataan Hamadi Jebali, Sekretaris Jenderal Gerakan an-Nahdhah dan Perdana Menteri yang rencananya akan dibentuk setelah beberapa hari kemudian, yang dalam pernyataannya menegaskan bahwa kemenangan an-Nahdhah dalam pemilihan akan memperkokoh tegaknya Khilafah keenam, Ridha Belhaj, Juru Bicara Hizbut Tahrir yang dihubungi surat kabar Tunisia Aljarida menegaskan apresiasinya terhadap seruan Hamadi Jebali dan menganggapnya sebagai bentuk “taubat politik”. Dalam konteks ini, Ridha menjelaskan bahwa tuntutan menegakkan Khilafah adalah tuntutan syariah, sehingga semua kaum Muslim wajib menyerukannya untuk menyatukan wacana Islam.


Kejahatan Anti Kaum Muslim di Amerika Meningkat

Menurut FBI, kejahatan dan pelanggaran ringan terhadap umat Islam mengalami peningkatan sebesar 50% antara 2009 dan 2010. Adapun kekerasan etnis dan agama lainnya turun sedikit atau tidak banyak mengalami peningkatan. Sebuah statistik dari FBI menyebutkan bahwa jumlah total tindak kekerasan terhadap kaum Muslim meningkat dari 107 pada 2009 menjadi 160 pada 2010, yakni naik 49%, dibandingkan dengan tindak kekerasan terhadap Katolik yang hanya naik 13%; sementara terhadap Yahudi justru turun 4%. Dijelaskan bahwa jumlah total “kejahatan kebencian” naik sedikit ke angka 6.628, yaitu 47,3% kasus akibat dari perbedaan etnis, dan 20% karena perbedaan agama.

Di bagian lain, organisasi Human Rights First untuk Hak Asasi Manusia melihat bahwa “Setelah mencatat adanya penurunan pada 2009, maka kami merasa tertanggu dengan melihat kejahatan dan pelanggaran yang kembali meningkat.” Ia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “Peningkatan aksi kekerasan terhadap kaum Muslim mengandung maksud tententu.”

Seorang pejabat di organisasi tersebut, Paul LeGendre mengatakan, “Human Rights First telah lama berpendapat bahwa tindak kekerasan terhadap kaum Muslim dan segala bentuk kejahatan kebencian harus dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.”


Otoritas Yordania Tahan Paspor Tokoh Hizbut Tahrir Sepulang dari Haji

Situs The Sydney Morning Herald pada hari Senin (14/11) mempublikasikan berita yang mengatakan bahwa pihak berwenang Yordania telah menahan paspor warga negara Australia, seorang anggota kelompok Islam yang menyerukan ide Khilafah Islam global. Situs menambahkan bahwa Ismail al-Wahwah kelahiran Tepi Barat adalah seorang anggota partai internasional, Hizbut Tahrir. Pasponya telah ditahan pada Kamis (10/11) ketika ia tiba di Bandara Amman. Situs mengatakan bahwa Ismail al-Wahwah pergi ke Arab Saudi untuk ibadah haji. Lalu ia pergi ke Yordania untuk mengunjungi keluarganya sebelum ia pulang ke Australia. Situs mengatakan bahwa Ismail tidak ditahan, namun ia tidak bisa meninggalkan Yordania, dan ia sekarang tinggal dengan keluarganya

Situs mengutip Juru Bicara Hizbut Tahrir di Australia, Utsman Badar, yang mengecam penahanan itu melalui siaran pers. Ia menuduh Badan Intelijen Yordania dan Direktorat Intelijen Umum terlibat di dalamnya, ia berkata, “Para rezim pemerintahan korup dan ilegal, yang tidak mewakili Islam atau umat Islam harus dileyapkan semuanya, dan diganti dengan sistem Islam yang melindungi hak dan martabat semua warga negara.”

Situs mencatat bahwa ini bukan kali pertama dialami oleh Ismail al-Wahwah. Pada tahun 2007, ia adalah salah satu anggota Hizbut Tahrir yang tidak bisa masuk Indonesia melalui bandara di Jakarta untuk menghadiri Konferensi Internasional Hizbut Tahrir yang dihadiri oleh 100.000 pendukung. Dalam hal ini, sepertinya rezim-rezim boneka ini tidak mau belajar dan tidak mau mengambil pelajaran dari yang lain. Dengan sikap bodohnya itu mereka membuka jalan sendiri untuk menyusul orang-orang yang telah mendahului mereka, seperti Ben Ali, Mubarak dan Gaddafi. Oleh karena itu tidak aneh bahwa rezim Yordania yang sistem intelijennya dikenal kejam dan sadis terhadap para pengemban dakwah Islam yang mukhlis, adalah kandidat terkuat setelah jatuhnya rezim Suriah. Kami memohon kepada Allah semoga mempercepat terwujudnya semua itu .


Timur Tengah Tegang, Amerika Jual Bom dan Rudal ke Uni Emirat Arab

Di tengah ‘ketegangan’ situasi Timur Tengah terkait provokasi nuklir Iran oleh Israel dan sekutunya, Amerika Serikat, ada yang mengambil keuntungan. Sumber perdagangan persenjataan mengungkapkan, AS merayu Uni Emirat Arab untuk membeli senjata jenis bom berpemandu. “AS dalam waktu dekat akan mengumumkan kalau mereka menjual bom berpemandu, dalam jumlah besar, ke Uni Emirat Arab,” demikian sumber tersebut, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (11/11).

Pentagon (Departemen Pertahanan AS) ada di balik penjualan senjata ini. Pentagon mempertimbangkan untuk menjual bom Joint Direct Attack Munitions dalam jumlah yang besar. Bom ini dirakit oleh Boeing co. Selain bom, UEA juga membeli misil 500 Hellfire. Anggota Kongres dan Senat AS setuju saja terkait penjualan senjata kelas berat ke UEA ini. Belum ada komentar resmi dari Pentagon soal penjualan ini. [FW dari berbagai sumber]