(al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-24)
إِنَّ اللهَ قَالَ: يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِى أَهْدِكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِى أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِى أَكْسُكُمْ يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِى أَغْفِرْ لَكُمْ يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّى فَتَضُرُّونِى وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِى فَتَنْفَعُونِى يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
Allah berfirman, “HambaKu, sungguh Aku telah mengharamkan kezaliman atas DiriKu dan telah menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian. Karena itu, janganlah kalian saling menzalimi. HambaKu, kalian semua tersesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk. Karena itu, mintalah petunjuk dari DiriKu, niscaya Aku memberi kalian petunjuk. HambaKu, kalian semua lapar kecuali orang yang Aku beri makan. Karena itu, mintalah makan kepada DiriKu, pasti Aku beri kalian makan. HambaKu, kalian semua telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian. Karena itu, mintalah pakaian kepada DiriKu, pasti Aku beri kalian pakaian. HambaKu, sungguh kalian telah berbuat salah siang dan malam, sementara Aku mengampuni semua dosa. Karena itu, mintalah ampunanKu, niscaya Aku mengampuni kalian. HambaKu, sungguh kalian tidak akan bisa memadaratkan DiriKu dan tidak pula bisa member DiriKu manfaat. HambaKu, andai orang-orang yang terdahulu mapun yang terakhir di antara kalian, manusia maupun jin, semuanya berkumpul pada hati orang yang paling takwa di antara kalian, itu tidak akan menambah sesuatu pun pada kerajaanKu. HambaKu, andai orang-orang yang terdahulu maupun yang terakhir di antara kalian, manusia maupun jin, semuanya berkumpul dalam hati orang yang paling jahat di antara kalian, itu tidak akan mengurangi sedikit pun kekuasaanKu. HambaKu, andai orang-orang yang terdahulu maupun yang terakhir di kalian, manusia maupun jin, semuanya berkummpul di satu tempat dan meminta kepada DiriKu, lalu Aku mengabulkan setiap permintaan mereka, niscaya itu tidak akan mengurangi apa yang ada di sisiKu kecuali seperti sebatang jarum yang dicelupkan ke laut. HambaKu, sungguh semua itu adalah amal perbuatan kalian. Aku memcatat semuanya untuk kalian, lalu Aku membalasnya. Maka dari itu, siapa saja yang menemukan kabaikan, hendaknya ia memuji Allah; dan siapa saja yang menemukan selain itu, jangan ia mencela kecuali dirinya sendiri.” (HR Muslim)
Hadis qudsi ini memberi kita beberapa pelajaran. Pertama: Allah mengharamkan kezaliman secara mutlak. Zalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Hal itu mencakup: menzalimi diri sendiri, yaitu mencelakan diri sendiri dengan bermaksiat (yang terbesar adalah kesyirikan dan kekufuran); dan menzalimi orang lain, yaitu mengabaikan apa yang menjadi hak mereka atau melanggar hak mereka. Kezaliman yang kedua disebut secara khusus sebagai penekanan, sebab kezaliman kepada orang lain itu akan menyebabkan kerusakan besar di masyarakat.
Kedua: manusia pada awalnya tersesat, tidak mengetahui petunjuk, dan hanya dengan petunjuk Allahlah dia akan mendapat petunjuk. Petunjuk itu tidak serta-merta dia dapatkan. Ia harus memintanya, yaitu menempuh jalan dan mengupayakan diri meraih petunjuk serta mempelajarinya. Dengan itu niscaya Allah memudahkan dirinya dengan memberi taufik dan akhirnya ia mengetahui jalan petunjuk, mengikutinya dan menjadi orang yang tertunjuki.
Ketiga: manusia itu amat lemah dan fakir di hadapan Allah SWT. Rezeki manusia, yang digambarkan dengan makanan dan pakaian sepenuhnya ada di tangan Allah. Maka dari itu, untuk memenuhi semua kebutuhan termasuk pangan dan sandang, manusia hendaknya meminta kepada Allah, tentu dengan tata cara yang Dia ridhai. Pada saat yang sama ia harus sadar bahwa rezeki yang ia terima semata-mata pemberian Allah, bukan berasal dari dirinya. Dengan itu ia makin bersyukur kepada Allah SWT.
Keempat: manusia tidak luput dari berbuat salah. Lalu ditegaskan bahwa Allah mengampuni dosa semuanya—kecuali syirik—sebagai dorongan besar agar manusia meminta ampunan Allah. Sebanyak apapun dosa, jika hamba meminta ampunan, niscaya Allah memberi dia ampunan.
Kelima: Manusia sedikitpun tidak bisa memadaratkan atau memberi manfaat kepada Allah SWT. Ketaatan seluruh manusia tidak menambah apapun bagi Allah. Sebaliknya, kejahatan dan kemaksiatan bahkan kesyirikan dan kekufuran seluruh manusia juga tidak mengurangi apapun di sisi Allah.
Keenam: Allah Mahakaya. Meski Allah memenuhi seluruh permintaan manusia, itu tidak mengurangi apa yang ada di sisi Allah. Karena itu, jangan takut dan jangan bosan meminta apa saja kepada Allah, selama itu bukan dosa. Sebab, Allah memang menyukai hamba-Nya yang sering meminta kepada DiriNya.
Ketujuh: seluruh amal manusia dicatat. Jika yang ada adalah amal baik, maka hendaklah seorang hamba memuji Allah, sebab ia mendapat karunia dan taufikNya sehingga melakukan amal yang baik. Sebaliknya, atas amal buruk, dirinya sendirilah yang harus disalahkan, sebab ia meninggalkan petunjuk serta lebih memilih mengikuti hawa nafsunya dan bisikan setan. Allah Mahaadil. Dia tidak akan menzalimi hambaNya. Tiap amal baik akan diberi pahala. Setiap diri hanya akan dijatuhi sanksi karena perbuatan buruknya sendiri, dan tidak akan sekalipun karena perbuatan buruk orang lain. Wallâh al-musta’ân wa huwa waliyyu at-tawfîq. [Yahya Abdurrahman].