Tahun 2011 telah berlalu. Secara umum tidak banyak perubahan mendasar yang terjadi di Dunia Islam. Negeri-negeri Islam masih menjadi obyek imperialisme negara-negara kapitalis dunia. Irak, Afganistan dan Pakistan masih diduduki. Pangkalan militer Amerika tersebar di seantero Dunia Islam, terutama di Timur Tengah. Di bidang ekonomi, negeri Islam yang kaya menjadi obyek eksploitasi perusahan-perusahan negara imperialis dari Maroko hingga Merauke, sementara mayoritas rakyat Dunia Islam hidup miskin. Amerika juga masih menggunakan rezim-rezim represif yang menjadi bonekanya untuk menekan perjuangan syariah dan Khilafah, seperti yang terjadi di Uzbekistan, Tajikistan, Bangladesh dan Pakistan.
Minoritas Muslim di daerah-daerah yang mayoritas dikuasai oleh orang-orang kafir nasibnya sangat menyedihkan. Pembantaian, diskriminasi dan pelecehan terus berulang dialami kaum Muslim di Rusia, Pattani di Thailand, Khasmir, Moro (Philipina) dan Xianjiang (China Selatan). Nasib yang sama dialami kaum Muslim di negara-negara yang mengklaim demokratis dan menyunjung HAM. Islamophobia yang bercampur dengan Xenophobia meningkat di Eropa. Dukungan terhadap kelompok ultranasionalis pun meningkat.
Namun, Dunia Islam tahun 2011 ditandai dengan perkembangan baru di Timur Tengah, yakni kejatuhan rezim-rezim represif. Diawali oleh tumbangnya Zainal Abidin bin Ali di Tunisia, mundurnya Mubarak di Mesir, hingga berakhirnya rezim represif Gaddafi secara tragis di Libya. Saat ini beberapa wilayah masih terus bergolak seperti Yaman dan Suriah. Negara-negara yang selama ini dikenal benar-benar ‘Under Control’ penguasanya pun dipastikan akan turut bergoyang seperti Yordania, Saudi Arabia, Bahrain, dan lain-lain.
Gerakan rakyat yang bergerak penuh dengan keberanian mampu menumbangkan para rezim ini. Sayang, di tengah jalan, lagi-lagi arah perubahan dibajak oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Perubahan diarahkan ke demokratisasi. Tanpa malu AS pun mengklaim dirinya sebagai pahlawan yang mendorong perubahan di Timteng. Padahal negara bengis inilah yang selama ini mendukung para rezim represif itu. Mereka kemudian berbalik arah seakan memihak rakyat, setelah melihat para bonekanya tidak lagi bisa dimanfaatkan.
Barat tahu, bahwa perubahan di Timur Tengah tidak bisa dilepaskan dari faktor Islam yang telah menjadi kultur dan syu’ur kaum Muslim di sana. Tidak aneh kalau mereka kemudian membungkus ide-ide Kapitalisme dengan Islam. Muncullah antara lain istilah ad-dawlah al-madaniah (negara madani/civil society) dan al-Islam al-mu’tadil (Islam moderat) yang merupakan istilah beracun (poison words). Sebab inti dari semua ide itu adalah penerimaan terhadap sistem sekularisme, demokrasi dan pluralisme yang bertentangan dengan Islam. Yang mereka maksud dengan Islam moderat adalah Islam yang mengakomodasi pemikiran dan kepentingan Barat seperti demokrasi, HAM dan pluralism; juga Islam yang menerima kebijakan penjajahan Barat atas nama keterbukaan dan sikap inklusif.
Lalu berhasilkah Barat dengan strategi ini? Apakah upaya akan membawa perubahan berarti bagi masyarakat Timur Tengah? Jawabannya sangat jelas. Barat akan kembali gagal. Tawaran ide-ide Barat yang berbungkus Islam pun akan gagal. Sebab, semuanya tetap melestarikan penjajahan Barat yang menjadi pangkal persoalan utama di Timur Tengah dan negeri Islam; melestarikan ideologi Kapitalisme dan campur tangan asing.
