HTI

Opini (Al Waie)

Tanpa HAM

“Hak Asasi untuk Semua” yang menjadi slogan penegakan HAM nasional dan internasional hanyalah propaganda busuk yang baunya sudah tercium seantero dunia. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) merupakan salah satu instrumen penting HAM. DUHAM sebenarnya tidak mengikat secara hukum karena bentuknya deklarasi. Namun, karena DUHAM dipaksakan oleh Amerika untuk diterima secara ‘universal’, ia jadi mengikat sebagai hukum kebiasaan internasional. AS memaksa negara-negara di dunia untuk meneriakkan HAM sebagai sebuah standar internasional yang selanjutnya secara sadar dibebankan dalam kebijakan politik suatu negara.

Pertanyaannya, negara mana pengemban setia HAM dan negara yang justru pelanggar berat HAM? Ternyata Amerika yang paling vokal meneriakkan penegakkan HAM menjadi salah satu pelanggar HAM kelas berat karena berbagai kebijakan politiknya yang mengorbankan negara-negara lain demi “mimpinya”. Dunia menutup mata atas berbagai kebijakan politik yang melanggar tersebut. Nilai-nilai HAM yang diratifikasi negeri-negeri Islam dengan mengatasnamakan kemanusiaan terkesan ambigu dan kehilangan tajinya, bahkan terkesan menjadi nilai-nilai yang mudah dipelintir dan menjadi senjata di atas kebijakan politik suatu negara atau ideologi tertentu.

Dalam HAM terdapat instrumen internasional berbentuk konvensi yang memiliki kedudukan penting yang disebut sebagai hardlaw. Konvensi-konvensi tersebut di antaranya adalah Konvensi tentang Kejahatan Genosida; Konvensi Internasional tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD); Konvensi Internasional Menentang Penyiksaan (CAT); Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Pekerja Migran (CMW); Konvensi Internasional tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW); dan Konvensi Internasional tentang Hak Anak (CRC).

Dengan analisis singkat, siapa yang sebenarnya menjadi penjahat HAM dan patut untuk di hukum secara internasional atas pelanggaran HAM yang terjadi selama ini? Jelaslah, Amerika dan sekutunyalah yang wajib di hukum dan di adili. Anehnya, Indonesia justru menjadi followers Negara Pelanggar HAM (baca: Amerika). Sudah banyak kunjungan kenegaraan Amerika ke negeri ini melalui utusan-utusan khususnya bahkan presidennya sendiri.Berbagai kunjungan tersebut bukan membuat wajah pemimpin negeri ini kecut dan muram, namun justru menjadi manis. Padahal mereka telah melihat dengan jelas kejahatan Amerika di Negara-negara kaum Muslim. Apakah negara ini sudah kehilangan harga dirinya untuk mengakui sebuah nilai kemanusiaan yang terlecehkan? Sudah saatnya Indonesia sebagai Negara Muslim terbesar memiliki harga diri dan berani menentang kepalsuan HAM yang sejatinya telah bertransformasi bersama ideologi penjajah (Kapitalisme) yang menuhankan kepentingan. Sudah saatnya negeri-negeri kaum Muslim bangkit dengan hukum yang pasti memanusiakan manusia, yaitu syariah islam yang tegak dalam institusi Islam, Daulah Khilafah Rasyidah. Allahu Akbar! [Ayu Mayasari; Mahasiswa Sastra Inggris UNHAS Makassar]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*