Partai-partai pemenang Pemilu—konon berbasis Islam—pun akan gagal total. Pasalnya, mereka telah menjadi pecundang dengan menyerukan ide-ide penjajah dan menjauhkan umat dari solusi yang sejati, yakni syariah dan Khilafah! Mereka pun telah bekerjasama tanpa malu dengan negara-negara muharib[an] fi’l[an] yang telah membunuh jutaan kaum Muslim dan merampok kekayaan alam Dunia Islam. Sekali lagi, tanpa syariah dan Khilafah, mereka pasti gagal! Sebab, hanya syariah Islam dan Khilafahlah yang akan menyelesaikan persoalan Dunia Islam, termasuk di Timur Tengah.
Hanya dengan menerapkan syariah Islamlah secara total—sebagai bukti ketakwaan sejati kepada Allh SWT— kemenangan akan diraih (Lihat: QS A’raf [6]: 96).
Insya Allah, umat pasti akan memasuki gelombang terakhir perjuangannya sejak runtuhnya Khilafah Islam tahun 1924. Sebutlah gelombang pertama adalah era pemerintahan kolonial mengokohkan penjajahan atas negeri-negeri Islam secara langsung. Gelombang kedua, adalah era penjajah Barat memberikan kemerdekaan semu kepada negeri-negeri Islam. Pasukan kolonial sebagaian besar memang menarik diri dari negeri Islam. Namun, penjajahan tetap berlangsung melalui para penguasa boneka anak negeri Islam sendiri. Mereka pun memastikan yang berlaku bukanlah syariah Islam, tetapi Kapitalisme atau Sosialisme.
Gelombang ketiga adalah era para penguasa boneka Barat bertindak represif terhadap rakyatnya sendiri. Mereka lebih mengutamakan melayani tuan-tuan imperialisme mereka. Mereka mempersilakan kekayaan alam negeri Islam dieksploitasi sementara rakyatnya miskin. Sebaliknya, perjuangan syariah Islam ditindak secara represif karena dianggap mengancam kepentingan penjajahan. Mereka menangkap, menyiksa dan membunuh para pejuang syariah Islam. Penguasa tipe seperti ini silih berganti di negeri Islam baik berupa raja, presiden atau perdana menteri. Di antaranya adalah Suharto di Indonesia, Saddam Husain di Irak, Husni Mubarak di Mesir, Zainal Abidin bin Ali di Tunisia, termasuk Qaddafi di Libya. Rezim ini pun tumbang.
Gelombang keempat adalah saat Barat terpaksa memberikan demokrasi yang mereka bungkus dengan istilah-istilah Islam. Mereka berusaha menyesatkan kaum Muslim. Namun, hal ini juga akan gagal. Kondisi kegagalan ini diperkuat dengan semakin melemahnya negara-negara utama Kapitalisme dunia seperti Amerika Serikat dan Eropa. Krisis di negara Barat membuat mereka tidak bisa mendukung sepenuhnya para penguasa boneka baru yang menjadi andalan mereka.
Insya Allah, umat Islam akan masuk gelombang kelima. Inilah era saat rakyat tidak lagi bisa ditipu. Mereka menyadari bahwa sistem apapun yang berasal dari ideologi Barat penjajah tidak akan memberikan kebaikan, baik dibungkus dengan istilah Islam atau kata-kata penyesatan lain atau tidak. Saat itulah umat hanya akan percaya pada Islam dengan syariah dengan Khilafahnya. Tak ada pilihan lain bagi umat kecuali mendukung tegaknya syariah dan Khilafah. Umat pun akan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Hizbut Tahrir yang selama ini memang paling serius memperjuangkan syariah dan Khilafah. Mereka tidak lagi percaya kepada para ulama salatin yang menjadi kaki tangan penjajahan, apalagi penguasa dan politisi liberal yang menjual negara. Saat itulah tegaknya Khilafah ada di depan mata. Insya Allah! [Farid Wadjdi]